SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Rumahku Surgaku

Rumah bukan hanya tempat berteduh dari sengat matahari dan derasnya hujan, tetapi ia juga tempat bertumbuh rasa kasih sayang, tempat kembali bersama kehangatan keluarga.

Allah Maha Pemurah

Burung yang keluar dari sangkarnya dengan perut kosong, akan kembali di sore hari dengan perut kenyang. Sungguh Allah Maha Pemuerah kepada semua makhluk-Nya.

Di Atas Langit Masih Ada Langit

Langit hanyalah batas dari ketidakmampuan pandangan mata kita, namun akanl dan iman kita akan selalu mengatakan bahwa masih ada langit di atas langit yang kita lihat.

Jalan Hidup

Jalan hidup tak selamanya datar. kadang ia menaik-turun, berliku dan terjal. Hanya pribadi yang kuatlah yang mampu menempuh jalan itu.

Lebah

Ia hanya makan dari sesuatu yang bersih dan bergizi sehingga ia menghasilkan sesuatu yang bersih dan bergizi pula. ia tak pernah merusak saat mencari makan. ia ada untuk bermanfaat.

Rabu, Maret 03, 2010

Fenomena Caleg Stress

Jauh hari sebelum pesta demokrasi atau pemilihan umum (pemilu) legislatif digelar, beberapa rumah sakit jiwa (RSJ) telah menyiapkan kuota khusus bagi para calon anggota legislatif (caleg). Pada awalnya hal ini sangat menggelikan, tapi tentu saja pihak RSJ tidak bertindak asal-asalan. Mereka melihat potensi gangguan kejiawaan yang besar dari para caleg yang bertarung di pemilu 2009, yaitu caleg-caleg yang tidak lolos ke kursi dewan. Pihak RSJ menjadikan fenomena Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebagai acuannya, di mana para calon mengalami strass karena gagal melaju ke tampuk kursi pemerintahan.

Stress adalah fenomena kejiwaan yang terjadi karena adanya takanan-tekanan, baik dari dalam maupun dari luar. Tekan dari dalam bisa terjadi karena tingginya keinginan, tanpa didasari dan didukung oleh kemampuan atau kapasistas. Dalam hal ini, bisa jadi ketidaksiapan untuk kalah adalah salah satu bagiannya. Sementara tekanan dari luar adalah berkaitan dengan posisi dia di masyarakat, seperti terpojok oleh pandangan masyarakat kepada orang tersebut (merasa terhina dan tersisihkan), tuntutan-tuntutan orang lainyang tidak terpenuhi, dan ketidaksipan dalam mengahdapi perubahan nasyarakat.

Kasus caleg yang mengalami stress atau gangguan jiwa bisa terjadi karena beberapa hal seperti tidak siap kalah, tidak siap untuk kehilang, sudah teralu banyak biaya yang dikeluarkan. Untuk itu, ada beberapa hal yang bisa kita renungkan untuk menghindari strss semacam ini.
Pertama, kembali kepada niatan. Ada yang menarik dari apa yang dikatakan oleh Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun pada awal-awal 2008 tentang Nasionalisme 2009 bahwa bangsa ini mengalami satu gerakan nasionalisme baru pada tahun ini. Semua orang, entah itu pejabat, pengusaha, petani, guru, mahasiswa, dan seluruh lapisan bangsa ini meuju pada neo-nasionalisme ini, yaitu nasionalime uang. Maksudnya, melakukan segala sesuatu seolah-olah untuk bangsa ini, padahal sejatinya adalah untuk uang.

Dari fenomena yang ada, nampak jelas bahwa kebanyakan (tidak semua) para caleg dalam pemilu legislatif 2009 berorientasi pada uang. Mereka tahu bahwa gaji anggota dewan sangat besar, puluhan juta rupiah per bulan. Belum lagi ditambah dengan berbagai tunjungan. Dengan demikian dia rela mengeluarkan berapapun biayanya untuk kelancaran jalannya melaju ke kursi dewan, karena jika dia terpilih, uang tersebut akan kembali hanya dalam hitungan bulan. Orientasi ini sangat jelas terlihat dari beberapa fakta diantaranya, para caleg tersebut adalah bukan politisi, mereka adalah orang-orang yang sebelumnya berada diluar arena politik praktis, tetapi karena kepopulerannya di mata masyarakat dan mempunyai dana, maka mencalonkanlah dia menjadi caleg. Ada pula caleg yang karena diterima sebagai Pegewai Negeri Sipil (PNS) dia kemudian mengurungkan diri dari pencalonan, mungkin baginya PNS lebih menjanjikan untuk hari tuanya. Indikasi yang lain adalah mudahnya para caleg tersebut berpindah ke lain hati alias lain partai. Ini menunjukkan bahwa bagi sebagian merka tidak penting lagi apa yang disebut sebagai idiologi, karena idiologi bagi sebagian mereka berarti uang.

Untuk itu, niatan awal sangatlah penting. Niat laksana pondasi bagi sebuah bangunan, kuat pondasi, kuat pula bangunannya. Rapuh pondasi, rapuh pula bangunannya, runtuh sebelum jadi. Dalam Islam pun selalu diingatkan innamal a’malu bin niyyah, sesungguhnya segala amal perbuatan itu bergantung pada niatannya. Seseorang akan mendapatkan dari apa yang dia kerjakan sesuai dengan niatannya.

Dalam Islam diajarkan bahwa segala pekerjaan haruslah diorientasikan hanya untuk Allah SWT. Hal ini karena manusia adalah ciptaan Allah yang diberkedudukan sebagai hamba dan khalifah (wakil Tuhan). Sebagai ciptaan tentu saja kita harus mengabdi (menjadi hamba) kepada penciptanya, dan sebagai hamba, tentulah tidak bisa dibenarkan jika manusia melakukan pekerjaanya tidak diperuntukkan bagi tuannya. Dan sebagai wakil Tuhan, bisakah kita melakukan suatu hal yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya yang kita wakili? Kalaupun bisa, itulah yang disebut sebagi pembelotan, tidak amanah, khianat.

Menjadi wakil rakyat haruslah diniatkan keran Allah semata, mengharapkan ridlha-Nya. Jadikanlah ia sebagai panggilan Allah agar kita melaksanakan fungsi kekhalifahan kita, yaitu memakmurkan bumi. Karena niatan kita adalah untuk Allah SWT, maka Allahlah yang akan menggaji kita. Dialah yang akan membalas segala amal usaha kita. Dan kita akan senantiasa dalam bimbingan-Nya. Ingat, Allah Maha Kaya. Di sini, manusia telah melampui (bukan meninggalkan) wilayah material. Dia tidak menjadikan materi sebagai orientasi atau tujuan, tetapi hanyalah alat untuk mencapi tujuan yang lebih besar, yaitu keridlaan Allah SWT. Inilah yang disebut dengan ikhlas. Seorang mukhlis atau orang yang ikhlas tidak lagi menyesali apapun yang terjadi, karena bagi dia yang terpenting adalah dia telah melakukan itu karena Allah, dengan cara yang baik, dengan usaha yang keras dan gigih, dengan pola manajemen yang rapih, setelah itu menyerahkan segalanya kepada Allah SWT atau tawakal.


Kedua, haruslah adakesadaran dalam diri kita sebagai manusia bahwa tidaklah mengkin segala sesuatu yang kita inginkan akan tercapai. Allah SWT sendiri telah menegaskan dalam firmannya “apakah manusia akan mendapatkan segala yang dicita-citakannya?” (QS. An-Najm: 24). Dalam ayat tersebut Allah tidak memberikan jawabannya, karena jawabannya secara logis terdapat dalam pertanyaan itu sendiri.

Coba kita renungkan apa yang akan terjadi jika keinginan semua manusia di dunia ini terwujud. Semua ingin kaya, dari mana dia mengetahui dia kaya kalau tidak ada yang miskin. Semua ingin jadi penguasa, lalu siapa yang diperintah? Siapa yang akan diurus? Semua ingin jadi pedagang, lalu siapa yang memproduksi? Siapa yang membeli? Ini adalah contoh sederhana bahwa apa yang kita inginkan tidak selamanya terwujud. Keinginan kita ternyata berbatasan juga dengan keinginan orang lain, berbatasana dengan kemampuan kita, berbatsan dengan kehendak Sang Pencipta. Kesadaran inilah yang harus senantiasa kita tanamkan dalam diri kita, keluarga dan masyarakat kita. Dengan kesadaran ini, apapun yang kita dapatkan kita akan menerima dengan lapang dada, legowo. Kegagalan menjadi anggota legislatif hendaknya tidak dilihat sebagai sesuatu yang berlebihan. Mengapa kita lupa bahwa dalam setiap kompetisi ada yang menang dan ada yang kalah? Seperti sepak bola misalnya, bagiamana bisa 18 klub Indonoesia Super League semuanya menjadi pemenang? Tentu ada yang menjadi pemenang, runner up, sampai ada yang terdegradasi atau terdepak dari kancah kompetisi utama ini. hal ini sangat alamiah.

Ketiga, kegagalan dalam memperoleh sesutu yang kita inginkan memang pahit. Tidak ada orang yang ingin gagal, namun pastilah ada yang gagal. Kita pun harus bersiap, bukan hanya siap untuk menang, tetapi juga harus siap untuk kalah, untuk gagal. Meski pahit, namun kita tetap harus menalannya. Bisa jadi itu adalah obat, dan bisa jadi itu adalah yang terbaik bagi kita. Allah berfirman, “. . . boleh jadi Kamu membenci sesuatu, padahal dia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal dia amat buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui dan kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah 216).
Allah maha mengetahui. Dia mengetahui apa yang terbaik bagi manusia. Namun seringkali manusia tidak bisa nenangkap apa yang sebenarnya dinginkan oleh Allah dari dirinya. Keinginan yang berlebihan, ambisi yang besar, dan dada yang sempit telah menjadikan manusia tidak bisa melihat hikmah yang tersembunyi dari sebuah peristiwa. Sekali lagi, kegagalan memang pahit, namun tahukah kita apa yang ada di balik kepahitan tersebut? Bisa jadi adalah yang terbaik bagi kamu. Kata Allah. Bisa jadi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bukanlah ladang perjuangan bagi kamu, karena masih banyak ladang perjuangan yang belum banyak digarap orang.

Untuk mengetahui hikmah di balik peristiwa yang terjadi diperlukan kejernihan pikiran dan kelapangan hati, karena hikmah laksana permata yang ada ditengah-tengah lumpur. Orang yang pandai mengambil hikmah dari setiap peristiwa adalah orang yang hidupnya bahagia, karena dia melihat segala sesuatu tidak dari satu arah, tetapi dari berbagai arah. Sebagai contoh, ungkapan yang sering kita dengar, atau bahkan kita sendiri pernah mengalaminya seperti “untung saya tidak jadi naik peasawat pertama yang ke Jogja, kalau jadi mungkin juga saya jadi korban kecelakaan pesawa tersebut.” Kata salah satu pembicara dari Kakarta dalam seminar di UGM pada hari terjadinya kecelakaan pesawat di bandara Adi Sucipto. Atau perkataan yang lain “waktu hendak pilang ke Kalimantan, untungnya duit saya hilang di semarang, sehingga saya harus kembali ke Yogyakarta. Coba kalau duait saya tidak hilang, pastilah kini saya masuk daftar korban kecelakan kapal.” Itu hanya beberapa missal saja, masih banyak yang barangkali lebih kecil mapun lebih besar dari kejadian semacam itu. Karena itu, Allah mengajarkan kepada hamba-Nya untuk selalu berprasangka baik kapada-Nya.

Keempat, sesungguhnya apa yang terjadi pada diri kita adalah ujian. Masihkahkita ingat kepada Allah saat diuji dengan kesengsaraan? Masih ingatkatkah kita kepada Allah saat kita diuji dengan kesenangan? Menjadikan manusia susah atau senang, kaya atau miskin, menang atau kalah sesungguhnya sangat mudah bagi Allah. Dia menjelaskan bahwa musibah yang menimpa manusia adalah untuk melihat ketakwaan seseorang, dan “supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al-Hadid: 23).

Allah mengajarkan kepada kita agar tidak terlalu menyesali apa yang telah lalu, apa yang telah hilang dari kita, entah itu waktu, harta benda maupun jiwa, karena itu adalah sifat dunia, yaitu fana, tidak abadi. Yang telah hilang biarlah dia hilang, janganlah dia terlalu difikirkan, karena hal itu akan menguras energi kita sehingga kita tidak bisa fokus lagi dalam beraktifitas. Dampaknya adalah justru semakin banyak kehilangn kita. Seandainya kegagalan menjadi caleg terus disesali, ditangisi, hasilnya adalah depresi, tekanan yang berujung pada gangguan kejiwaan. Dan apa bila orang telah mengalami gangguan kejiwaan dia juga akan mengalami gangguan spiritual keagamaan.

Sebaliknya, Allah SWT juga mengajarkan kepada kita, jika kita memperoleh apa yang kita inginkan, janganlah kita terlalu berbahagia, terlalu gembira, sehingga melupakan rasa syukur kita kepada Allah. Orang yang terlalu berbahagia biasanya akan berlanjut kepada kesombongan, membanggakan diri. Orang yang demikian akan mudah lupa kepada Allah. Gagal menjadi anggota dewan tidaklah harus disesali berlebihan, begitu juga terpilih menjadi anggota dewan janganlah terlalu bergembira. Amanah rakyat telah menanti. Jadi, baik orang yang berduka cita berlebihan dan orang yang bergembira secara berlebihan, keduanya akan mudah melupakan Allah. Barang siapa melupakan Allah, maka Allah akan melupakannya. Itu adalah janji Allah. Dan tidak ada yang melupakan kan Allah, kecuali orang yang tidak memfungsikan hati dan fikirannya. Dan inilah orang yang mengalami gangguan kejiwaan.

Di sinilah pentingnya mengingat Allah pada saat sebelum melakukan suatu pekerjaan, saat melakukannya maupun sesudahnya dan seterusnya. Dengan selalu mengingat-Nya, maka insya Allah kita tidak akan mengalami gangguan kejiwan seperti depresi dan stress, seberat apapun persitiwa yang terjadi kepada kita. Wallahu a’lamu bihshsowab.