SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Rumahku Surgaku

Rumah bukan hanya tempat berteduh dari sengat matahari dan derasnya hujan, tetapi ia juga tempat bertumbuh rasa kasih sayang, tempat kembali bersama kehangatan keluarga.

Allah Maha Pemurah

Burung yang keluar dari sangkarnya dengan perut kosong, akan kembali di sore hari dengan perut kenyang. Sungguh Allah Maha Pemuerah kepada semua makhluk-Nya.

Di Atas Langit Masih Ada Langit

Langit hanyalah batas dari ketidakmampuan pandangan mata kita, namun akanl dan iman kita akan selalu mengatakan bahwa masih ada langit di atas langit yang kita lihat.

Jalan Hidup

Jalan hidup tak selamanya datar. kadang ia menaik-turun, berliku dan terjal. Hanya pribadi yang kuatlah yang mampu menempuh jalan itu.

Lebah

Ia hanya makan dari sesuatu yang bersih dan bergizi sehingga ia menghasilkan sesuatu yang bersih dan bergizi pula. ia tak pernah merusak saat mencari makan. ia ada untuk bermanfaat.

Kamis, November 08, 2012

Rasa Sunyi

Aku akan memulai tulisan ini dengan subauh tanya: “pernahkah kau merasa tidak pernah merasa sepi?” Aku tahu itu adalah lirik sebuah lagu, namun aku tidak tahu lagu siapa itu. yang aku tahu lagu itu adalah soundtrack sebuah film “Mengejar Mas-mas”. Jadi kalo Anda penasaran, cari saja! Yang jelas aku tergelitik oleh pertanyaan itu saat aku nonton sebuah talkshow Just Alvin (tentu saja, peristiwa yang aku alami belakangan ini juga salah satu penyebab pertanyaan itu). pertanyaan Alvin mirip-mirip dengan pertanyaan di atas. Nara sumber pun menjawab, ia tidak pernah merasa sepi. Aku pun bertanya dalam hati, apa iya?

Aku tidak menuduh nara sumber pada acara Just Alvin sebagai pembohong, karena aku yakin pengalaman orang memang beda-beda. Apa lagi ini tentang rasa yang tentunya sangat subjektif sekali.
Obrolan tentang rasa sunyi ini memang tidak sebanyak obrlan tentang rasa cinta. Namun ada saja orang yang membicarakannya, bahkan mengindentikan dirinya dengan rasa ini. Salah satu contoh adalah adalah temanku yang penyaair menjadikan Keradjaan Sunyi sebagai nama situs pribadinya. “ di sinilah aku bersemayam”, ujarnya. Memang sebagian penyair menjadikan kesunyian sebagai inspirasi puisi-puisinya. Mungkin yang lain masih ada, namun hanya itu yang aku tahu.


Ah, apa sih sunyi situ? Mungkin pertanyaan itu perlu dijawab terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan pertama.


Berbicara tentang definisi, biar lebih absah akan aku ambilkan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia saja (KBBI) biar kita tidak terlalu berdebat. Kalo mau berdebat, debatlah si penysun kamus.
Dalam KBBI edisi IV disebutkan sunyi adalah tidak ada bunyi atau suara apa pun; hening; senyap. Jadi kira-kira jika Anda mendapatkan diri Anda tidak mendengar suara apa pun, itulah sunyi. Namun gini, ketika aku berada di tengah hutan pada malam hari sendirian apakah itu berarti aku dalam kesunyian? Jika yang dikatakan sunyi itu tidak ada suara, bukankah saat itu ada suara, seperti suara jangkrik, suara burung hantu atau suara angin yang bertiup menggerakkan daun-daun. 


Ya, aku setuju denganmu. Suara-suara yang dimaksud di sini adalah suara manusia. Suatu suasana dikatakan sunyi jika telinga kita tidak menangkap suara-suara manusia. Semisal saat kita terbangun dini hari, saat manusia tertidur, saat itulah kita merasa sunyi.


Tapi gini, aku pernah gak sampean merasa sepi padahal banyak orang di sisi sampen. Seperti lagunya Dewa “di dalam keramaian aku masih merasa sepi”. Jika pernah, berarti kesunyian tidak semata-mata keberadaan orang-orang di sekitar kita, yang lebih penting lagi adalah kehadiran. Karena sering kali orang yang ada di sekitar kita tidak menghadirkan jiwanya kepada kita. Atau kadang kita sendiri yang tidak menghadirkan diri kita di tempat kita berada itu. jiwa kita entah melayang kemana. Dengan demikian, rasa sunyi adalah ada tidaknya orang-orang di dalam jiwa (perhatian) kita. Lebih khusus lagi, orang-orang itu adalah orang-orang yang dekat dalam kehidupan kita (kita sayangi). Rasa sunyi ada ketika kita ditinggal pergi orang-orang yang kita cintai.


Kembali ke pertanyaa awal, pernahkah kau merasa tidak pernah merasa sepi? Jawabku, tidak. Aku tidak pernah tidak pernah merasa sepi. Dalam kata lain, aku pernah merasa sepi. Mungkin juga sering. Bagaimana denganmu?

Kamis, Agustus 09, 2012

JALAN YANG TAK SUNYI


 Ada yang mengenalnya sebagai seorang budayawan. Ada yang mengenalnya sebagai seorang penyair. Ada yang mengenalnya sebagai seorang penyanyi. Ada yang mengenalnya sebagai seorang aktivis sosial. Ada orang yang mengenalnya sebagai seorang kiai mbeling. Begitulah orang mengenal sosok Muhammad Ainun Najib atau yang lebih dikenal dengan Emha atau Cak Nun. Tak ada yang salah dengan kesemuannya itu, karena memang Emha melakoni hal-hal tersebut. bahkan bagi sebagain orang Emha adalah seorang mursyid, penunjuk jalan pulang, meski Emha sendiri tidak pernah mau dirinya disebut mursyid. Baginya, ia adalah rembulan yang memantulkan cahaya matahari ke bumi sehingga bumi menjadi terang oleh cahaya ilahi.

Minggu, Juli 01, 2012

SAYEMBARA MENULIS NOVEL DEWAN KESENIAN JAKARTA 2012

Untuk merangsang dan meningkatkan kreativitas pengarang Indonesia dalam penulisan novel, Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) kembali menyelenggarakan Sayembara Menulis Novel. Lewat sayembara ini DKJ berharap lahirnya novel-novel terbaik, baik dari pengarang Indonesia yang sudah punya nama maupun pemula, yang memperlihatkan kebaruan dalam bentuk dan isi. Adapun persyaratannya adalah sebagai berikut.

Ketentuan Umum
• Peserta adalah warga negara Indonesia (dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk atau bukti identitas lainnya).
• Peserta boleh mengirimkan lebih dari satu naskah.
• Naskah belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apa pun, baik sebagian maupun seluruhnya.
• Naskah tidak sedang diikutkan dalam sayembara serupa.
• Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik.
• Tema bebas.
• Naskah adalah karya asli, bukan saduran, bukan jiplakan (sebagian atau seluruhnya).


Ketentuan Khusus
• Panjang naskah minimal 150 halaman A4, spasi 1,5, Times New Roman ukuran 12.
• Peserta menyertakan biodata dan alamat lengkap pada lembar tersendiri, di luar naskah.
• Empat salinan naskah yang diketik dan dijilid dikirim ke:
Panitia Sayembara Menulis Novel DKJ 2012
Dewan Kesenian Jakarta
Jl. Cikini Raya 73
Jakarta 10330
• Batas akhir pengiriman naskah: 30 Agustus 2012 (cap pos atau diantar langsung).

Lain-lain
• Para Pemenang akan diumumkan dalam Malam Anugerah Sayembara Menulis Novel DKJ 2012 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada bulan Desember 2012.
• Hak Cipta dan hak penerbitan naskah peserta sepenuhnya berada pada penulis.
• Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat dan tidak diadakan surat-menyurat.
• Pajak ditanggung pemenang.
• Sayembara ini tertutup bagi anggota Dewan Kesenian Jakarta Periode 2009-2012 dan keluarga inti Dewan Juri.
• Maklumat ini juga bisa diakses di www.dkj.or.id.
• Dewan Juri terdiri dari kalangan sastrawan dan akademisi sastra.

Hadiah
Pemenang Utama : Rp. 20,000,000,-
Empat Unggulan : @ Rp.4,000,000,-

Kamis, Juni 28, 2012

Guru: Mengajar itu Memanusiakan

Judul buku : Gurunya Manusia
Penulis : Munif Chatib
Penerbit : Kaifa, Bandung.
Tahun : Pertama, Mei 2011
Halaman : xx + 253

Apa yang menjadi faktor terpenting dalam kemajuan sebuah bangsa? Jawabannya adalah pendidikan. Dua negara maju saat ini bisa kita jadikan sebagai rujukan, yaitu Amerika Serikat dan Jepang. Kemajuan dua negara tersebut tidak bisa dipisahkan dari baiknya sistem pendidikan yang mereka miliki. Pendidikan menjadi prioritas utama mereka, karena mereka sadar bahwa tanpa adanya sistem pendidikan yang baik, tidak akan lahir generasi yang unggul yang dengan ilmu pengetahuannya dapat menguasai sendi-sendi kehidupan ini.

Lalu apa yang menjadi faktor terpenting dalam pendidikan? Tak lain dan tak bukan adalah guru. Guru adalah orang yang menentukan kualitas sebuah generasi, karena dari dan oleh merekalah ilmu pengetahuan dan nilai ditransfer kepada sebuah generasi. Bukan suatu yang mengherankan jika sesaat setelah pengeboman yang meluluhlantakkan Nagasaki dan Hiroshima tahun 1945, Kaisar Hirohito dalam pidatonya menanyakan jumlah guru yang selamat. Tak lain karena sang kaisar sadar bahwa guru adalah tulang punggung kemajuan suatu bangsa. Hingga kini, guru mendapat perhatian yang tinggi di negara tersebut. 


Hal yang sama juga terjadi di Finlandia. Menyadari akan peran penting guru bagi kemajuan bangsanya, Finlandia menempatkan guru sebagai profesi terhormat. Pemerintah Filnlandia menempatkan angggaran pendidikan pada prioritas utama, dan yang paling besar adalah untu gaji guru. Konsekwensinya, seseorang harus bersaing ketat untuk masuk pada jurusan pendidikan. Dengan demikian kualitas guru di negara tersebut sangat terjaga. Lalu, bagiamana dengan kualitas pendidikan dan guru di Indonesia?
 

Harus diakui bahwa kesadaran akan peran penting pendidikan bagi kemajuan sebuah bangsa yang perlu mendapat prioritas utama masih belum terbangun di negeri ini. Pemerintah, dengan berbagai alasan, belum berani menjadikan pendidikan sebagai investasi terbesarnya, dengan demikian guru masih menjadi profesi tingkat rendah di negeri ini, apalagi jika dibandingkan dengan profesi-profesi lainnya seperti pegawai bank atau pegawai kantoran. Banyak yang menjadi guru lantaran tidak diterima di bidang lain. Mau tidak mau, hal ini akan berdampak pada kualitas guru.
 

Stereotip di atas hanya satu permasalahan dari segunung permasalahan keguruan di tanah air ini. Permasalahan yang lain adalah dari dalm diri guru sendiri. Masih banyak guru yang mengajar dengan menggunakan paradigma lama yang menganggap anak sebagai tong kosong yang perlu diisi dengan air (banking system learning). Anak tak ubahnya sebuah robot yang menerima program begitu saja tanpa ada penolakan. Permasalah yang lain adalah rendahnya komitmen para guru. Tidak sedikit guru yang hanya sekedar menyampaikan materi tanpa memedulikan apakah anak paham atau tidak terhadap materi tersebut, karena yang terpenting materi akan habis di akhir semester. Begitulah yang dilakukan sepanjang semester sepanjang tahun. Ditambah lagi dengan metode mengajar yang monoton yang tidak menumbuhkan keinginan anak untuk memahami pelajaran tersebut.
Dengan kondisi guru seperti di atas, maka pendidikan Indonesia masih jauh untuk bisa dikatakan maju atau berkualitas. Akibatnya hingga saat ini indeks pembangunan manusia Indonesia masih di bawah negara-negara tetangga yang dari usia lebih muda dari kita. Bahkan dari dua hasil penelitian berbeda yang dihimpun oleh seorang konsultan pendidikan, Indonesia menempati urutan keempat dari bawah pada penelitan pertama dan urutan kedua dari bawah pada penelitian kedua. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali dengan meningkatkan kualitas pendidikan kita. Itu berarti meningkatkan kualitas para guru dan mencetak guru-guru profesional, karena hanya guru profesionallah yang mampu melakukan sebuah transformasi. Lalu seperti apa guru profesional tersebut?
 

Munif Chatib, seorang konsultan pendidikan dan pakar Multiple Intelligences (sebuah teori yang saat ini menjadi landasan pendidikan hampir di seluruh dunia), menggambarkan guru profesional itu dalam bukunya Gurunya Manusia; Menjadikan Semua Anak dan Semua Anak Juara, dengan satu profil yaitu Gurunya Manusia. Menurut Munif, Gurunya Manusia adalah guru yang fokus kepada kondisi peserta didik. Semakin banyak data dan informasi tentang kondisi peserta didik, akan semakin memudahkan guru masuk ke dunia siswa (hal. xviii). Dan syarat utama untuk menjadi Gurunya manusia adalah ia tidak pernah berhenti belajar (hal. 64), karena dengan terus belajar inilah seorang guru dapat terus mengembangkan kemampuannya.
Munif Chatib menuliskan setidaknya ada tiga kata kunci yang harus tertanam pada Gurunya Manusia., yaitu paradigma, cara dan komitmen. Dan ketiga kata kunci itu bisa dijabarkan dalam enam hal:
 

Yang pertama, guru harus mempunyai cara pandang bahwa yang diajar adalah manusia yang tak lain adalah makhluk dinamis, dan setiap anak adalah juara, setiap anak mempunyai potensi kebaikan, dan kemampuan anak berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian tidak ada anak yang bodoh. Paradigma ini telah dijelaskan panjang lebar oleh Muif dalam bukunya yang pertama, Sekolahnya Manusia (Kaifa:2009). Kedua, guru harus mempunyai cara pandang bahwa mengajar adalah pekerjaan seni tingkat tinggi yang harus dilakukan dengan hati. Ketiga, guru harus memahami kemampuan dalam arti luas. Kemampuan siswa tidak dipahami hanya dalam artian sempit saja, yaitu kognitif, tetapi juga harus diakui kemampuan psikomotorik dan afektifnya. Keempat, gurunya manusia harus menjadi “penyelam” untuk terus mencari kemampuan siswa. Hal ini di dasari oleh cara pandang bahwa setiap siswa adalah juara. Tugas guru adalah menggali potensinya sampai ia menemukan kemampunnya dan setelah ketemu guru lalu menjadi katalisator (pemantik) kemampuan siswa tersebut.
 

Kelima, Gurunya Manusia adalah guru yang mengajar dengan cara menyenangkan. sekolah bukanlah penjara bagi siswa, melainkan arena anak untuk belajar. Dan belajar yang baik adalah ketika pelajaran itu masuk kedalam memori jangka panjang (long term memory) siswa. Hal itu bisa terjadi jika proses pembelajaran berlangsung dengan cara yang menyenangkan. Dan yang keenam, Gurunya Manusia adalah sang fasilitator. Gurunya Manusia sadar bahwa subjek belajar yang utama adalah siswa. Sebagai subjek, siswa tidak boleh dibiarkan pasif, mereka harus terlibat aktif dalam pembelajaran. Dengan enam modal dasar tersebutlah, seseorang dapat menjadi guru profesional atau Gurunya Manusia. 

Namun seakan belum puas membekali para guru dengan enam modal dasar menjadi Gurunya Manusia tersebut, dalam buku ini Munif juga memberikan strategi-strategi pembelajaran dengan Multiple Intelligences, bagaimana cara mendesain pelatihan guru dan kiat-kiat praktis bagaimana menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) yang kreatif. Untuk itu, buku ini layak menjadi bacaan wajib tidak hanya para guru, kepala sekolah, pengurus yayasan dan praktisi pendidikan lainnya, tetapi juga bagi para pengambil kebijakan di negeri ini.

Rabu, Juni 27, 2012

Tampilan Blog

Ketika saya Blog Walking (BW) ke beberapa blog orang terkenal, salah satunya Armahedi Mahzar, saya melihat template-nya (tampilan) biasa-biasa saja. Mungkin bagi Armahedo, dan mungkin juga bagi sebagaian orang, penampilan blog tidaklah begitu penting. Yang terpenting adalah konten dari blog itu sendiri.

Tidak salah memang berpikir subtansialis, namun kita juga harus ingat semboyan ekonomi, “orang tidak hanya membeli isi, tetapi juga membeli kemasannya. Saya kira itu pula yang berlaku di dunia blogging. Orang tidak hanya melihat dari konten, tetapi kadang orang singgah hanya untuk melihat penampilan blog. Atau orang yang semula tidak berminat membaca namun keran melihat tampilannya menarik, orang pun jadi tertarik membaca. Bukankah salah satu kebahagian penulis adalah ketika tulisannya dibaca orang?
 
Merubah dan memperindah tampilan blog selain memili manfaat untuk orang lain seperti di atas, juga bermanfaat bagi pemilik blog itu sendiri. Dengan tampilan yang baru dan menarik, sang pemilik blog akan merasa terpuaskan juga. Di sisi lain, dengan penampilan yang baru akan memotivasi seorang blogger untuk menuangkan gagasan-gagasan bermutunya. Masak tampilan blognya bagus isinya gak mutu, apa lagi kalau sampai tidak pernah di-update. Malu kan!
 
Baik isi maupun tampilan haruslah serasi. Ibarat orang, template adalah baju. Jangan sampai baju kita ganti, namun otak kita Dengan demikian, blogging pun menjadi seuatu yang bermanfaat. Meskipun belum bisa bernilai ekonomis, setidaknya seorang blogger mendapatkan kepuasan spitual saat menuangkan gagasannya dalam tulisan dan saat tulisannya dibaca orang.
Akhirul kalam, MET BLOGGING.

Berteman Tanya

Satu perjalanan telah dimulai
Perjalanan yang panjang
Tujuan telah ditetapkan
Arah telah ditentukan
Adakah yang berkenan berjalan di sisiku?

Tanya itu menggema
Tanya itu terbawa
Langkah itu terukir
Dalam setiap jejak langkahku
Dalam setiap tetes keringatku
Lalu menguap bertransformasi menjadi gelombang
Gelombang menjadi energi
Energi merambat sampai entah kepada siapa
Hanya Tuhan yang tahu
Yang kau tahu
Perjalannku kini hanya ditemani sebuah tanya

29/09/2011





Hening Bening

Adzan magrib berkumandang
Matahari pulang ke peraduan
Aku pulang pada keheningan malam
Dalam hening aku temukan kebeningan

Kamera Allah dan Kamera Manusia

Tulisan ini telah dimuat di Bulletin Jumat Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta dan dalam Buku "Apa Kabar Islam Kita", terbitan MJS Press 2013

Saat menjadi mahasiswa, saya sering diminta untuk memandu pelatihan mahasiswa. Bagi saya memandu sebuah pelatihan adalah suatu hal yang menyenangkan, karena selain saya dapat mentransfer pengetahuan saya, saya juga dapat belajar lebih banyak hal lagi. Namun ada hal lain yang bersifat eksterna yang membuat saya senang, yaitu saya bisa mengaktualisikan hobi saya: bermain kamera. Dengan kamera saya bisa mengambil gambar peserta (baik berupa video maupun foto). Hasil jepretan dan shoot saya itu kemudian saya edit dan saya tayangkan setelah seremonial penutupan. Wal hasil, para peserta pelatihan pada tertawa melihat gambar-gambar mereka.

Tentulah tidak semua peristiwa dalam pelatihan tersebut bisa saya abadikan. Hanya beberapa peristiwa “yang menarik” saja yang saya ambil seperti penjelasan pemateri yang unik, aktivitas peserta yang bersemangat, saat mereka makan bersama atau saat ada yang tertidur saat pemateri sedang sibuk dengan segudang teori. Bagi saya, peristiwa-peristiwa itu sangat eksotik untuk didokumentasikan dan dikenang.

Rambut boleh sama hitam, tapi isi kepala pasti beda. Itu pula yang dapat saya tarik kesimpulan saat saya mengoprasikan kamera saya. Ekspresi tiap orang berbeda-beda. Jika mau digolongkan, setidaknya ada tiga tipe orang dalam menghadapi kamera. Yang pertama, orang tersebut tidak sadar bahwa dirinya sedang diabadikan dalam sebuah video. Orang seperti ini akan berbuat sesuai dengan kesadaran dia yang alamiah. Yang kedua, orang yang sadar bahwa dirinya sedang diabadikan dengan kamera, namun ia mengacuhkannya, tidak peduli dengan keberadaan kamera tersebut. Sementara yang ketiga adalah orang yang sadar kamera. Ia sadar bahwa ia sedang direkam dan kemudian bertingkah sebaik mungkin agar gambarnya nantinya tidak mengecewakan.
 
Saat hasil rekaman itu ditayangkan, berbagai reaksi pun muncul. Seperti yang saya katakan di awal, kebanyakan mereka tertawa. Namun di balik tawa itu ada bermacam rasa yang hadir. Bagi tipe orang yangpertama, ia mera kaget karena ia baru tahu bahwa sebenarnya saat pelatihan tersebut ada yang mengabadikan tingkah lakunya. Bisa jadi ada rasa kesal pada orang yang mengambil gambar yang tidak bilang-bilang saat mau mengambil gambar. Seandainya saja di tahu, mungkin dia akan bertingkah selayaknya tokoh protagonis.
 
Tipe orang yang kedua, dia baru sadar ternyata gambar-gambar dia akan ditayangkan. Dia pun menyesal karena sebenarnya dia tahu, namn dia mengabaikannya. Dan orang yang ketiga dia merasa bahagia, karena gambar yang tayang adalah gambar yang bagus-bagus meski tidak diedit lagi. Dengan demiian dia tidak perlu malu lagi.
 
Saya ingin menarik keluar sedikit cerita saya di atas. Kemajuan teknologi saat ini sangat pesat. Setiap detik ada penemuan ilmiah yang sangat mengagumkan. Salah satu penemuan yang canggih itu adalah satelit kamera. Satelit ini bisa mengambil gambar dari luar angkasa yang kemudian di transfer ke bumi. Dengan teknologi semacam ini, seseorang bisa mengetahui keberadaan orang lain di muka bumi ini. Alat ini biasanya digunakan untuk mematai-matai orang yang dianggap sebagai musuh. Namun teknologi ini masih kurang jeli, karena seringkali ia kehilangan objek disebabkan oleh siatuasi alam.
 
Berbeda dengan teknologi di atas, ada kamera yang merekam dengan sangat detail setiap kehidupan manusia, bahkan sejakk ia masih dalam kandungan. Kamera ini tidak akan rusak dan ia tidak akan salah dalam mengambil gambar. Ia juga tidak terpengaruh dengan posisi objek. Kamera tersebut bisa bernama al-Bashir, al-‘Alim maupun al-Muhith. Kamera itu adalah “Mata” Allah. Sebagaiman dokumentasi pada pelatihan di atas, hasil rekaman ini juga akan di tayangkan pasca seremoni penutupan kehidupan dunia. Bedanya ia tidak diedit dan hanya sang pemain itu sendirilah yang menyaksikannya. Dengan demikian ia tak perlu malu dengan orang lain. Ia hanya perlu malu kepada dirinya sendiri, dan tentu saja kepada Sang Pembuat video tersebut. jika video pelitahian di atas tidak memengaruhi apakah ia lulus pelatihan atau tidak, sialnya video ini akan sangat memengaruhi kelulusannya. Jika rekamannya baik, maka ia lulus dan berhak untuk tinggal di sebuah istana di surga. Namun jika rekamnnya buruk, ia harus mampir di nereka. Bisa sejenak, bisa lama, bisa juga untuk selama-lamanya. Seratus persen itu tergantung dari cara ia berakting dalam film kehidupan.
 
Beruntunglah orang yang sadar kamera, karena ia akan merasa terus diawasi. Dengan demikian ia akan bertingkah sebaik mungkin layaknya seorang bintang film layar lebar. Dan kesialanlah bagi orang yang tidak (mau) sadar akan kamera agung Allah. Yang ia dapat hanyalah rasa malu dan penyesalan diri. Lalu bagaimana agar kita tidak malu nanti di hadapan Sang Pengadil? Caranya adalah, miliki rasa malu itu sejak saat masih di dunia ini. Malu kepada diri sendiri, malu kepada orang lain dan malu kepada Allah. Malu jika kita berbuat keburukan. Malu jika kita berakting tidak sesuai dengan keinginan Sang Sutradara. Rasa malu itu yang akan menyelamatkan kita. Rasa malu itu pula yang membuat manusia menjadi terhormat. Jika rasa itu telah hilang, maka manusia akan jatuh dalam lubang kehinaan, manusia akan menjadi seperti binatang, atau bahkan lebih buruk. Jika kamu tidak merasa malu berbuatlah sesukamu, kata Nabi.
 
Jika kita melihat kondisi bangsa ini tentu kita merasa prihatin. Hampir setiap hari kita disuguhi oleh berita kekerasan yang terjadi di mana-mana. Di sisi lain para penguasa negeri ini berebut kue kekuasan dengan menghalalkan segala cara. Korupsi terjadi dari tingkat pusat sampai tingkat RT. Jika dulu orang merasa malu melakukan kesalahan, sekarang kata malu itu menjadi tabu.
 
Adanya korupsi tak lain karena telah hilangnya rasa malu sang koruptor tersebut, baik malu pada diri sendiri, orang lain maupun pada Allah. Selain itu ia juga kehilangan kesadarannya bahwa “kamera” Allah selalu merekamnya. Pun demikian, orang yang membuang sampah sembarangan juga orang yang telah kehilangan rasa malu dan kesadarannya. Itulah mengapa Nabi mengatakan bahwa malu itu separo dari iman. Artinya orang yang telah kehilangan rasa malunya ia telah kehilangan separo imannya. Sedangkan surga hanya untuk orang-orang yang berimana secara sempurna (kamil).

Film apa yang mau kita tonton saat menanti Pengadilan Tertinggi nanti? Apakah film yang berkualitas yang pemainnya bermain sesuai dengan instruksi Sang Sutradara? Atau film yang pemainnya bermain asal-asalan karena tidak pernah membaca naskah dan mengikuti instruksi Sang Sutradara? Pilihan itu semuanya terserah Anda. Namun sekedar mengingatkan, telah banyak orang yang semula dianggap terhormat harus hancur karir dan kehidupan keluarganya karena “film buruknya” diputarkan oleh Allah di dunia ini.
 
Sebagai kata pentup, saya nukilkan doa dari Ali bin Abi Thalib kw. Yang diajarkan kepada Sabahat Kumail: wahai pelindungku, betapa banyak kejelekan yang Engkau tutupi,...., betapa banyak pujian baik yang tidak layak bagiku telah engkau sebarkan,....,janganlah Engkau ungkap dengan pantauan-Mu rahasiaku yang tersembunyi, janganlah Engkau segerakan siksa atas perbuatanku dalam kesendirianku.

Jangan Berteriak...!!!

“Diaaaaaaaaaaaaaam! Jangan terraik-teriak”, teriaku.
Kelas itu tiba-tiba hening, sehingga suara seorang anak yang berbicara langsung terdengar jelas.
“Tuh, mr. yang teriak”, kata Figo, anak yang aku teriaki untuk tidak berteriak.

Peristiwa itu terjadi saat pelajaran berlangsung setelah istirahat makan siang dan salat zuhur. AC yang tidak bekerja dengan baik menyebabkan ruangan kelas terasa panas. Di luar matahari baru sedikit bergeser dari atas kepala. Dalam suasana panas itu pembelajaran yang harus berlang dengan metode perorangan membuat suasana kurang kondusif. Anak-anak yang telah selesai dengan tugasnya membuat aktivitas sendiri. Kondisi itu tentu saja membuat konsentrasi saya terpecah. Ditambah lagi beberapa siswa kelas 2A tersebut memang mempunyai kebiasaan berteriak saat memanggil temannya atau saat merasa terganggu oleh teman-temannya. Saat itulah saya juga berteriak meminta mereka untuk diam sebagaimana di atas.

Ada dua hal yang ingin saya tulis di sini, yaitu tentang egosentris dan imitatif

1. Ego
Masa-masa keemesan (golden age) seorang anak sangat mudah menyerap informasi yang datang dari luar dirinya. pada golden age ini (0-8 tahun), menurut Frued, kontrol anak masih pada ego mereka. Artinya, anak masih menginginkan bahwa segala sesuatunya mesti berpusat kepada dia. Untuk itu, apa pun akan ia lakukan untuk menarik perhatian orang-orang di sekitar mereka. Saat anak-anak ini berbicara dengan teman sebaya mereka, bisa dipastikan tak akan ada yang mau mengalah. Masing-masing ingin pendapatnya didengar. Itulah buktinya.

Keinginan seorang anak agar dirinya menjadi pusat perhatian adalah sesuatu yang alamiah. Namun demikian hal tersebut bisa menjadi bumerang bagi perkembangan anak jika orang tua tidak memahaminya. Yang pertama: orang tua melakukan hal yang dianggap baik untuk anak dengan sangat ketat membatasi keinginan anak. Padahal hal tersebut justru menghambat perkembangan anak, karena rasa ingn tahu mereka harus tersumbat.

Kedua: orang tua sangat memanjakan anak, sehingga anak semakin bossy. Hal ini akan diperparah jika orang tua salah memilih pengasuh anak. Karena anak akan semakin bossy. Ini yang biasanya menumbuhkan sikap ingin menang sendiri, berteriak-teriak jika mempunyai keinginan.


2. imitatif
Saya ingin mengutip pepatah lawas “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Mungkin itu untuk menggambarkan peristiwa di awal tulisan ini. Memang saat itu siswalah yang berteriak terlebih dahulu, saya hanya akan menenagkan. Namun ketika anak berteraik dan kita juga berteriak, maka yang muncul adalah anak mendapatkan pembenaran terhadap apa yang ia lakukan. Itu dibuktikan oleh perilaku yang sama yang dilakukan oleh guru.


Dari persitiwa siang itu dan juga potongan dari film Nanny mcPhee di mana seorang ibu berkata pada anaknya untuk tidak berteriak dengan si ibu sendiri yang berteriak, saya mulai berpikir untuk mencari metode lain. Saya tidak langsung “menangani” anak tersebut, tetapi partnernya lah yang saya tangani terlebih dahulu, karena ia lebih mudah dikontrol. 


Cara yang lain adalah dengan bermain freezer, menjadi patung dan bertanya “suara siapa yang terakhir?”. Ternyata cara itu cukup efektif. Memang kadang siswa itu masih berteriak, namun karena tidak mendapatkan respon dari temannya yang lain, teriakannya menjadi berkurang. Bahkan kadang teman kelasnya yang mengingatkan agar dia tidak berteriak dan mengganngu temannya. Yang membuat saya lebih takjub, anak kelas dua itu membuat kesepakatan: bagi orang yang berteriak dan mengganggu orang lain akan berdiri di depan kelas sampai matapelajaran saat itu selesai.
Memang, mendidik memerlukan sebuah kesabaran.

Senin, Mei 21, 2012

Surat Kedua untuk Calon Istriku.

Assalamu’alaikum wr. wb.
Calon istriku. Maaf aku kirim lagi surat untukmu. Bisa dibilang ini adalah sedikit revisi dari suratku yang dauhulu. Aku tak tahu apakah engkau telah membacanya atau belum, namun aku sedikit cerobah, suratmu dibaca oleh kaummu. (wajar aja lagi, orang suratnya diposting di blog).

Ada beberapa kritik kepada suratku itu. Dan saat engkau membacanya, mungkin engkau akan mengajukan kritik yang sama. Untuk itu, aku kirimkan surat ini kepadamu.

Calon istriku.
Dalam kritikku itu, ada yang mengatakan pemikiranku telah berubah menjadi patriarkhi, tidak seperti dulu lagi. Saat aku membca ulang surat itu, emang sih akau merasa gitu. Aku setuju dengan apa yang dikatakan oelh kritikus itu.
 
Calon istriku...
Pada dasarnya, yang aku inginkan adalah saling pengertian dan saling menguatkan. Kita saling mengisi kekurangan satu sama lain. Bekerja sama dalam setiap peri kehidupan kita. Karena itulah yang bisa melanggengkan sebuah keluarga. Aku tak bisa jalan sendiri, untuk itu aku butuh teman.
 
Itu saja surat keduaku ini. Terimakasih.
 
 Wassalamu’alaikum.

Kamis, April 26, 2012

Surat untuk Calon Istriku

Assalamu’alaikum wr. wb.

Calon istriku, sebelumnya aku ingin menceritakan sesuatu. Akankah engkau menyimaknya? Kuharap demikian.
Belakangan ini aku diselimuti oleh satu pertanyaan, pertanyaan yang memaksaku untuk merenung, bermuhasabah. Satu pertanyaan yang bagi sebagian orang mungkin sangat mudah. Atau mungkin pertanyaan yang tidak pernah dipertanyakan lagi.

“Sudahkah waktuku untuk menikah?” Itulah pertanyaan yang hadir dalam renung hatiku. Itulah pertanyaan membuatku tersadar akan keberadaanku.

Calon istriku.
Bukan aku tidak tahu bahwa menikah adalah perintah agama. Bukan aku tidak tahu bahwa menikah adalah sunah Rasulullah saw, dan barang siapa tidak mengikuti sunahnya maka ia bukanlah umat Rasulullah. Aku pun tahu bahwa menikah adalah ibadah. Aku tahu itu. Namun ada satu yang masih mengganjal dalam diriku. Aku teringat janji Allah yang menciptakan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik, dan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik pula. Pertanyaan pun tumbuh lagi dalam hatiku: “sudahkah aku menjadi lelaki yang baik sehingga aku layak menjadi pendamping hidupmu? imam bagimu dan anak-anakmu?”.

Calon istriku.
Aku sadar aku bukan manusia sempurna. namun aku akan selalu berusaha untuk menjadi sempurna. Meski aku sadar sangat sukar untuk menjadi sempurna. Untuk itu aku berharap hadirmu di sisiku akan membuatku menjadi sempurna. Termasuk menyempurnakan agamaku.

Calon teman perjalananku.
Perlu engkau ketahui, perjalanan bahtera rumah tangga yang akan kita lalui sangatlah panjang. Sebagai nahkoda, aku butuh bantuanmu untuk mengingatkan akan arah tujuan bahtera ini, mengingatkanku jika aku lupa arah. Agar kita bisa sampai pada tujuan kita. Tentu saja laut tak selalu tenang. Mungkin akan ada gelombang tinggi, mungkin akan ada badai yang menerjang bahtera kita. Jika itu terjadi, aku hanya berharap padamu untuk bersabar dan selalu berpegang erat padi tali Allah sehingga tidak ada di antara kita yang terlempar dari bahtera ini dan hanyut dalam pusaran gelombang. Yakinlah badai pasti berlalu. Yakinlah segala coba yang mendera akan menjadikan kita lebih dewasa dan sempurna. Bukankah tawa dan duka laksana dua sisi kepingan uang logam yang sama?

Calon istriku.
Maafkan jika nanti aku belum bisa membahagiankanmu sebagaimana suami-suami lain membahagian istri-istri mereka. Namun aku akan selalu berusaha. Aku tak akan berhenti untuk menjadi yang terbaik. Maka bantulah aku meski hanya dengan senyummu.

Calon ibu dari anak-anakku.
Anak adalah permata bagi sebuah rumah tangga. Raga yang lelah sepulang kerja atau pikiran suntuk bercampur kantuk akan segera hialng saat kita memandang wajah lucu dan tawa mereka. Anak adalah amanah yang dititipkan kepada kita. Jika Allah berkenan memberikan amanah itu kepada kita nanti, aku minta kepadamu rawat dan didiklah mereka sebagaimana rasulullah tuntunkan. Ajarilah mereka bahwa hidup ini adalah anugrah dari Sang Pencipta, bahwa tujuan hidup ini tak lain hanya beribadah keada Allah. Ajarilah mereka mengenal-Nya. Ajarilah mereka cara menyapa-Nya. Ajarilah mereka bahwa kasih sayang-Nya lebih luas dari kemurkaan-Nya. Ajari pula mereka bahwa cinta akan mendamaikan dunia.

Tulang rusukku
Dalam setiap doaku aku akan bermohon agar kita segera dipertemukan dan dipersatukan dalam ikatan suci, mengarungi bahtera bersama, membangun surga kita. Dan tak lupa aku mengajakmu untuk bermunajat:

Ya Allah aku memohon cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu dan amal yang mendekatkanku kepada cinta-MU.
 
Ya Allah, jika boleh aku mencintai, maka izinkanlah aku mencintai orang yang mencintaimu sehingga kami dapat saling mencintai karena-Mu dan janganlah kau jadikan kecintaan antara kami lebih besar dari kecintaan kami kepada-Mu.
 
Ya Allah jika boleh aku merindu, izinkan aku merindu orang yang merindu-Mu. Dan janganlah Kau jadikan kerinduan di antara kami melebihi kerinduan kami untuk menatap wajah-Mu. 

Ya Allah kabulkanlah doa kami. Amin.
 
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Calon suamimu.

Senin, April 23, 2012

Guru Harus Adil

Sekolah di mana saya mengajar adalah sekolah yang menggunakan sistem 5 hari efektif. Dengan demikian pembelajaran untuk kelas 1 sampai jam 13.00, kelas 2 dan 3 sampai jam 13.45 dan kelas 4-6 serta SMP sampai dengan jam 16.00. hal ini dilakukan guna menutup hari sabtu yang dijadikan sebagai hari libur. Selain itu juga karena sekolah kami menamakan dirinya sebagai sekolah plus. Dengan demikian berbeda dengan sekolah negeri. Adapun yang menjadi nilai plus dari sekolah kami adalah agama Islam dan Bahasa Inggris.
Meskipun nilai plusnya adalah agama Islam, sekolah kami sendiri bukan sekolah Islam seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT). Seragam yang digunakan pun seragam pendek (namun bagi yang menghendaki seragam panjang juga diperbolehkan). Bahkan ada sampai pada tahun ketiga sekolah kami, ada dua murid yang non-muslim.


Sayangnya, meskipun menjadikan agama Islam sebagai nilai plus, sampai tahun ketiga sekolah ini waktu salat asar belum terprogram dalam kurikulum. Dengan demikian siswa yang masih punya jam pelajaran atau siswa kelas bawah yang masih di sekolah karena ada kegiatan ekstra atau karena belum dijemput merasa “tidak harus” salat asar di sekolah. Hal tampak dari ketidakacuhannya saat mereka mendengar azan asar.
Melihat ketidakacuhan para siswa, tiga orang guru agam islam (termasuk saya) berupaya untuk “mengkondisikan” siswa, mengajak siswa yang masih berada di lingkungan sekolah untuk salat asar berjamaah. Sore itu salah seorang guru mendatangi beberapa siswa kelas dua yang memang belum dijemput yang sedang bermain bola dari botol minuman.

“Nak, ayo salat asar dulu, nak!” Ajak guru itu.

“Mister, masak yang disuruh salat kita terus. Tuh, kakak-kakaknya tidak disuruh, celetuk seorang murid.

Guru itu pun kemudian mendatangi beberapa siswa kelas 5 dan 6 yang saya yakin bahwa ia mendatangi anak-anak itu bukan karena celetukan dari seroang siswa kelas 2 tadi, tetapi karena memang sudah ia niatkan sejak awal. Namun demikian apa yang dikatakan oleh seorang siswa kelas dua tadi, bagi saya, mengandung satu makna, yaitu mereka menginginkan keadilan. Mereka menginginkan guru berlaku sama terhadap semua siswa.

Seusai jam mengajar, saya duduk di depan front office menemani anak-anak kelas 2A sebelum mereka dijemput pulang. Saat itu seorang wali murid mendatangi saya. Sepertinya ia ingin menyampaiakn sesuatu, namun tidak jadi. Namun kemudian kami bertemu pada lain waktu dan kesempatan. Setelah berbasa-basi ia pun kemudian mangatakan bahwa ada seorang guru yang perhatiannya pada seorang siswa melebihi perhatiannya kepada siawa-siswi lainnya. Informasi itu tentu saja ia dapatkan dari cerita anaknya.
Permasalahan tidak berhenti di situ, karena hal tersebut samapi kepada kepala sekolah. Akhirnya semua selesai setelah diberikan penjelasan bahwa anak tersebut memang sedikit special need alias berkebutuhan khusus. Namun dari kejadian itu, satu poin yang saya tarik, anak akan merasa jika ia dilakukan tidak sama dengan lainnya.

Di kelas saya ada seorang anak yang kecerdasan kinestetiknya sangat tinggi, sampai-sampai ia disebut “nakal” karena sering menggunakan tangannya untuk memukul temannya. Secara sosiograf ia anak yang banyak dijauhi temannya. Hampir setiap hari ia berulah yang membuat teman-temannya jengkel. Karena begitu seringnya ia membuat “keributan”, maka setiap ada keributan ia selalu menjadi tertuduh. Sampai suatu hari ada keributan kecil di kelas, tanpa bertanya lebih dahulu saya pun memanggil Rian dan mengadilinya. Namun apa yang terjadi? Bukan Rian yang protes, tetapi siswa yang lain.

“Mister, kok Rian terus sih yang disalahkan?” kata seorang dari mereka.

Dari perkataan siswaku itu saya tahu saya telah melakukan kesalahan. Saya telah berlaku tidak adil. Seharusnya saya bertanya terlebih dahulu apa yang terjadi sebagaimana yang biasa saya lakukan. Sebagai pendidik, kita memang harus berlaku adil kepada siswa. Siswa harus diperlakukan dengan cara yang sama. Tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya.

Kamis, Maret 01, 2012

Dongeng Sebelum Tidur

Setelah buaya-buaya itu berbaris, kancil melompat-lompat di atas punggung buaya-buaya itu hingga ia sampai di seberang kali. Kancil pun bisa menyebrangi kali itu dengan selamat. Ia mengucapkan terimakasih dan selamat tinggal kepada buaya.

Saya masih ingat betul cerita di atas dan bagiamana cara ibu saya mengkhiri cerita itu dengan ungkapan “pak BU dari kiri pak Bar dari kanan, BUBAR”. Saat itu pula baru saya mau tidur. Itu terjadi saat saya masih kecil dan belum bisa baca tulis.

Sekelumit Latar Belakang Tulisan

Dongeng Sebelum Tidur hanyalah surevei kecil-kecilan yang saya lakukan dalam waktu yang sangat singkat ketika saya masih di Yogyakarta. Awalnya saya sedang menulis tentang kisah-kisah nabi dan orang-orang terdahulu. Saya ingat, saya juga mendapatkan cerita tersebut karena kisah-kisah yang diceritakan menjeleng tidur oleh ibu atau bude saya, tentu waktu itu saya masih kecil. Selain itu, kisah yang sering menjadi pengantar tidur saya adalah kisah Kancil dan Pak Tani, Timun Emas, Bawang Merah dan Bawang Putih, dll.
Karena saya ingin mengkontekskan tulisan saya dengan perkembangan saat ini, maka saya bertanya kepada rekan kerja saya tentang dongeng yang sering mereka kisahkan. Alangkah kagetnya saya, ternyata dari 4 orang rekan saya, hanya satu yang masih sering mendongeng untuk anaknya. Yang satu beralasan karena sering kerja sampai malam (kerjanya di rumah) sehingga dia tidak bisa mendongeng untuk anaknya yang tidur sejak sore.
 
Dari rasa ingin tahu saya itu, saya melakukan survai sederhana. Hasilnya adalah separo dari responden saya menyatakan tidak lagi mendongeng untuk ananknya menjelang tidur.tentu saja dengan berbagai alasan, dari karena sibuknya dengan pekerjaan, tidak bisa mendongeng, atau karena anaknya senang tidur di depan televisi, sehingga dongen itu secara otomatis digantikan oleh kotak ajaib itu.

Mengapa Dongeng Sebelum Tidur?

Pada tahun 1924, Richard Caton, seorang dokter dari Inggris, menemukan bahwa ada muatan listrik dalam kulit otak manusia. Temuan ini kemudian ditruskan oleh Hans Berger (neurolog asal Jerman) yang mencetak gelombang otak dari muatan listrik itu di atas sebuah kertas. Pada perkembangan mutakhir, gelombang itu dibedakan menjadi empat, yait Gelombang Delta, Teta, Alfa dan Beta. Gelombang-gelombang tersebut menggambarkan kondisi otak pada saat-saat tertentu. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa Delta adalah kondisi otak yang sedang tidur tanpa imipi, Teta adalah kondisi tidur dan bermimpi, alfa adalah kondisi rileks dan beta adalah kondisi stres.
 
Dari empat gelombang tersebut, kondisi yang paling baik untuk menerima informasi adalah delombang alfa, yaitu saat otak kita sedang rileks tapi waspada. Kodisi seperti ini bisa tercipta saat seseorang sedang merasa senang atau saat seseorang sedang merebahkan badannya untuk tidur. Sebagai buktinya, saat seseorang bangun tidur yang akan ia ingat pertama kali adalah apa yang terjadi sebelum tidur itu. Bisa kita bayangkan jika setiap malam anak tidur di depan televisi yang menyala, maka yang masuk dalam memori anak adalah tayangan-tayangan televisi, yang malangnya kita tidak bisa mengontrol kualitas tayangan-tayangan (televisi tanpa bayar).

Manfaat Dongeng
Sebenarnya sudah banyak yang tahu manfaat dari dongeng, namun banyak pula yang lupa tau bahkan sengaja melupkannya. Apalagi di jaman modern ini banyak sekali kehadiran manusia yang digantikan oleh mesin. Padaha sebenarnya banyak hal yang bisa diambi dari dongeng.
 
Pertama: dongeng dapat meningkatkan daya pikir dan imajinasi anak. Tak bisa dipungkiri bahwa kreativitas lahir dari imajinasi. Saat orang tua sedang mendongeng, saat itu pula imajinasi anak bekerja. Semisal orang tua menceritakan istana Nabi sulaiman yang sangat megah di mana lantainya terbuat dari kaca sperti aquarium, saat itu pula sang anak akan mengkreasikan istana dalam otaknya. Saat dewasa dan ingin membangun rumah, bisa jadi yang tergambar nantinya adalah istana nabi Sulaiman.
 
Kedua: dongeng adalah saran yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai moral. Belajar yang paling baik bagi anak adalah saat anak belajar tanpa ia meras digurui. Dengan dongen, orang tua tidak serta merta menyuruh anak berbuat kebaikan, tetapi anak akan belajar sendiri dari tokoh-tokoh yang ada dalam dongeng tersebut. Anak bisa belajar kejujuran dan kesabaran dari cerita Bawang Merah dan Bawang Putih, anak bisa belajar bahwa orang yang bodoh akan mudah ditipu dari cerita kancil. Dan masih banyak lagi nilai moral yang bisa diserap oleh anak seperti kesetiakawanan, keadilan dan kasih sayang.
 
Ketiga: dongeng dapat meningkatkan minat belajar anak, khususnya minat baca. Jika sebuah dongen sangat menarik perhatian anak, tak jarang anak akan meminta lagi orang tua untuk mendongengkan cerita tersebut. inilah kesempatan yang baik untuk mendekatkan anak pada buku. Sesekali orang tua bisa berhenti di pertengahan cerita dan mengatakan pada anak, jika ia mau cerita selanjutnya ia harus baca sendiri. Atau mengatakan ada lo cerita yang bagus-bagus. Dengan demikian anak minat baca anak akan tumbuh.
 
Keempat: untuk memperat hubungan emosional orang tua dengan anak. Sering klai kita berbicara quality time. Quality time tidak mungkin didapat saat anak baru pulang sekolah atau saat orang tua baru pulang kerja, karena saat itu anak atau orang tua sedang berada pada kondisi lelah oleh aktivitas seharian. Biasanya anak akan menceritakan kejadian-kejadian di sekolah saat menjelang tidur. Saat menjelang tidur pula biasanya anak mengungkapkan keinginan-keinginannya. Saat itulah terjadi dialog antara anak dan orang tua. Jika dilakukan terus menerus, hal ini dapat menghilangkan hubungan yang kaku antara anak dan orang tua.
Selain beberap poin di atas, dongeng juga dapat mengurangi efek negatif dari mainan-mainan modern seperti Play Station, Game Online, PSP dan lain sebagainya, yang membuat anak apatis terhadap lingkungan sekitarnya. Namun demikian, orang tua juga harus berhati-hati dalam memilih cerita dan menceritakan karakter sang tokoh, karena dapat berakibat pada misinterpretasi (salah tafsir). Untuk itu, orang tua pun dituntut untuk terus belajar.

Selamat mendongeng!!!

Kamis, Januari 26, 2012

Mengajar dengan Hati

Hari ini kuucapkan alhamdulillah, ya Allah. Tahun ini, aku mendapat karunia dengan masuknya anak-anak yang luar biasa, yang membuatku tertantang menjadi agent of change bagi diri mereka dan diriku sendiri. Terimakasih, ya Allah! Tahun ini aku belajar dari ‘siswaku yang tidak bisa diam’, aku belajar dari siswaku yang sulit memahami materi, aku belajar dari siswaku yang nakal, yang setiap hari terus menggodaku. Aku benar-bernar bersykur ya Allah, Engkau hadirkan mereka untuk aku. Bagiku, mereka adalah rezeki. Bagaimana tidak, ilmuku bisa bertambah karena kehadiran mereka. Kesabaranku bisa berlipat-lipat karena kehadiran mereka. Dan yang paling kunikmati adalah ketika mereka tersenyum dan membiisikan sebuah kalimat di telingaku, “Guru ternyata aku bisa!” bagaimana aku tidak berterimakasih kepada-Mu, ya Allah, jika kenikmatan hati ini terus menerus muncul dari hari kehari di kelasku. Ya Allah .... berikan kekuatan kepadaku untuk terus berjuang menjadikan mereka insan-insan yang kelak akan punya manfaat, bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agamanya. Amin ya Rabbal ‘alamin. (Diambil dari Gurunya Manusia, Munif Chatib)