SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Rumahku Surgaku

Rumah bukan hanya tempat berteduh dari sengat matahari dan derasnya hujan, tetapi ia juga tempat bertumbuh rasa kasih sayang, tempat kembali bersama kehangatan keluarga.

Allah Maha Pemurah

Burung yang keluar dari sangkarnya dengan perut kosong, akan kembali di sore hari dengan perut kenyang. Sungguh Allah Maha Pemuerah kepada semua makhluk-Nya.

Di Atas Langit Masih Ada Langit

Langit hanyalah batas dari ketidakmampuan pandangan mata kita, namun akanl dan iman kita akan selalu mengatakan bahwa masih ada langit di atas langit yang kita lihat.

Jalan Hidup

Jalan hidup tak selamanya datar. kadang ia menaik-turun, berliku dan terjal. Hanya pribadi yang kuatlah yang mampu menempuh jalan itu.

Lebah

Ia hanya makan dari sesuatu yang bersih dan bergizi sehingga ia menghasilkan sesuatu yang bersih dan bergizi pula. ia tak pernah merusak saat mencari makan. ia ada untuk bermanfaat.

Kamis, April 26, 2012

Surat untuk Calon Istriku

Assalamu’alaikum wr. wb.

Calon istriku, sebelumnya aku ingin menceritakan sesuatu. Akankah engkau menyimaknya? Kuharap demikian.
Belakangan ini aku diselimuti oleh satu pertanyaan, pertanyaan yang memaksaku untuk merenung, bermuhasabah. Satu pertanyaan yang bagi sebagian orang mungkin sangat mudah. Atau mungkin pertanyaan yang tidak pernah dipertanyakan lagi.

“Sudahkah waktuku untuk menikah?” Itulah pertanyaan yang hadir dalam renung hatiku. Itulah pertanyaan membuatku tersadar akan keberadaanku.

Calon istriku.
Bukan aku tidak tahu bahwa menikah adalah perintah agama. Bukan aku tidak tahu bahwa menikah adalah sunah Rasulullah saw, dan barang siapa tidak mengikuti sunahnya maka ia bukanlah umat Rasulullah. Aku pun tahu bahwa menikah adalah ibadah. Aku tahu itu. Namun ada satu yang masih mengganjal dalam diriku. Aku teringat janji Allah yang menciptakan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik, dan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik pula. Pertanyaan pun tumbuh lagi dalam hatiku: “sudahkah aku menjadi lelaki yang baik sehingga aku layak menjadi pendamping hidupmu? imam bagimu dan anak-anakmu?”.

Calon istriku.
Aku sadar aku bukan manusia sempurna. namun aku akan selalu berusaha untuk menjadi sempurna. Meski aku sadar sangat sukar untuk menjadi sempurna. Untuk itu aku berharap hadirmu di sisiku akan membuatku menjadi sempurna. Termasuk menyempurnakan agamaku.

Calon teman perjalananku.
Perlu engkau ketahui, perjalanan bahtera rumah tangga yang akan kita lalui sangatlah panjang. Sebagai nahkoda, aku butuh bantuanmu untuk mengingatkan akan arah tujuan bahtera ini, mengingatkanku jika aku lupa arah. Agar kita bisa sampai pada tujuan kita. Tentu saja laut tak selalu tenang. Mungkin akan ada gelombang tinggi, mungkin akan ada badai yang menerjang bahtera kita. Jika itu terjadi, aku hanya berharap padamu untuk bersabar dan selalu berpegang erat padi tali Allah sehingga tidak ada di antara kita yang terlempar dari bahtera ini dan hanyut dalam pusaran gelombang. Yakinlah badai pasti berlalu. Yakinlah segala coba yang mendera akan menjadikan kita lebih dewasa dan sempurna. Bukankah tawa dan duka laksana dua sisi kepingan uang logam yang sama?

Calon istriku.
Maafkan jika nanti aku belum bisa membahagiankanmu sebagaimana suami-suami lain membahagian istri-istri mereka. Namun aku akan selalu berusaha. Aku tak akan berhenti untuk menjadi yang terbaik. Maka bantulah aku meski hanya dengan senyummu.

Calon ibu dari anak-anakku.
Anak adalah permata bagi sebuah rumah tangga. Raga yang lelah sepulang kerja atau pikiran suntuk bercampur kantuk akan segera hialng saat kita memandang wajah lucu dan tawa mereka. Anak adalah amanah yang dititipkan kepada kita. Jika Allah berkenan memberikan amanah itu kepada kita nanti, aku minta kepadamu rawat dan didiklah mereka sebagaimana rasulullah tuntunkan. Ajarilah mereka bahwa hidup ini adalah anugrah dari Sang Pencipta, bahwa tujuan hidup ini tak lain hanya beribadah keada Allah. Ajarilah mereka mengenal-Nya. Ajarilah mereka cara menyapa-Nya. Ajarilah mereka bahwa kasih sayang-Nya lebih luas dari kemurkaan-Nya. Ajari pula mereka bahwa cinta akan mendamaikan dunia.

Tulang rusukku
Dalam setiap doaku aku akan bermohon agar kita segera dipertemukan dan dipersatukan dalam ikatan suci, mengarungi bahtera bersama, membangun surga kita. Dan tak lupa aku mengajakmu untuk bermunajat:

Ya Allah aku memohon cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu dan amal yang mendekatkanku kepada cinta-MU.
 
Ya Allah, jika boleh aku mencintai, maka izinkanlah aku mencintai orang yang mencintaimu sehingga kami dapat saling mencintai karena-Mu dan janganlah kau jadikan kecintaan antara kami lebih besar dari kecintaan kami kepada-Mu.
 
Ya Allah jika boleh aku merindu, izinkan aku merindu orang yang merindu-Mu. Dan janganlah Kau jadikan kerinduan di antara kami melebihi kerinduan kami untuk menatap wajah-Mu. 

Ya Allah kabulkanlah doa kami. Amin.
 
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Calon suamimu.

Senin, April 23, 2012

Guru Harus Adil

Sekolah di mana saya mengajar adalah sekolah yang menggunakan sistem 5 hari efektif. Dengan demikian pembelajaran untuk kelas 1 sampai jam 13.00, kelas 2 dan 3 sampai jam 13.45 dan kelas 4-6 serta SMP sampai dengan jam 16.00. hal ini dilakukan guna menutup hari sabtu yang dijadikan sebagai hari libur. Selain itu juga karena sekolah kami menamakan dirinya sebagai sekolah plus. Dengan demikian berbeda dengan sekolah negeri. Adapun yang menjadi nilai plus dari sekolah kami adalah agama Islam dan Bahasa Inggris.
Meskipun nilai plusnya adalah agama Islam, sekolah kami sendiri bukan sekolah Islam seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT). Seragam yang digunakan pun seragam pendek (namun bagi yang menghendaki seragam panjang juga diperbolehkan). Bahkan ada sampai pada tahun ketiga sekolah kami, ada dua murid yang non-muslim.


Sayangnya, meskipun menjadikan agama Islam sebagai nilai plus, sampai tahun ketiga sekolah ini waktu salat asar belum terprogram dalam kurikulum. Dengan demikian siswa yang masih punya jam pelajaran atau siswa kelas bawah yang masih di sekolah karena ada kegiatan ekstra atau karena belum dijemput merasa “tidak harus” salat asar di sekolah. Hal tampak dari ketidakacuhannya saat mereka mendengar azan asar.
Melihat ketidakacuhan para siswa, tiga orang guru agam islam (termasuk saya) berupaya untuk “mengkondisikan” siswa, mengajak siswa yang masih berada di lingkungan sekolah untuk salat asar berjamaah. Sore itu salah seorang guru mendatangi beberapa siswa kelas dua yang memang belum dijemput yang sedang bermain bola dari botol minuman.

“Nak, ayo salat asar dulu, nak!” Ajak guru itu.

“Mister, masak yang disuruh salat kita terus. Tuh, kakak-kakaknya tidak disuruh, celetuk seorang murid.

Guru itu pun kemudian mendatangi beberapa siswa kelas 5 dan 6 yang saya yakin bahwa ia mendatangi anak-anak itu bukan karena celetukan dari seroang siswa kelas 2 tadi, tetapi karena memang sudah ia niatkan sejak awal. Namun demikian apa yang dikatakan oleh seorang siswa kelas dua tadi, bagi saya, mengandung satu makna, yaitu mereka menginginkan keadilan. Mereka menginginkan guru berlaku sama terhadap semua siswa.

Seusai jam mengajar, saya duduk di depan front office menemani anak-anak kelas 2A sebelum mereka dijemput pulang. Saat itu seorang wali murid mendatangi saya. Sepertinya ia ingin menyampaiakn sesuatu, namun tidak jadi. Namun kemudian kami bertemu pada lain waktu dan kesempatan. Setelah berbasa-basi ia pun kemudian mangatakan bahwa ada seorang guru yang perhatiannya pada seorang siswa melebihi perhatiannya kepada siawa-siswi lainnya. Informasi itu tentu saja ia dapatkan dari cerita anaknya.
Permasalahan tidak berhenti di situ, karena hal tersebut samapi kepada kepala sekolah. Akhirnya semua selesai setelah diberikan penjelasan bahwa anak tersebut memang sedikit special need alias berkebutuhan khusus. Namun dari kejadian itu, satu poin yang saya tarik, anak akan merasa jika ia dilakukan tidak sama dengan lainnya.

Di kelas saya ada seorang anak yang kecerdasan kinestetiknya sangat tinggi, sampai-sampai ia disebut “nakal” karena sering menggunakan tangannya untuk memukul temannya. Secara sosiograf ia anak yang banyak dijauhi temannya. Hampir setiap hari ia berulah yang membuat teman-temannya jengkel. Karena begitu seringnya ia membuat “keributan”, maka setiap ada keributan ia selalu menjadi tertuduh. Sampai suatu hari ada keributan kecil di kelas, tanpa bertanya lebih dahulu saya pun memanggil Rian dan mengadilinya. Namun apa yang terjadi? Bukan Rian yang protes, tetapi siswa yang lain.

“Mister, kok Rian terus sih yang disalahkan?” kata seorang dari mereka.

Dari perkataan siswaku itu saya tahu saya telah melakukan kesalahan. Saya telah berlaku tidak adil. Seharusnya saya bertanya terlebih dahulu apa yang terjadi sebagaimana yang biasa saya lakukan. Sebagai pendidik, kita memang harus berlaku adil kepada siswa. Siswa harus diperlakukan dengan cara yang sama. Tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya.