SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Rumahku Surgaku

Rumah bukan hanya tempat berteduh dari sengat matahari dan derasnya hujan, tetapi ia juga tempat bertumbuh rasa kasih sayang, tempat kembali bersama kehangatan keluarga.

Allah Maha Pemurah

Burung yang keluar dari sangkarnya dengan perut kosong, akan kembali di sore hari dengan perut kenyang. Sungguh Allah Maha Pemuerah kepada semua makhluk-Nya.

Di Atas Langit Masih Ada Langit

Langit hanyalah batas dari ketidakmampuan pandangan mata kita, namun akanl dan iman kita akan selalu mengatakan bahwa masih ada langit di atas langit yang kita lihat.

Jalan Hidup

Jalan hidup tak selamanya datar. kadang ia menaik-turun, berliku dan terjal. Hanya pribadi yang kuatlah yang mampu menempuh jalan itu.

Lebah

Ia hanya makan dari sesuatu yang bersih dan bergizi sehingga ia menghasilkan sesuatu yang bersih dan bergizi pula. ia tak pernah merusak saat mencari makan. ia ada untuk bermanfaat.

Selasa, Mei 19, 2009

Sufisme Dalam Lirik Lagu Letto1

Pada bulan ramadhan kemarin, group Letto diwawancari oleh wartawan infotaiment: mengapa mereka tidak membuat album religious sebgaiman banyak dilakukan oleh band-band lainya? Jawaba mereka adalah, Letto tidak punya agama. Letto adalah milik semua orang. Namun dibalik jawaban itu, penulis melihat bahwa sebenarnya Letto tidak melihat lagi keterpisahan antara bermusik dengan beragama. Kedua hal tersebut merupakan satu kesatuan. Hal ini bisa dirujuk dari pernyatan Cak Nun pada saat kenduri Cinta di Jakarta yang di sana juga hadir Noe, voklais Letto dan juga ank Cak Nun, bahwa kesenian tidak bisa dilepaskan dari dunia spiritualitas. Bahkan, seniman lah spiritualis sejati.

Apa yang dikatakan oleh Cak Nun ada benarnya. Coba bayangkan, bagaimana suatu lukisan bisa bernilai jutaan rupiah, padahal kalau dirunut dari bahan yang digunakan bisa jadi tidak lebih dari seratus ribu rupiah. Orang tidak melihat dari bahan material tersebut, tetapi dari apa yang di belakngnya, sesuatu yang abstrak, sesuatu yang spiritual. Spiritualitas tersebut juga dapat kita temu dalam lagu-lagu yang dinyanyikan oleh para penyani Indonesia, meskipun merka tidak menyebutnya sebagai lagu religi. Sebagi misal adalah Dewa 19 dan Chrise (al-maghfur lah).
Spirutualitas tersebut juga penulis temui di beberapa lagu Letto yang akan coba penulis bedah. Penulis mencoba untuk menerapkan metode Hermeneutika dalam menganalisis lirik-lirik lagu tersebut. Letto sendiri tidak mau terlalu menafsirkan lagu-lagunya. “We don’t want to control the meaning of our songs,” Baginya lagu-lagu Letto sangat terbuka untuk ditafsirkan oleh semua orang. Menurutnya Spiritualitas yang penulis maksud di sini adalah sufisme, atau ajaran esoteric Islam. Hal ini terkait dengan latar belakang Letto sendiri.
Sufisme
Di sini penulis tidak akan mengulas akar sejarah sufisme, tetapi hanya mencoba sedikit menengok pada ajaran-ajaran fundamental dalam sufisme. Dengan demikian, harapannya bisa mencakup berbagai aliran tasawuf yang ada di dunia Islam. Dan lebih sempit lagi pada tasaawuf yang banyak diikuti di kalangan Sunni dengan Al-Ghaazli sebagai tokoh pemikirnya.
Ada beberpa istilah yang sering digunakan dalam dunia sufisme yang sering disebut maqom, atau station, yaitu tingkatan-tingkata perjalan yang harus di lalui seorang sufi. Menurut Al-ghazali, maqom-mqom itu mencakup tauhid, ma’rifah, mahabbah. Kita mengenal juga istilah fana dan baqa’, hulul dan ittiha, dn juga wahdatul wjud.
Tauhid adalah pengesaan Allah, yaitu kesaksian bahwa Allah itu tunggal dalam sifat dan dzatnya. Sementara ma’rifatullah adalah mengenal Allah mellaui penyingkapan tabir, sehingga manusia bisa mengenal Allah sebagaiman Allah mengenalkan dirinya. Mahabbah adalah rasa cinta kepada Allah yang telah didahului oleh ma’rifatullah. Dari mahabbah ini kemudian muncul al-unsu billah, yaitu rasa keintiman dan kemesraan bersama Allah. Dari mahabbah muncul pula as-syauq atau kerinduan. Kerinduan seorang sufi laksana seorang yang kehausan yang tak hilang hausnya meski dia telah meneguk seluruh air lautan. Dari sini kemudian dia mengalami satu ekstase atau semacam mabuk.
Pada tingkatan ini seorang sufi akan merasakan, pertama keteterkejutan, karena dia telah kasyaf, tersingkap tabir, dan menyaksikan keindahan wajah Tuhan. Lalu kemudian dia terkagum-kagum dan hanyut terserap pada keindahan wajah Tuhan tersebut.
Lirik-lirik sufisme
Ada beberapa kata yang menjadi core dari lagu-lagu Letto. Cinta, kesunyain dan kerinduan. Seringkali Leto mengidentikkan hidupnya dengan kesunyian. Terkadang dia merasa ragu dlam perjalanan itu. Kadang dia meraba, mencari arah tujuan. Lihat saja lirik:
Yakinkah ku berdiri, di hampa tanpa sepi
Bolehkah aku mendengarmu
Terkubur dalam emosi, tanpa bisa sembunyi
Aku dan nafasku merindukanmu

Terpurukku di sini, teraniaya sepi
Dan kutahu pasti kau menemani… yeah
Dalam hidupku, kesendirianku
(Sandaran Hati, Truth, Cry and Lie)
Lihat juga lirik lagu sebelum cahaya

Ku teringat hati
Yang bertabur mimpi
Kemana kau pergi cinta
Perjalanan sunyi
Engkau tempuh sendiri
Kuatkanlah hati cinta
(Sebelum Cahaya, Don’t make me sad)


Namun dalam kesepian itu, Letto mencoba mencari jalan, orientasi, arah yang akan di tuju. Pencarian itu bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi melalui derita. Namun derita itu tidaklah mengapa baginya. Keteguhanlah kuncinya. Ini sebagi pemenuhan janji primordial yang telah dipersyaksika oleh ruh kepada Allah, perjanjian akan pengkuan Allah sebagi Tuhan. Dengan demikian. Jadi dia mencoba untuk terus berdiri, berjalan menuju-Nya, karena Letto yakin, segala kesusahannya, segala resahnya akan hilang ketika bersama-Nya.

Ketika kucoba mencari-cari
Jalan yang hilang

Aku tak peduli
Apa kata orang
Hanyalah untukMu
Seluruh rinduku
Harus kutemukan sekali lagi
Jalan yang hilang
(Jalan Yang Hilang, Lethologica)

Dalam mengarungi jalan sunyi ini, Letto yakin tidak akan pernah sendiri. tidak pernah manusia itu berada dalam kesndirian, karena pasti Tuhan kan bersamanya, manyaksikannya. Bahkan ketika manusia sudah sampai pada taraf sadar akan jagad kosmos, dia akan mendengar alam yang juka bertasbih kepa-Nya.

Ingatkan engkau kepada
Embun pagi bersahaja
Yang menemanimu sebelum cahaya
Ingatkan engkau kepada
Angin yang berhembus mesra
Yang kan membelaimu cinta
(Sebelum Cahaya, Don’t make me sad)

Sebelum cahaya menunjukkan satu waktu di mana ini juga mengungkapkan pada jalan sunyi seorang yang mengejar cinta. Dia ternyata tidak pernah terlepas dari cinta, bahkan Letto mengatakan bila dia lepas dari Cinta, maka dia akan hilang. Kehilangan ini menyiratkan akan kehilangan makna hidup, atau bahkan kehilangan eksistensi diri. Dari itu Letto menginginkan suatu kebersamaan selalu dengan Cinta. Di sinilah dia menginginkan agar dia selalui dihantui oleh Cinta.

Rasa cinta yang mendalam, suatu perjalanan sunyi, keterikatan dan keyakinan pada janji ini kemudian mengguratkan kerinduan-kerinduan pada diri Letto. Rindu untuk kembali kepada Sang Azali, rindu untuk selalu bersama. Di sinilah kerinduan menemukan ruang. Kerinduan adalah satu petunjuk keberjarakan Letto dengan Cinta. Satu waktu jarak ini menemukan momentum pertemuan. Suatu penyaksian akan wajah Cinta. Pada pertemuan itu, Letto sendiri merasakan satu rasa yang tak menentu. Satu rasa yang aneh, yang sebelumnya tidak pernah dia rasakan. rasa ini bisa juga disebut sebagai keterkaguman. Keterkaguman Letto pada wajah Cinta yang Maha Agung. Dan diapun berkesimpulan, ku tak pantas memandangi wajahmu. Di sini sebenarnya dia telah hanyut terbawa oleh keterkaguman tersebut.

Anatar profanisme, Sufisme dan kepekaan Sosial
Letto menyadari bahwa dirinya adalah manusia bumi yang tidak bisa terlepas dari realitas sosialnya. Namun dia tidak ingin terseret dalam arus massa. Dia mencoba meihat dengan lebih jernih. Sebagaimana dia menafsirkan tentang cinta. Menurutnya, cinta yang dia maksud bukanlah sebagaimana cinta yang telah terkontaminasi oleh kepentingan, atau hanya cinta antara dua manusia yang berlawanan jenis. Sehingga pemahaman cinta dalam lirik-lirik agunya pun akan berbeda dengan pemahaman cinta dalam lagu-lagu musisi kebanyakan.
Sepertinya hanyalah ada
Memang aku tak setuju
Dengan dirimu
Tentang arti cinta
Bukan hanya berdua
Tetapi tentang semuanya
(itu lagi-itu lagi, Lethologica)

Kepekaan sosail Letto juga akan nampak pada lagu ku tak percaya. Lagu yang melihat kontes pemilihan umum dengan acara kampanyenya sebagai penghamburan katakata yang tak bermakna, hanya sebagai pelamis bibir saja.

Kata-kata takkan pernah punya makna
Takkan pernah punya makna
Ketika hati tak bicara
Jangankan kau berikan pada ku
Mimpii surgama
Jangan pernah kau tawarkan kepadaku
Keindahan yang semu
Tanpa itu aku mampu menjalani hidupku
Dan kukatakan padamu
Kata hatiku Ku tak percaya

Kamu kah pahlawanku
Yang mengaku orang nomor satu
yang katanya mampu menghapuskan sedihku
Kalau itu yangkau bilang
Coba lai kau kumandangkan
Janji-jani yang engkau banggakan itu
(ku tak percaya, Lettologica)

Minggu, Mei 10, 2009

Orang Indonesia tidak masuk surga?

Saat menonton berita di televisi, salah seorang teman menyeltuk begitu saja, bahwa orang Indonesia tidak akan masuk surga. Waktu itu di televisi sedang ada wawancara dengan menteri keuangan, Sri Mulyani. Sebagaiman kebiasaan dan ahli dia, saat itu dia sedang membicarakan tentang hutang lua negeri.

Mengapa tidak masuk surga? Karena, setiap warga Negara Indonesia mempunyai tanggungan hutang, bahkan ketika dia baru lahir cenger di negeri kaya ini. dalam ajaran agama, orang yang meninggal dan dia masih mempunyai tanggungan hutang, maka dia akan ditahan untuk masuk surga. Bagaimana dengan orang Indonesia tadi. Meskipun meraka seringkali tidak pernah merasakan hasil uang utangan tersebut, api merekalah yang dibebani untuk membayar. Semoga itu tidak dihitung sebagai hutang nanti di sisi akhirat, karena semua itu adalah pemerasan oleh kaum neo-liberal, baik yang berkulit putih maupun kulit sawo matang, yaitu para Mafia barkeley. Ya Allah bebaskanlah kami dari beban hutang