SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Rumahku Surgaku

Rumah bukan hanya tempat berteduh dari sengat matahari dan derasnya hujan, tetapi ia juga tempat bertumbuh rasa kasih sayang, tempat kembali bersama kehangatan keluarga.

Allah Maha Pemurah

Burung yang keluar dari sangkarnya dengan perut kosong, akan kembali di sore hari dengan perut kenyang. Sungguh Allah Maha Pemuerah kepada semua makhluk-Nya.

Di Atas Langit Masih Ada Langit

Langit hanyalah batas dari ketidakmampuan pandangan mata kita, namun akanl dan iman kita akan selalu mengatakan bahwa masih ada langit di atas langit yang kita lihat.

Jalan Hidup

Jalan hidup tak selamanya datar. kadang ia menaik-turun, berliku dan terjal. Hanya pribadi yang kuatlah yang mampu menempuh jalan itu.

Lebah

Ia hanya makan dari sesuatu yang bersih dan bergizi sehingga ia menghasilkan sesuatu yang bersih dan bergizi pula. ia tak pernah merusak saat mencari makan. ia ada untuk bermanfaat.

Jumat, November 20, 2009

Menyegarkan Kembali Kesaksian Kita

Berbicara keyakinan, pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa orang harus beragama? Atau mengapa orang harus bertuhan atau percaya akan adanya Tuhan. Pertanyaan demikian sangat wajar dan sangat alamiah, sebagaimaana kepercayaan itu juga bersifat alamiah

Kepercayaan akan adanya Tuhan dalah suatu hal yang fitrah. Dalam artian, sejak manusia dilahirkan dia telah membawa kepercayaan dalam dirinya, tetapi sifatnya masih berupa firtah atau potensial. Sebagai suatu yang potensial, dia bisa tumbuh dan berkembang, atau sirna tertimbun berbagai hal. Adanya fitrah ini setidaknya dapat dilihat dari tiga hal. Pertama bahwa Allah adalah Esa, semua selain dia adalah makhluk atau yang dicipta. Dalam mencipta, tentu tidak lain adalah dari diri Dia sendiri, sehingga semua makhluk tidak lain adalah cerminan dari Allah sendiri. Kedua, Allah berfirman bahwa ketika menciptakan manusia, Allah meniupkan ruh-Nya kepada manusia, sehingga ruh manusia tidak lain adalah bagian dari ruh Tuhan. Ketiga, ketika di alam ruh, manusia telah mengambil kesaksian bahwa Allah adalah Tuhannya, Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, pada dasarnya manusia telah terikat dengan sumpah primordialnya. Tidak ada jalan lain baginya kecuali menunaikan sumpahnya tersebut.

Penunaian sumpah atau janji primordial tersebut adalah dengan cara “berislam”, yaitu tunduk dan patuh pada ajaran-ajaran agama. Untuk itu, asas yang palingfundamen dalam Islam adalah Syahadatain yang berbunya asyhadu an la ila alla Alla wa asyhadu anna muhammdar rasulullah. Penyaksian yang pertama adalah penyaksian bahwa tida ilah selain Allah. Kata ilah bisa diartikan sebagai sesuatu yang dijadikan sandaran, orientasi atau sesembahan. Berarti, tidak ada yang menjadi seembahan, menjadi tujuan selain Allah SWT. Ini adalah pengikat anatar manusia dengan yang ghaib, sesuatu yang abstrak. Sementara syahadat kedua adalah penyaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Pengakuan ini mencerminkan kesedian kita untuk menumpuh thariqah muhammadiyah, menempuh jalan kenabian dan menjadikan nabi Muhammad SAW sebaga teladan. Ini berarti pula bahwa setiap kita membawa visi dan misi kenabian dalam kehidupan kita.

Setelah kita melakukan persaksian, ada konsekuensi yang mesti ditanggung. Pertama: bahwa Tuhan adalah wujud yang mutlak yang menjadi sumber wujud yang lain. Sebagia wujud yang mutlak, tidak mungkin akan diketahui oleh manusia yang relative, kecuali Tuhan mengenalkan diri-Nya sendiri. Sebagai sumber segala wujud, Allah adalah sangkan paraning dumadi, asal muasl kejadian. maka dari sana pulalah wujud manusia ada, dan kepada-Nyapula manusia akan kembali. Inilah makna inna lillahi wa inna ilai raji’un. Segala aktivitas yang manusia lakukan haruslah diorientasikan atau ditujukan kepada-Nya. Inilah yang disebut dengan ikhlas. Apapun aktivitasnya, entah dia seorang pemimpin negara, guru, petani, nelayan, mahasiswa, harus mendasari pekerjaanya itu dengan keihklasan.

Konsekuensi yang kedua adalah paham persamaan manusia. Bahwa seluruh manusia di dunia ini mempunyai harkat dan martabat yang sama di depan Allah. Tidak ada seseorang atau stu kaumpun yang lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, melainkan karena alasan ketakwaannya. Takwa adalah kualitas kepribadian seseorang, yaitu sebuah sintetis antara iman dan amal shaleh. Dengan demikian, tidak selayaknya seseorang berbuat sewenang-wenang kepada orang lain, karena dengan berbuat sewenang-wenang demikian itu dia telah berusaha untuk memakai “baju Allah”.

Kelanjutan dari konsekuensi kebertuhanan itu adalah manusia harus menerima perannya, yaitu sebagai hamba (‘abd) sekaligus khalifah Allah di muka bumi ini. Sebagai ‘abdullah atau hamba Allah, manusia dituntut totalitasnya untuk mengabdi, atau beribadah, menjalankan syari’at yang telah Allah gariskan. Sementara sebagai khalifa Allah, peran manusia adalah memakmurkan bumi. Dalam memakmurkan bumi yang perlu diingat adalah dia akan berhadapan dengan manusia lain yang mempunyai peran sama, dan alam semesata juga makhluk Allah yang diciptakan untuk manusia. Dalam menjalankan hal ini, manusia tidak melulu melakukan taskhir atau penaklukan, tetapi juga menjaga kelestarian alam untuk kelangsungan kehidupan manusia sendiri, untuk itu manusia harus manjalin keharmonisan dengan alam.

Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, dua peran manusia tersebut tidak bisa dipisahkan, karena manusia tidak akan sampai kepada Tuhan hanya dengan beribadah (mahdlah) an sich dan melupakan peran sosial atau kekhalifahannya. Rahmat atau kasih sayang Allah ahanya dapat diperoleh ketika manusia tersebut mengasihi manusia lainnya. Allah akan peduli kepada seseorang apabila orang tersebut peduli kepada sesamanya. Inilah makna dari irham man fi al-ardhi yarhamka man fi as-sama’, sayangilah apa yang ada di bumi, maka kamu akan disayangi oleh apa yang ada di langit, dan juga “la yu’minu ahadukum hatta yuhbba li nafsihi ma yuhibba li akhihi”, tidak beriman seseorang sehingga dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri. Rumusnya sederhana, apabila engkau ingin disayangi, maka sebarlah kasih sayang kepada siapapun. Karena, pada dasarnya, orang lain sama dengan diri kita sendiri, tidak ingn disakiti, tidak ingin dizalimi, tidak ingin dirugikan. Untuk itu, yang tidak kalah penting adalah memahami diri kita terlebih dahulu. Barangsiapa mengenali dirinya, maka sesunggunya dia telah mengenal Tuhannya, man ‘arofa nafsahu faqod ‘arofa robbahu.

Dengan mencintai, dengan memberi, dengan berbuat adil, di sanalah sebenarnya kita sedang bersyahadat, bersaksi bahwa Allah itu ada, dan keberadaannya itu hadir dalam setiap ciptaannya, dalam setiap tingkah laku kita. Karena keyakinan tidak sebatas percaya dalam diri, atau berhenti dalam ranah intelektual kita, tetapi yang tidak kalah penting adalah pada laku kita. Orang yang perbuatannya tidak sesuai dengan keyakiinan dan pengetahuannya tidak disebut sebagai orang mu’min atau orang yang meyakini. Amal shaleh adalah wujud nyata dari keyakinan. Untuk itu kata iman dalam al-quran selalu disintesiskan dengan amal shaleh. Dalam amal shaleh itulah sebenarnya manusia mnge-ADA. Wallahu a’lam bishawab.

Ironi Hukum Kita

Ada yang mengiris hati saya ketika membaca KOMPAS pagi ini (20/11), seorang ibu diajukan ke pengadilan karena dia ketahuan memetik tiga biji buah kakuo. Yah 3 buah, hanya tiga buah. Dan bisa ditebak, sang ibu atau tepatnya sang nenek pun dijatuhi hukuman. Itulah realitas hukum di negeriku tercinta ini. kasus ini saya kira bukan yang pertama dan bukan satu-satunya.

Saya kira masih banyak kasus yang serupa yang tidak terekspos oleh media massa. Mengapa KOMPAS mengangkatnya. Ini tidak terlepas dari gonjang-ganjing persoalan hukum di negeri ini. kasus makelar kasus (markus) dan para Mafioso peradilan merajalela di negeri ini. orang yang memakan harta rakyat miliaran atau bahkan triliunan rupiah masih dapat berkeliaran. Para pejabat yang kurupsi ratusan juta tidak sempat mencium hawa penjara. Inilah hukum Indonesia. Uang dan kekuasaan lebih banyak berbicara ketimbang keadilan itu sendiri. keadilan adalah barang mahal di negeri yang sedang mengalami krisis hati nurani ini. bukan berarti saya sepatak dengan apa yang dilakukan sang nenek, tetapi saya hanya merasa miris. Sungguh ironis dan kontradiktif.

Hukum di negeri ini adalah laksana pisau bermata satu, dia akan begitu tajam bila berhadapan dengan wong cilik, rakyat jelata, orang tidak berpendidikan, namun menjadi tumpul jika berhadapan dengan para pengusa dan konglomerat. Hukum dapat dibeli, sehingga siapapun yang mempunyai uang pastilah dia akan menguasai hukum. Pagi para hakim pun demikian, kebahagian bukanlah ketika dia mampu memutus perkara dengan keadilan, tetapi bagaimana ketika suatu perkara telah diputus dia mendapatkan uang yang banyak.

Uang berbicara banyak di sini. Uang yang menentukan siapa yang benar dan siapa yang kalah. Semua karena uang. Orang mau melakukan manipulasi terhadap hukum juga karena uang. Uang menjadi tuhan. Sungguh kasihan manusia yang menjadikan uang sebagai tuhannya. Mereka itulah orang-orang yang dalam setiap aktivitasnya dilakukan untuk mendapatkan uang lalu membelanjakannya. Dia makan demi uang, dia minum demi uang, di tidur demi uang, dia bekerja untuk uang, berkunjung ke saudara ke teman karena alasan uang. Bagi orang yang menjadikan uang sebagai tuhan apa yang dilihat adalah uang, atau minimal berpotensi menjadi uang.

Sungguh rendah sekali manusia yang menjadikan uang atau kekayaan sebagai tuhannya. Uang adalah hasil kreasi manusia. Sebagai sesama makhluk Tuhan jelas uang jauh lebih rendah derajatnya dari manusia. Dengan menjadikan uang sebagai tujuan setiap aktivitasnya, berarti manusia tersebut telah merendahkan dirinya sendiri. Inilah yang dimaksud dalam Al-Quran bahwa manusia telah diciptakan dalam keadaan paling baik, sempurna, ahsanu taqwim, namun diantara mereka ada yang dikembalikan pada derajat paling rendah, yaitu orangorang yang tidak beriman. Iman bukan tidak mengakui akan adanya Tuhan, tetapi juga berarti menjadikan Tuhan sebagai Tujuan awal dan akhir setiap aktivitas keseharian kita.

Bagi insan-insan kehakiman, sebagai hakim, hendaklah sadara bahwa kata hakim itu tidak lain lain dari nama Tuhansediri. Al-Hakim, Yang Maha Adil, Yang Maha Bijaksana. Manusia adalah pencerminan diri Tuhan, untuk itu Rasul SAW bersabda takhalaqu bi khuluqillah, berakhlaklah dengan akhlak tuhan. Dengan demikian seorang hakim hendaklah pada dirinya juga terdapat sifat al-Hakim,dengan demikian sesungguhnya dia telah berjalan menuju Tuhan, dia menjadi wakil Tuhan dan dia menjadi saksi akan keadilah Tuhan. Haruskakn Tuhan sendiri yang mengadili kita, sekarang juga?

Kamis, November 12, 2009

oh, ... Istiqomah

oh, ... istiqomah
Nama yang selalu membuat aku gelisah
membuat aku berkesah
mengelus dada, merintih
Tunduk malu pada laku

serentang panjang jalan aku telusur
berdetik waktu aku selam
seraya berbusa doa aku utara
tak jua kau aku dekap
aku peluk, aku miliki

oh,... istiqomah
si anak 'azam dan niyah
perias paras hati tutur dan laku
jalan sunyi
di atas duri kaki berdiri

rabbul istiqomah, penguasa istiqamah
kuasakanlah aku atasnya
hadiyahkan dia kepadaku
patrikan di terdalam lubuk qolbu
jalankanlah aku bersamanya
di jalan lurus-Mu, menuju-Mu
agar laras kata dan laku
agar tiada lagi aku berkesah.

Minggu, November 08, 2009

Nulis Yoo.!!!!

sudah lama aku tidak menulis di blog ini. menuis sebenarnya adalah terapi, terapi untuk kebekuan otak kita, juga untuk melatih konsentrasi kita. menulislah, karena ilmu itu adalah laksana binatang buruan, dan pengikatnya adalah catatan atau tulisan, begitu kata Imama Ali. karena peradaban harus ditulis. itu adalah alasan lain.

Pramoedya Ananta Toer pernah bilang, setinggi apa pun sekolahmu, kamu tidak akan dikenang orang jika kamu tidak menulis. jadi menurutnya, dengan tulisan kita bisa diingat orang. tapi tentu ada orang yang telah menulis banyak hal namun tidak diingat orang alias dilupakan.


Pram pernah menyetir perkataan RA. Kartini bahwa menulis adalah kerja keabadian. mungkin maknanya hampir sama dengan apa yang dimaksudkan sebelumnya. initnya, mari kita menulis, apa saja yang bisa ditulis. tulisan itu bisa dalam bentuk catatan harian seperti Ahad Wahib (pergolakan pemikiran Islam) dan Soe Hok gie (Catatan Seoarang Demontran), bisa juga dalam bentuk cerita memoar seperti andrea yang kemudian jadi best seller, bisa juga dalam cerita pendek (cerpen ) terlalu bnayak contohnya, atau dalam bentuk puisi.

tulisan gak mesti harus berat dan ilmiah. tulisan gak perlu memakai bahasa yang aneh-aneh. menulislah dengan bahsa sederhana, karena kekuatan tulisan sebenarnya sangat bergantung pada apa sebenarnya yang kita berikan dalam tulisan. dan yang paling kuat adalah alasan mengapa kita menulis, ketulusan hati kita untuk menulis. apa komentar gede prama terhadap novel-novel Andrea di acara Kick Andy tidak lain adalah karena Andrea menulis dengan penuh cinta dan ketulusan.

catatan terakhir, ada yang mengatakan, menulis itu seperti orang buang buang air besar (BAB). orang BAB akan bergantung berapa banyak dia makan. semakin dia banyak dan sering makan, semakin banyak pula dia BAB. makanan bagi penulis adalah apa yang harus dia tulis. bisa buku atau pengalaman menarik. seberapa banyak buku yang kita baca pasti akan berpengaruh terhadap kualitas tulisan kita. itulah sebabnya Andrea dipesani oleh gurunya, tiga hal yang menjadi sumber inspirasi yaitu baca Al-Quran, Baca buku dan melancong. yang pertama jelas berkaitan dengan hubungan kita dengan kitab suci yang merupakan sumber nilai tata kehidupan. dia berhubungan dengan komunikasi dengan yang mutlak. Muhammad iqbal bilang, bacalah AL-Quran seakan-akan dia diturunkan kepadamu, maka kamu akan mendapat spirit sebenarnya. Kedua berkaitan dengan pemikiran-pemikiran orang lain yamg telah dibukukuan terlebih dahulu. sementara yang ketiga, melancong, kita akan banyak mennemukan peristiwa dan pengalaman-pengalaman baru. so, mari ita nulis. Nulis Yoo.!!!!