SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Rabu, November 12, 2008

Arus Balik


Nusantara atau yang sekarang disebut sebagai Indonesia pada mulanya adalah negeri maritim. Secara geografis sangat jelas sekali. Negeri ini terdiri dari beribu pulau, yang mana tiap pulau dibatasi oleh lautan. Dengn adanya beribu pulau itu menunjukan luasnya lautan kita. Dengan demikian tidak sedikit dari masyarakat negeri ini bergantung pada laut.

Fakta yang kedua adalah fakta historis, bahwa Majapahit, yang konon merupakan cikal bakal Indonesia ini adalah kerajaan maritim. Majapahit tidak mungkin mampu menyatukan Nusantara yang terbentang di seantro lautan tanpa adanya armada laut yang kuat. Begitu juga dia mampu menjalankan misi diplomasi perdamainnya ke kerajaan-kerajaan sebrang. Kapal-kapal besar dibuat pada masa kejayaan Majapahit, konon oleh orang yang bernama Empu Nala. Armada Majapahit singgah di negeri-negeri utara dalam misi diplomasinya. Sejak saat itu, negeri-negeri yang diungkapkan oleh Pramoedya Ananta Toer, sebagai negeri atas angin, telah dijelajahi oleh Armda pasukan Majapahit yang datang untuk melakukan aktifitas perekonomian melalui jalur laut. Dan karena kuatnya armada laut Majapahit, lautanpun aman dan perompak atau bajak laut.

Namun ketika majapahit runtuh, tidak ada kerajaan yang mampu untuk menggantikan posisinya, menyamai besarnya armada lautnya. Tidak Tuban, tidak Pasai, tidak juga demak. Dengan lemahnya kekuatan laut nusantara, maka masuklah Portugus untuk mencari rempah-rempah yang dijual di negera-negara Eropa. Portugis masuk tidak sebagaimana negara-negra yang hendak berdagang, melainkan dengan senjata dan pasukan perang yang dilengkapi dengan peralatan yang lebih modern. Sementara kerajaan-kerajaan Nusantara mulai melemah, hancur menjadi kerajaan kecil-kecil yang saling bertikai antara satu sama lainnya, sehingga ketika Portugis masuk, mereka tak mampu melawannya. Pelawanan yang besar pernah dilakukan oleh Adipati Unus. Dia menyerbu Malaka yang dijadikan pangkalan oleh Portugis. Namun karena pengkhianatan Tuban, dan lengahnya sebagian dari pasukanya sendiri, pasukan gabungan yang dipimpin oleh Adipati Unus mengalami kekalahan, tidak kuasa menahan gempuran meriam Portugis. Namun dia diakui orang yang telah berani melawan Portugis dan berlayar dengan armada yang besar ke arah utara, Malaka. Oleh sebab itu dia digelari Pangeran Sabrang Lor.

Pasca penyerangan Unus, tidak adalagi pasukan besar yang menggempur Portugis, akhirnya Portugis menguasai lautan, menguasai daerah-daerah rempah. Karena siapa saja yang menguasai lautan, maka dia menguasai urat nadi kehidupan. Portugis menjadi lelanange jagad. Dan sejak saat itu, negara atas angin tidak lagi melakukan aktfitsnya di Nusantara. Kapal-kapal dari Nusantara pun tidak ada yang berani dan mampu berlayar ke arah utara, justru dari utara sekarang yang ke selatan. Terjadi arus balik.

Peristiwa tersebut digambarkan secara gambalng oleh Pramoedya Ananta Toer dalam novelnya Arus Balik. Novel ini mencerirtakan tentang masa-masa akhir kejayaan Nusantara sebagai negeri maritim, yang kemudian runtuh dan tenggelam dan tidak bangkit lagi, sampai kini, sampai sekarang. Laut kita yang luas itu tidak pernah diimbangi dengan perhatian yang luas juga oleh para pemegang kekuasaan. Sehingga laut kita seakan menjadi laut tanpa tuan.

Penyelundupan kayu besar-besaran, jual beli anak dan wanita, imigran gelap, narkotika dan obat-batan terlarang begitu bebasnya keluar masuk ke negeri ini melalui lautan. Ikan-ikan kita dicuri oleh negeri tetangga yang memiliki peralatan yang lebih canggih, sementara nelayan kita sejak jaman Majapahit hingga sekarang masih menggunakan perahu tradisional buatan sendiri. Di laut kita kalah. Di darat kita keok, di uadara kita lemah. Masihkah kita bangga mengaku sebagai pewaris kebesaran Majapahit. Dan kita masih sibuk rebutan kue kekuasaan bertengkar sesame saudara. Saling intip, saling curiga, saling sikut, saling tidak percaya. Dan selalu yang jadi korban adalah wong cilik yang sebenarnya hanya mencari hidup sederhana saja, itupun tidak pernah diperoleh. Agenda-agenda politik, baik lokal mapun nasional tidak pernah menjadikan rakyat sebagai agenda prioritas bagi para pemegang kekuasaan, kecuali jika dia sedang membutuhkan dukungan. Apakah ini memang satu takdir negeri ini sejak dulu kala. Pertentangan, perselisihan, perebutan kekuasaan. Adakah mereka tidak belajar dari sejarah? Ah… Indonesia ku.

0 komentar:

Posting Komentar