SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Kamis, April 29, 2010

Takwa

Kehidupan di dunia ini adalah pengembaraan. Dia bukanlah awal dan juga bukan akhir. Bukan awal dikarenakan pada hakikatnya kita pernah mengalami satu kehidupan sebelum di dunia ini, yaitu kehidupan di alam rahim. Kehidupan di alam rahim ini secara umum lebih pendek dari kehidupan di dunia ini. Namun sebelum di alam rahim, kita juga pernah mengalami kehidupan di alam ruh. Terkait lamanya kehidupan di alam ruh ini, tak seorang pun mengetahuinya. Tentu, karena alam ini lepas dari dimensi ruang dan watu. Dengan demikian, nanti, esok atau lusa, kita akan meninggalkan dunia ini menuju pada satu kehidupan yang lain lagi, dunia yang lain lagi. Dan selanjutnya kita akan kembali kepada yang menciptakan kita, Allah ‘aza wa jalla.

Pada hakikatnya semua manusia akan “mudik”, pulang kampung halaman, berkumpul kembali dengan Kekasihnya. Ke mana lagi kalau bukan kepada yang dengan sinar kasih-Nya telah menciptakan kita? Bukankah hidup ini adalah sebuah perantauan? Bukankah kita ini hanyalah para musafir? Dan musafir pastilah dia tidak akan tinggal lama di persinggahan, dia akan segera berkemas dan berjalan kembali ke tempat tujuan akhirnya? Sebagai orang yang akan mudik sudahkah kita menyiapkan bekal untuk mudik? Sudahkah kita punya ongkos? Sudahkah kita membeli tiket? Sudahkan kita menyediakan oleh-oleh untuk yang kita cintai? Jika kita mudik ke kampung halaman, yang kita bawa biasanya adalah pakaian dan makanan. Ketika kita mudik kepada Allah, apa yang akan kita bawa? Apa yang akan kita persembahkan?
Dalam surat Al-baqarah 197 Allah berfirman:

Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.

Sebenarnya, ayat tersebut berbicara dalam konteks ibadah haji, namun saya kira juga relevan kalau kita tarik pada ranah kehidupan yang lebih luas. Dalam ayat di atas, Allah menyerukan kepada hamba-Nya untuk membekali diri dengan takwa. Dalam ayat lain dikatakan libasu at-taqwa khair, pakaian takwa iitu adalah pakaian yang terbaik jadi kita harus mudik dengan membawa bekal dan pakaian takwa.Apa takwa itu?
Takwa, umunya didefinisikan dengan menjalankan segala perintah Allah dan meninggalkan segala apa yang dilarang-Nya. Takwa adalah sebauh kulitas kepribadian yang harus dicapai seorang muslim. Bahkan Islam mewanti-wanti umatnya agar jangan sampai di antara mereka ada yang mati tanpa bekal takwa. Takwa menjadi buah seluruh ibadah mahdlah dalam Islam, dari shalat, zakat, puasa dan naik haji, tujuan akhirnya adalah untuk mencapai derajat atau kualitas takwa.
Takwa haruslah menjadi asas bagi bangunan yang kita dirikikan. Hal ini tersirat dalam QS. at-Taubah [9]: 108 yang menceritakan tentang pendirian Masjid Dlirar, yaitu masjid yang didirikan oleh orang-orang munafik untuk memecah belah umat Islam, kemudian Allah berfirman :
Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa, sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS. At-Taubah [9]: 108).

Bangunan di sini bukan hanya berarti bangunan fisik, tetapi mencakup seluruh bangunan hidup kita. Dalam artian, apa pun yang kita lakukan di dunia ini haruslah dilandasi oleh takwa, yaitu bahwa esegala sesuatu tidak diniatkan kecuali untuk menggapai ridha Allah swt. Bukan untuk kepentingan sesaat, kepentingan pragmatis, aau hanya untuk memenuhi hawa nafsu semata. Dan untuk mencapai keridhaan tersebut hanya akan mungkin bila kita menjalankani kehidupan ini seseuai dengan kehendak-Nya.

Ketakwaan adalah sesuatu yang bersifat rohani. Rasulullah saw. bersabada “ at-taqwa hahuna” Takwa itu di sini, sembari menunujuk ke arah dadanya. Jadi, dia berada dalam diri yang terdalam manusia. Namun demikian, sebagaimana halnya muiara, ketakwaan yang ada di dalam dada ini kemudian memancar keluar dalam bentuk perbuatan dan sikap hidup, sehingga ketakwaan seseorang akan tercermin dari bagaimana di menjalani hidup ini.

Allah swt kemudian merinci ciri-ciri orang yang bertakwa. Dalam surat Al-Baqarah ayat 3-5 Allah menjelaskan orang yang bertakwa adalah orang yang 1) beriman kepada yang ghaib, 2) mendirikan shalat, 3) menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah, 4) beriman kepada apa yang duturunkan kepada Muhammad SAW (al-Quran) dan nabi-nabi sebelumnya, dan 5) beriman kepada hari akhir. Dari beberapa poin tersebut, takwa sikaitakn dengan iman. Iman kepada yang ghaib, yaitu Allah, malaikat, dan jin. Iman terhadap hal-hal tersebut berarti mengakui keberadaanya, meskipun tidak tampak secara kasat. Iman kepada Allah memberikan konsekwensi bagi kita untuk menjalankan perintahnya dan meninggalkan larangnnya. Iman kepada-Nya juga mengharuskan kita sadar bahwa segala tindak tanduk kita tidak mungkin luput dari pengawasan-Nya. Sehingga dalam ibdah kita dianjurkan “beribadahlah kamu seakan-akan kamu melihat Allah, seandainya pun kamu tidak melihat-Nya, niscaya Allah melihatmu”. Orang melakukan kejahatan dan kecurangan seirngkali karena merasa tidak ada orang yang melihat dan mengawasi dirinya, sehingga dia bebas berbuat semaunya, namun dia lupa bahwa Gusti ora sare, Allah itu tidak tidur. Dia mengetahui apa yang terjadi di langit dan di bumi.
Dalam ayat lain, yaitu surat Ali Imran 133-135 Allah menjelaskan ciri-ciri lain dari orang yang bertakwa, yaitu:

134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. 135. dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

Dari ayat tersebut, setidaknya ada empat cirri orang bertakwa, yaitu: 1) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, 2) orang-orang yang menahan amarahnya, 3) mema'afkan (kesalahan) orang, 4) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka serta tidak meneruskan dan mengulangi perbuatan kerji tersebut.
Apabila dalam surat Al-Baqarah 2-5 tadi sebagian besar mengaitkan ketakwan dengan keberimana, itu berarti takwa ditarik ke dalam dimension internal diri manusia, maka pada ayat-ayat di Surat Ali Imran di atas mengaitkan takwa dengan prilaku sosial. Sama dengan pada surat Al-Baqarah ayat 2, dalam hal ini menginfakkan sebagian harta kita kepada fakir miskin adalah ciri dari orang-orang yang bertakwa. Selain itu orang bertakwa adalah orang yang mau berlapang hati, bukan hanya untuk tidak marah, tetapi juga memberikan maaf kepada orang lain. Bisa jadi jika ada orang lain memojokkan kita, kita tidak akan marah, karena secara power kita tidak lebih kuat dari dia. Namun seringkali, meski tidak marah, ada orang yang masih mendendam, dan mencari kesempatan untuk membalas, atau minimal akan merasa puas dan bahagia apabila orang yang memojokkan tadi terpojook, meski bukan oleh orang itu sendiri. Sesuai ayat di atas, ini bukanlah sifat orang bertakwa. Hal ini ipertegas lagi, “apabila engkau memberi maaf, sungguh yang demikian itu lebih dekat kepada ketakwaan (QS. Al-Baqarah [2]: 237).

Orang bertakwa bukanlah orang yang tidak pernah melakukan kesalahan, tetapi orang yang apabila melakukan kesalahan dia segera sadar, bertobat, memohon ampun kepada Allah, lalui melakukan perbuatan baik untuk menutupi keburukkannya itu. Ini sesuai perintah Rasulullah SAW, ittaqillaha haitsu ma kunta, wattabi’s as-sayiata hasanata tamhuha, bertakwalah kepada Allah di mana saja, dan ikutilah perbuatan burukmu dengan perbuatan baik yang akan menghapus perbuatan buruk tersebut. Apabila perbuatan buruk kita bersangkutan dengan hak-hak anak Adam, maka hak-hak tersebut haruslah ditunaikan terlebih dahulu.

Dalam ayat lain Allah menjelaskan, orang yang bertakwa adalah mereka di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan, mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar dan memberikan sebagaian harta mereka untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (Ad-Dzariat 16-19). Ketakwaan, selain dikaitakan dengan berinfak, dalam ayat tersebut di atas juga dikaitkan dengan bangun malam.

Begitu dahsyatnya bangun malam (qiyamu al-lail), sehingga dia menjadi ciri-ciri orang yang bertakwa. dalam surat Al-Muzammil Allah memerintahkan untuk bangun bangun malam, mengisinya dengan shalat, membaca Al-Quran dan berdzikir, meskipun hanya sejenak. Begitulah yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabat, terlebih-lebih pada malam-malam bulan ramadhan, di mana segala amalan ibadah di dalamnya akan dilipatgandakan pahalanya. Bangun malam merupakan rahasia dari kesukessan dakwah Nabi Muhammad saw. Bahkan menurut satu riwayat, karena seringnya shalat malam, kaki Nabi sampai bengkak-bengkak. Setiap kali shalat malam, selalu sja beliau menangis. Melihat itu, Aisyah bertanya ”Ya Rasulullah s.a.w., mengapa engkau menangis. Bukankah engkau maksum, dan Allah s.w.t. telah berjanji mengampuni segala dosamu, baik yang akan datang maupun yang telah lalu?” Jawab nabi saw., ”Apakah tidak sepatutnya saya menjadi hambaNya yang bersyukur?” Rasulullah selanjutnya bersabda, ”Mengapa saya tidak berbuat seperti ini, padahal Allah s.w.t. telah berfirman:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambi tentang penciptaan berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan angit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka kami peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali ’Imran [3]: 190-191).

Hal lain yang menjadi ciri orang bertakwa, sehingga Allah menintai golongan ini, adalah mau menempati janji. Allah berfirman,

(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali ‘Imran [3]: 76).

Dalam ayat lain Allah berfirman:

Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah Mengadakan Perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, Maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa. (QS. At-Taubah [9]: 4).

Dan juga firman Allah swt:

Bagaimana bisa ada Perjanjian (aman) dari sisi Allah dan RasulNya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah Mengadakan Perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidilharaam? Maka selama mereka Berlaku Lurus terhadapmu, hendaklah kamu Berlaku Lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (QS. At-Taubah [9]: 7)

Implikasi Takwa
Takwa adalah kualitas diri seseorang. Sikap yang konsisten untuk menjaga diri dari hal-hal yang menyebabkan datangnya kemurkaan Allah dengan menjalankna perintah-perintahnya ini, tentu akan mempunyai impliksi dalam kehidupan seseorang. Selayaknya fondasi sebuah bangunan, dia tidak hanya memperkokoh tegaknya bangunan, tetapi juga dia menjadi bagian integral yang mempengaruhi bentuk bangunan. Dalma artian bangunan tersebut akan menurut bentuk fondasinya. Dalam hal ini, ketakwaan akan mewarnai sikap dan laku seseorang, karena tingkah laku seseorang adalah cerminan dari apa yang ada di dalam dirinya.
Orang yang bertakwa akan selalu mengingat Allah. Allah swt akan selalu dihadirkan dalam setiap gerak-geriknya. Allah swt. selalu hadir dalam setiap tarikan nafasnya. dengan demikian, dia akan merasa bahwa Allah selalu mengawasinya. Maka dia akan melakukan hal yang terbaik selayaknya anak buah yang bekerja dan diawasi oleh atasannya. Bahakan lebih dari itu, karena yang mengawasi ini bukan hanya bos yang membayar kita, tetapi Dialah yang telah meciptakan dan menghidupkan kita.

Orang yang selalu menghadirkan Allah dalam setiap kehidupannya, maka Allah pun menghadirkan ornag tersebut dalam rahmatnya. Allah mencintai orang tersebut karena dia juga mencintai Allah. Sebagaiman digambarkan oleh Rasulullah saw, apabila engkau berjalan satu langkah menuju Allah, maka Allah seribu langkah mendekat kepadamu. Allah sangat dekat dengan yang dicintainya, sehingga wajar bila kemudian Dia berfirman,
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS. Ath-thalaq [56]: 2-3).

0 komentar:

Posting Komentar