SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Rabu, Mei 19, 2010

Keadilan

Apabila kita mengikuti perkembangan pemberitaan media massa akhir-akhir ini, kita akn merasakan bahwa, sungguh apa yang disebut sebagai keadilan itu tidak lain adalah sesuatu yang utopis, jauh dari realitas, mimpi siang bolong. Dia begitu sering dibicarakan, ditulis, idiskusikan, diseminarakna di Koran, ruang seminar, televise, namun dia tetap tearasa begitu jauh. Konon, kita hidup di negeri yang menganut demokrasi dimana salah satu pilar pilar pentingnya adalah keadilan, namun itu haya menjadi konsep. Konon, kita hidup di negera hokum yang menjunjung tinggi keadilan, kenyataannya keadilan hanya dijadikan sebagai alas kaki meja saja. Hokum di negeri kita ini bak pisau bermata dua, tajam memotong orang-orang yang lemah, miskin, terpinggirkan, namun begitu tumpul di hadapan para konglomerat, pengusaha dan penguasa.

Dari segi ekonominya, negeri ini konon menganut ekonomi pancasila, ekonomi kerakyatan, namun kenyataannya kemakmuran hanya menjadi milik segelintir orang. Kekayaan Negara yang begitu melimpah hanya dinikmati oleh beberapa keluarga, sementara ratusan jiwa lainnya hidup dari mengais “sisa-sisa” segelintir orang tersebut. Otonomi daerah ternya baru memberikan desentralisi kekuasaaan, bukan desentralisasi kesejahteraan. Pendidikan, kesahatan dan kesejahteraan social hanya bias diakses oleh mereka yang kaya dan berkuasa. Lalu kemana larinya jargon-jargon keadilan tersebut?
Agama-agama samawi yang diturunkan Allah SWt sejak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW memilik visi yang sama, yaitu menyeru manusia kepada tauhid, yaitu mengesakan Allah SWT, dan satu lagi yaitu keadilan sosial. Hal ersebut bisa dirunut dalam sejarah para utusan Allah tersebut. Sebagai contoh, bagaimana Nabi Musa AS selain menyeru Bani Isail unutk meriman kepada kepada keesaan Allah juga menyerukan untuk berbuat adal. Dia dihadapakan pada Fiar’aun, raja yang menganggap dirinya sebagai tuhan dan berlaku sewenang-wenang kepada siapa pun yang menentangnya. Begitu juga musa dihadapkan dengan Qarun, seorang yang semula miskin lalu oleh Allah diberi kekayaan, namun ia kemudian lupa diri. Qarun kemudian menjadi orang kaya yang bakhil yang tidak memedulikan nasib orang lain.
Sama halnya dengan Nabi Musa, Ibrahim As juga dihadapkan kepada raja yang memimpin dengan sewenang-wenang. Isa AS yang menyeru pad Bani Israil juga harus berhadapan dnegan orang-orang akya yang bakhil, para saudagar-saudagar yang menimbun harta, tidak memedulikan kaum miskin. Dalm lembar sejarah tercataat bagaiman Isa menentang kesewang-wenangan tersebut, dia hidup bersama orang-orang miskin, mengajari mereka ketauhidan, kasih saying dan keadilan.
Nabi Muahmmad SAW adalah pejuang keadilan sejati. Dia dilahirkan di negeri yang dipenuhi dengan tribalisme, siapa yang kuat dialah yang menang dan menguasai sumber-sumber ekonmi, atau dalam arti lain merekalah yang hidup makmur. Wanita saat itu menjadi makhluk kasta terendah, sehingga tidak jarang bapak yang membunuh dengan anak perempuannya dengan menguburnya hidup-hidup. Pada masanya pula, perbudakan meraja lela. Orang yang menjadi budak sama sekali tidak memiliki kemerdekaan, bahkan terhadap dirinya sendiri. Muhammad SAW diutus, selain untuk menyer kepada pengesaan Allah, juga untuk menyeru pada keadilan. Dia berdakwah dan berjuang melawan ketimpangan sosial yang ada di masyarakatnya, berjuang untuk persamaan hak sebagai mansusia, entah itu laki-laki atau perempuan. Berjuang menghapuskan praktik penindasan terhadap anak-anak perempuan dan para budak, sehingga wajar saja jika pengikut-pengikut awalnya adal dari dua golongan ini.
Begitu penting makna keadilan dalam Islam, sehingga dia diletakkan dalam visi kenabian dan kerasulan, berdampingan dengan ketauhidan. Lalu apa hakikiat keadilan itu sehingga dia layak dan mesti diperjuangkan? Sedemikian pentingkah keadilan dalam kehidupan manusia, sehingga Allah mencintai keadilan dan orang-orang yang berbuat adil?
Dalam al-Quran Allah berfirman:

Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (al-Maidah [5]: 42)

Dalam Al-Quran kata “adil” atau “keadilan” diungkapkan dengan beberpa kata, diantaranya ‘adl .(عدل) Kata ini juga menjadi salah satu asmaul husna (nama-nama yang baik bagi Allah). Adapun kata lain yang sering digunakan di dalam al-Quran adalah qisth (قسط) sebagaimana nampak pada ayat di atas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil memiliki arti…….
Menururt Murtadha Muthahhari, “keadilan” digunakan dalam empat hal, yaitu:
1. Keseimbangan
Keadilan di sini berarti keadaan yang seimbang. Semisal kita membeli beras di suatu warung dan menimbangnya, maka timbangan tersebut haeuslah seimbang. Atau sebagai missal kita membagi dua hasil bururan kita, maka dia harus dibagi denan cara seimabng.
2. Persamaan dan nondiskriminasi
3. Pemberian hak kepada yang pihak yang berhak
4. Pelimpahan wujud berdasarkan tingkat kelayakan.

0 komentar:

Posting Komentar