SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Rabu, Juni 27, 2012

Kamera Allah dan Kamera Manusia

Tulisan ini telah dimuat di Bulletin Jumat Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta dan dalam Buku "Apa Kabar Islam Kita", terbitan MJS Press 2013

Saat menjadi mahasiswa, saya sering diminta untuk memandu pelatihan mahasiswa. Bagi saya memandu sebuah pelatihan adalah suatu hal yang menyenangkan, karena selain saya dapat mentransfer pengetahuan saya, saya juga dapat belajar lebih banyak hal lagi. Namun ada hal lain yang bersifat eksterna yang membuat saya senang, yaitu saya bisa mengaktualisikan hobi saya: bermain kamera. Dengan kamera saya bisa mengambil gambar peserta (baik berupa video maupun foto). Hasil jepretan dan shoot saya itu kemudian saya edit dan saya tayangkan setelah seremonial penutupan. Wal hasil, para peserta pelatihan pada tertawa melihat gambar-gambar mereka.

Tentulah tidak semua peristiwa dalam pelatihan tersebut bisa saya abadikan. Hanya beberapa peristiwa “yang menarik” saja yang saya ambil seperti penjelasan pemateri yang unik, aktivitas peserta yang bersemangat, saat mereka makan bersama atau saat ada yang tertidur saat pemateri sedang sibuk dengan segudang teori. Bagi saya, peristiwa-peristiwa itu sangat eksotik untuk didokumentasikan dan dikenang.

Rambut boleh sama hitam, tapi isi kepala pasti beda. Itu pula yang dapat saya tarik kesimpulan saat saya mengoprasikan kamera saya. Ekspresi tiap orang berbeda-beda. Jika mau digolongkan, setidaknya ada tiga tipe orang dalam menghadapi kamera. Yang pertama, orang tersebut tidak sadar bahwa dirinya sedang diabadikan dalam sebuah video. Orang seperti ini akan berbuat sesuai dengan kesadaran dia yang alamiah. Yang kedua, orang yang sadar bahwa dirinya sedang diabadikan dengan kamera, namun ia mengacuhkannya, tidak peduli dengan keberadaan kamera tersebut. Sementara yang ketiga adalah orang yang sadar kamera. Ia sadar bahwa ia sedang direkam dan kemudian bertingkah sebaik mungkin agar gambarnya nantinya tidak mengecewakan.
 
Saat hasil rekaman itu ditayangkan, berbagai reaksi pun muncul. Seperti yang saya katakan di awal, kebanyakan mereka tertawa. Namun di balik tawa itu ada bermacam rasa yang hadir. Bagi tipe orang yangpertama, ia mera kaget karena ia baru tahu bahwa sebenarnya saat pelatihan tersebut ada yang mengabadikan tingkah lakunya. Bisa jadi ada rasa kesal pada orang yang mengambil gambar yang tidak bilang-bilang saat mau mengambil gambar. Seandainya saja di tahu, mungkin dia akan bertingkah selayaknya tokoh protagonis.
 
Tipe orang yang kedua, dia baru sadar ternyata gambar-gambar dia akan ditayangkan. Dia pun menyesal karena sebenarnya dia tahu, namn dia mengabaikannya. Dan orang yang ketiga dia merasa bahagia, karena gambar yang tayang adalah gambar yang bagus-bagus meski tidak diedit lagi. Dengan demiian dia tidak perlu malu lagi.
 
Saya ingin menarik keluar sedikit cerita saya di atas. Kemajuan teknologi saat ini sangat pesat. Setiap detik ada penemuan ilmiah yang sangat mengagumkan. Salah satu penemuan yang canggih itu adalah satelit kamera. Satelit ini bisa mengambil gambar dari luar angkasa yang kemudian di transfer ke bumi. Dengan teknologi semacam ini, seseorang bisa mengetahui keberadaan orang lain di muka bumi ini. Alat ini biasanya digunakan untuk mematai-matai orang yang dianggap sebagai musuh. Namun teknologi ini masih kurang jeli, karena seringkali ia kehilangan objek disebabkan oleh siatuasi alam.
 
Berbeda dengan teknologi di atas, ada kamera yang merekam dengan sangat detail setiap kehidupan manusia, bahkan sejakk ia masih dalam kandungan. Kamera ini tidak akan rusak dan ia tidak akan salah dalam mengambil gambar. Ia juga tidak terpengaruh dengan posisi objek. Kamera tersebut bisa bernama al-Bashir, al-‘Alim maupun al-Muhith. Kamera itu adalah “Mata” Allah. Sebagaiman dokumentasi pada pelatihan di atas, hasil rekaman ini juga akan di tayangkan pasca seremoni penutupan kehidupan dunia. Bedanya ia tidak diedit dan hanya sang pemain itu sendirilah yang menyaksikannya. Dengan demikian ia tak perlu malu dengan orang lain. Ia hanya perlu malu kepada dirinya sendiri, dan tentu saja kepada Sang Pembuat video tersebut. jika video pelitahian di atas tidak memengaruhi apakah ia lulus pelatihan atau tidak, sialnya video ini akan sangat memengaruhi kelulusannya. Jika rekamannya baik, maka ia lulus dan berhak untuk tinggal di sebuah istana di surga. Namun jika rekamnnya buruk, ia harus mampir di nereka. Bisa sejenak, bisa lama, bisa juga untuk selama-lamanya. Seratus persen itu tergantung dari cara ia berakting dalam film kehidupan.
 
Beruntunglah orang yang sadar kamera, karena ia akan merasa terus diawasi. Dengan demikian ia akan bertingkah sebaik mungkin layaknya seorang bintang film layar lebar. Dan kesialanlah bagi orang yang tidak (mau) sadar akan kamera agung Allah. Yang ia dapat hanyalah rasa malu dan penyesalan diri. Lalu bagaimana agar kita tidak malu nanti di hadapan Sang Pengadil? Caranya adalah, miliki rasa malu itu sejak saat masih di dunia ini. Malu kepada diri sendiri, malu kepada orang lain dan malu kepada Allah. Malu jika kita berbuat keburukan. Malu jika kita berakting tidak sesuai dengan keinginan Sang Sutradara. Rasa malu itu yang akan menyelamatkan kita. Rasa malu itu pula yang membuat manusia menjadi terhormat. Jika rasa itu telah hilang, maka manusia akan jatuh dalam lubang kehinaan, manusia akan menjadi seperti binatang, atau bahkan lebih buruk. Jika kamu tidak merasa malu berbuatlah sesukamu, kata Nabi.
 
Jika kita melihat kondisi bangsa ini tentu kita merasa prihatin. Hampir setiap hari kita disuguhi oleh berita kekerasan yang terjadi di mana-mana. Di sisi lain para penguasa negeri ini berebut kue kekuasan dengan menghalalkan segala cara. Korupsi terjadi dari tingkat pusat sampai tingkat RT. Jika dulu orang merasa malu melakukan kesalahan, sekarang kata malu itu menjadi tabu.
 
Adanya korupsi tak lain karena telah hilangnya rasa malu sang koruptor tersebut, baik malu pada diri sendiri, orang lain maupun pada Allah. Selain itu ia juga kehilangan kesadarannya bahwa “kamera” Allah selalu merekamnya. Pun demikian, orang yang membuang sampah sembarangan juga orang yang telah kehilangan rasa malu dan kesadarannya. Itulah mengapa Nabi mengatakan bahwa malu itu separo dari iman. Artinya orang yang telah kehilangan rasa malunya ia telah kehilangan separo imannya. Sedangkan surga hanya untuk orang-orang yang berimana secara sempurna (kamil).

Film apa yang mau kita tonton saat menanti Pengadilan Tertinggi nanti? Apakah film yang berkualitas yang pemainnya bermain sesuai dengan instruksi Sang Sutradara? Atau film yang pemainnya bermain asal-asalan karena tidak pernah membaca naskah dan mengikuti instruksi Sang Sutradara? Pilihan itu semuanya terserah Anda. Namun sekedar mengingatkan, telah banyak orang yang semula dianggap terhormat harus hancur karir dan kehidupan keluarganya karena “film buruknya” diputarkan oleh Allah di dunia ini.
 
Sebagai kata pentup, saya nukilkan doa dari Ali bin Abi Thalib kw. Yang diajarkan kepada Sabahat Kumail: wahai pelindungku, betapa banyak kejelekan yang Engkau tutupi,...., betapa banyak pujian baik yang tidak layak bagiku telah engkau sebarkan,....,janganlah Engkau ungkap dengan pantauan-Mu rahasiaku yang tersembunyi, janganlah Engkau segerakan siksa atas perbuatanku dalam kesendirianku.

0 komentar:

Posting Komentar