SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Kamis, Juni 28, 2012

Guru: Mengajar itu Memanusiakan

Judul buku : Gurunya Manusia
Penulis : Munif Chatib
Penerbit : Kaifa, Bandung.
Tahun : Pertama, Mei 2011
Halaman : xx + 253

Apa yang menjadi faktor terpenting dalam kemajuan sebuah bangsa? Jawabannya adalah pendidikan. Dua negara maju saat ini bisa kita jadikan sebagai rujukan, yaitu Amerika Serikat dan Jepang. Kemajuan dua negara tersebut tidak bisa dipisahkan dari baiknya sistem pendidikan yang mereka miliki. Pendidikan menjadi prioritas utama mereka, karena mereka sadar bahwa tanpa adanya sistem pendidikan yang baik, tidak akan lahir generasi yang unggul yang dengan ilmu pengetahuannya dapat menguasai sendi-sendi kehidupan ini.

Lalu apa yang menjadi faktor terpenting dalam pendidikan? Tak lain dan tak bukan adalah guru. Guru adalah orang yang menentukan kualitas sebuah generasi, karena dari dan oleh merekalah ilmu pengetahuan dan nilai ditransfer kepada sebuah generasi. Bukan suatu yang mengherankan jika sesaat setelah pengeboman yang meluluhlantakkan Nagasaki dan Hiroshima tahun 1945, Kaisar Hirohito dalam pidatonya menanyakan jumlah guru yang selamat. Tak lain karena sang kaisar sadar bahwa guru adalah tulang punggung kemajuan suatu bangsa. Hingga kini, guru mendapat perhatian yang tinggi di negara tersebut. 


Hal yang sama juga terjadi di Finlandia. Menyadari akan peran penting guru bagi kemajuan bangsanya, Finlandia menempatkan guru sebagai profesi terhormat. Pemerintah Filnlandia menempatkan angggaran pendidikan pada prioritas utama, dan yang paling besar adalah untu gaji guru. Konsekwensinya, seseorang harus bersaing ketat untuk masuk pada jurusan pendidikan. Dengan demikian kualitas guru di negara tersebut sangat terjaga. Lalu, bagiamana dengan kualitas pendidikan dan guru di Indonesia?
 

Harus diakui bahwa kesadaran akan peran penting pendidikan bagi kemajuan sebuah bangsa yang perlu mendapat prioritas utama masih belum terbangun di negeri ini. Pemerintah, dengan berbagai alasan, belum berani menjadikan pendidikan sebagai investasi terbesarnya, dengan demikian guru masih menjadi profesi tingkat rendah di negeri ini, apalagi jika dibandingkan dengan profesi-profesi lainnya seperti pegawai bank atau pegawai kantoran. Banyak yang menjadi guru lantaran tidak diterima di bidang lain. Mau tidak mau, hal ini akan berdampak pada kualitas guru.
 

Stereotip di atas hanya satu permasalahan dari segunung permasalahan keguruan di tanah air ini. Permasalahan yang lain adalah dari dalm diri guru sendiri. Masih banyak guru yang mengajar dengan menggunakan paradigma lama yang menganggap anak sebagai tong kosong yang perlu diisi dengan air (banking system learning). Anak tak ubahnya sebuah robot yang menerima program begitu saja tanpa ada penolakan. Permasalah yang lain adalah rendahnya komitmen para guru. Tidak sedikit guru yang hanya sekedar menyampaikan materi tanpa memedulikan apakah anak paham atau tidak terhadap materi tersebut, karena yang terpenting materi akan habis di akhir semester. Begitulah yang dilakukan sepanjang semester sepanjang tahun. Ditambah lagi dengan metode mengajar yang monoton yang tidak menumbuhkan keinginan anak untuk memahami pelajaran tersebut.
Dengan kondisi guru seperti di atas, maka pendidikan Indonesia masih jauh untuk bisa dikatakan maju atau berkualitas. Akibatnya hingga saat ini indeks pembangunan manusia Indonesia masih di bawah negara-negara tetangga yang dari usia lebih muda dari kita. Bahkan dari dua hasil penelitian berbeda yang dihimpun oleh seorang konsultan pendidikan, Indonesia menempati urutan keempat dari bawah pada penelitan pertama dan urutan kedua dari bawah pada penelitian kedua. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali dengan meningkatkan kualitas pendidikan kita. Itu berarti meningkatkan kualitas para guru dan mencetak guru-guru profesional, karena hanya guru profesionallah yang mampu melakukan sebuah transformasi. Lalu seperti apa guru profesional tersebut?
 

Munif Chatib, seorang konsultan pendidikan dan pakar Multiple Intelligences (sebuah teori yang saat ini menjadi landasan pendidikan hampir di seluruh dunia), menggambarkan guru profesional itu dalam bukunya Gurunya Manusia; Menjadikan Semua Anak dan Semua Anak Juara, dengan satu profil yaitu Gurunya Manusia. Menurut Munif, Gurunya Manusia adalah guru yang fokus kepada kondisi peserta didik. Semakin banyak data dan informasi tentang kondisi peserta didik, akan semakin memudahkan guru masuk ke dunia siswa (hal. xviii). Dan syarat utama untuk menjadi Gurunya manusia adalah ia tidak pernah berhenti belajar (hal. 64), karena dengan terus belajar inilah seorang guru dapat terus mengembangkan kemampuannya.
Munif Chatib menuliskan setidaknya ada tiga kata kunci yang harus tertanam pada Gurunya Manusia., yaitu paradigma, cara dan komitmen. Dan ketiga kata kunci itu bisa dijabarkan dalam enam hal:
 

Yang pertama, guru harus mempunyai cara pandang bahwa yang diajar adalah manusia yang tak lain adalah makhluk dinamis, dan setiap anak adalah juara, setiap anak mempunyai potensi kebaikan, dan kemampuan anak berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian tidak ada anak yang bodoh. Paradigma ini telah dijelaskan panjang lebar oleh Muif dalam bukunya yang pertama, Sekolahnya Manusia (Kaifa:2009). Kedua, guru harus mempunyai cara pandang bahwa mengajar adalah pekerjaan seni tingkat tinggi yang harus dilakukan dengan hati. Ketiga, guru harus memahami kemampuan dalam arti luas. Kemampuan siswa tidak dipahami hanya dalam artian sempit saja, yaitu kognitif, tetapi juga harus diakui kemampuan psikomotorik dan afektifnya. Keempat, gurunya manusia harus menjadi “penyelam” untuk terus mencari kemampuan siswa. Hal ini di dasari oleh cara pandang bahwa setiap siswa adalah juara. Tugas guru adalah menggali potensinya sampai ia menemukan kemampunnya dan setelah ketemu guru lalu menjadi katalisator (pemantik) kemampuan siswa tersebut.
 

Kelima, Gurunya Manusia adalah guru yang mengajar dengan cara menyenangkan. sekolah bukanlah penjara bagi siswa, melainkan arena anak untuk belajar. Dan belajar yang baik adalah ketika pelajaran itu masuk kedalam memori jangka panjang (long term memory) siswa. Hal itu bisa terjadi jika proses pembelajaran berlangsung dengan cara yang menyenangkan. Dan yang keenam, Gurunya Manusia adalah sang fasilitator. Gurunya Manusia sadar bahwa subjek belajar yang utama adalah siswa. Sebagai subjek, siswa tidak boleh dibiarkan pasif, mereka harus terlibat aktif dalam pembelajaran. Dengan enam modal dasar tersebutlah, seseorang dapat menjadi guru profesional atau Gurunya Manusia. 

Namun seakan belum puas membekali para guru dengan enam modal dasar menjadi Gurunya Manusia tersebut, dalam buku ini Munif juga memberikan strategi-strategi pembelajaran dengan Multiple Intelligences, bagaimana cara mendesain pelatihan guru dan kiat-kiat praktis bagaimana menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) yang kreatif. Untuk itu, buku ini layak menjadi bacaan wajib tidak hanya para guru, kepala sekolah, pengurus yayasan dan praktisi pendidikan lainnya, tetapi juga bagi para pengambil kebijakan di negeri ini.

0 komentar:

Posting Komentar