SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Rumahku Surgaku

Rumah bukan hanya tempat berteduh dari sengat matahari dan derasnya hujan, tetapi ia juga tempat bertumbuh rasa kasih sayang, tempat kembali bersama kehangatan keluarga.

Allah Maha Pemurah

Burung yang keluar dari sangkarnya dengan perut kosong, akan kembali di sore hari dengan perut kenyang. Sungguh Allah Maha Pemuerah kepada semua makhluk-Nya.

Di Atas Langit Masih Ada Langit

Langit hanyalah batas dari ketidakmampuan pandangan mata kita, namun akanl dan iman kita akan selalu mengatakan bahwa masih ada langit di atas langit yang kita lihat.

Jalan Hidup

Jalan hidup tak selamanya datar. kadang ia menaik-turun, berliku dan terjal. Hanya pribadi yang kuatlah yang mampu menempuh jalan itu.

Lebah

Ia hanya makan dari sesuatu yang bersih dan bergizi sehingga ia menghasilkan sesuatu yang bersih dan bergizi pula. ia tak pernah merusak saat mencari makan. ia ada untuk bermanfaat.

Rabu, April 22, 2009

Rumahku Bukan Surgaku


Pagi masih terlalu dingin. Mobilku pun tak segera menyala ketika aku starter. Udara di kota ini memang cukup dingin. Bisa dikatakan, tempat ini adalah puncaknya kota ini. Aku juga tidak paham mengapa bapak memilih membangun rumah di sini, di bukit yang berjarak 30 kilometer dari pusat kota. Bisa jadi bapak salah perkiraan.

Semula tempat ini memang sangat menarik. Kontur perbukitannya dengan sedikit lahan landai di bagian lain, membuat tempat ini begitu menarik para pebisnis perumahan dan villa. keindahan tempat ini pula yang menarik putra penguasa negeri ini saat itu untuk membangunnya menjadi resort. Namun ketika kekuasaan ayahnya tumbang, dia pun bangkrut. Masih tampak di sana sisa-sisa calon track motorkros yang belum selesai dibangun. Lahan yang luas itu kini menjadi milik pemerintah, sementara masyarakat yang dulu diusir dari tempat tersebut tidak bisa kembali mengambil tanahnya, kecuali dia seperti bapakku yang punya jabatan dan kekayaan.

Jujur aku katakana, rumahku bukanlah rumah yang dibangun asal-asalan, karena arsisteknya, Wijayakusuma, yang tidak lain adalah ayahku sendiri, adalah jebolan universitas terkemuka di Prancis. Dengan kamahirannya itu dia membangun rumah ini, perpaduan antar arsistektur modern dan arsisterktur jawa kuno. Justru yang tidak nampak adalah corak kesumatraanya, padahal kami tinggal di pintu gerbang Sumatra. Namun aku tidak heran, karena bapak memang orang jawa tulen.

Kami memang keluarga jawa. Bahakan anak-anak bapak, termasuk aku anak yang ketiga sekaligus terakhir, semuanya lahir di Jawa. Kami baru pindah ke sini saat usiaku sekitar 13 tahun, saat aku masih duduk di kelas dua SLTP. Saat itu bapak mendapatkan proyek besar di sini, pembangunan resort milik putra penguasa negeri ini kala itu. Namun meskipun proyek itu gagal, dan semua asset disita oleh pemerintah, bapak tetap selamat. Itu karena kedekatan bapak dengan semua orang, khusunya para pembesar pemerintah daerah di sini. Malah bapak kini menjadi direktur sekaligus pemegang saham terbesar di salah satu perusahan konstruksi.

Saat pertama ke kota ini, kami tinggal di rumah yang kami sewa di dekat tempat kerja bapak, tidak jauh dari tempat tinggal kami sat ini. Baru setahun kemudian bapak membangunkan “istana” ini. Yah, banyak tetangga dan tamu yang datang ke rumah mengatakan rumah ini adalah istana. Bahkan Alfian, teman sekolahku di SMA menyebutnya sebagai miniatur surga. Waktu itu memang kami baru belajar pelajaran agama yang diletakkan, atau lebih cocoknya disispkan pada jam terakhir. Guru agama kamii menjelaskan tentang taman surga, dimana air yang cukup jernih mengalir, buah-buahan tersedia dan mudah dipetik, bunga-bunga bermekaran di sana sini, suara-suara burung yang terdengar merdu. Apa saja yang manusia inginkan ada di surga. demikian kata guruku. Dan semua itu seakan telah tersedia di rumahku.

“Bukankah ibu guru tadi bilang kita harus menjadikan rumah kita sebagi surga, rumahku surgaku”, kata Alfian protes setelah aku katakan pada dia, rumah ini seperti neraka bagiku. Bagaimana tidak. Setiap hari yang aku dengar adalah pertengkaran bapak dan ibu pada pagi hari sebelum keduanya pergi bekerja. Tentu bukan di meja makan, karena sejak pindah ke Sumatra ini kami tidak pernah lagi makan bersama. Itu pula yang menyebabkan kami jarang bertegur sapa, apalagi guyup larut dalam obrolan. Paling hanya aku dan Liana, saudaraku yang kedua. Saudara pertamaku, Mas Agung, tidak ikut pindah ke Sumatra. Dia memilih tinggal bersama kakek nenek di Jawa. Beruntunglah dia tidak iktu pindah. Dan sekarang dia telah dikarunia satu orang anak. Mudah-mudahan dia tidak meniru sikap bapak.

Sebagai seorang kepala keluarga, bapak bersikap layaknya seorang raja. Semua perkataannya harus didengar. Namun tidak pernah mau mendengarkan orang lain. Sementara ibu justru tidak selayaknya permaisuri yang manut nurut pada raja, tetapi dia menjadi Ken Dedes yang memberontak pada suaminya. Sehingga pertengkaran tidak bisa dielakkan. Itu pula yang memebadakan dia dengan Ken Dedes. Ken Dedes masih berbicara lembut dengan suaminya, tetapi ibuku tida lagi berbicara lembut selayaknya seorang wanita solo yang pernah aku kenal.

Ketika terjadi perang kata, aku memilih diam atau pergi begitu saja meninggalakan rumah, ke rumah Alfian atau ke Game Center. Pulang menejelang larut malam. Namun seringkali aku tidak mendapatkan kedua orang tuaku di rumah. Semula aku sering menanyakan pada Liana, namun selalu jawabanya sama, belum pulang. Mereka berdua pulang larut malam, dengan mobilnya masing-masing. Bahkan kadang tidak pulang ke rumah.

Sikap kediktatoran bapak juga yang menyuruhku kuliah di bidang arsistektur, biar bisa meneruskan usaha bapak, katanya. Padahal waktu itu aku ingin belajar sastra Inggris. Aku hanya bisa diam dan menurutinya, meski dalam hati terbesit satu tekad, aku tidak akan pernah meniru bapak.

***
Lima tahun aku kuliah di Perancis. Semula aku ingin mengikuti jejak mas Agung, tinggal dan membangun keluarga di Jawa. Pernah aku utarakan maksudku pada Endah, teman kuliahku sesama orang Indonesia, tapi dia malah menganggapku bergurau. Selama aku kuliah, dialah orang yang banyak aku ajak bicara tentang keluargaku. Aku bercerita padanya, menuangkan seluruh gundah gulanaku, setelah aku dapat kabar meninggalnya ibu. Aku ceritakan padanya tentang keluargaku padanya meskipun tidak semua tetek bengeknya. Karena sedikit berat membicarakan permasalahan keluarga dengan orang lain yang bukan keluargaku. Menceritakan bapakku yang sering pergi, ibuku yang jarang di rumah, saudara perempuanku yang ikut-ikutan ngeluyur. Bukankah itu aib kelurga yang tidak perlu aku bicarakan dengan orang lain, kecuali jika sudah terlanjur alias keceplosan karena sudah tidak kuat aku memendamnya.

Tidak ada penyambutan, tidak ada selebrasi atau sejenisnya. Keinginanku untuk langsung pulang ke rumah aku batalkan. Aku mencari rumah kontrakkan dan menaruk semua barang-barangku di sana. Setelah dua bulan baru aku datang ke rumah.
Lima tahun bagiku waktu yang lama tinggal di negeri orang, jauh dari orang-orang yang aku hormati, cintai, namun sering juga aku benci. Sempat juga aku merindukan miniatur surga itu. Namun ternyata waktu lima tahun tidak cukup untuk memperbaiki kebobrokan rumah ini.

Tak ada ada banyak perubahan di rumah ini. Bunga-bunga itu, kolam ikan, air mancur, ayunan yang tergantung di pohon jambu di belakang rumah. Hanya saja aku tidak mendnegar kicauan burung lagi. Kata Pak Parman, pembantu rumah ini, bilang bapak takut terjangkit flu burung, sehingga burung-burung itu dikasihkan ke teman-temannya. Aneh, bukannya bapak jarang di rumah, mengapa mesti takut? Justru Parman dan teman-temannya sesama pembantulah yang selayaknya ttakut, karena mereka yang saben hari tinggal di rumah ini dan merawatnya. Memang tidak ada yang berubah, termasuk sikap bapak.

Sejak meninggalnya ibu, bapak tambah jarang di rumah. Liana pun sibuk dengan pekerjaannya. Aku coba memaksa diriku bertahan tinggal di rumah ini, yang semula aku kira bisa menganggapnya menjadi surga. namun tetap, rumah ini bukan surgaku, bukan baiti jannati, tetapi justru menjadi neraka yang orang tidak akan pernah betah tinggal di dalamnya.

***
Sudah sepuluh hari ini bapak tidak pulang ke rumah. Kabar yang aku dengar dia tinggal di apartemen temannya yang proyeknya baru bapak selesaikan. Sebagai imbalan, bapak mendapatkan satu apartemen di gedung itu. Dan akupun lebih senang tinggal di rumah kontrakkanku.

Mengetahui bapak tinggal di apartemen temannya tidak membuatku pusing. Apalagi aku mulai larut dalam tugas-tugas kantor. Sampai pada satu hari aku mendapatkan berita yang tidak mengenakan dan menyesakkan hatiku. Bapak meninggal, jenajahnya kini ada di salah satu rumah sakit di ibu kota.

Ceritanya berawal dari seorang pelayan catering yang mendapatkan bapak terkulai di kamarnya, kemudian pelayan tersebut memangil Pak Heru, pemilik apartemen sekaligus teman bapak. Rumah sakit daerah tidak bisa menangani penyakit bapak, dan harus dirujuk ke rumah sakit ibu kota. Namun naas, sesaat setelah diturunkan dari pesawat, bapak menghembuskan nafas terakhirnya.

Satu tahun sepeninggalan bapak, kami tiga bersaudara sepakat unutk menjual rumah peninggalan keluarga itu. Liana tinggal bersama suaminya di Palembang. Mas Agung tetap tinggal di Jawa. Sementara aku mebeli rumah sederhana yang selama ini aku kontrak.

Bagiku, baiti jannati tidak harus rumah itu besar, luas, mewah, dimana air jernih mengalir dan memancar, sebidang taman bunga dan buah-buahan yang rimbun, ataupun kolam ikan yang jernih hingga ikan yang di dasar kolam terlihat jelas. Juga bukan rumah dengan segudang pembantu yang siap melayani setiap saat. Rumahku surgaku adalah rumah yang harmonis, saling perngertian satu sama lain yang timbul karena adanya komunikasi. Dia adalah rumah, bukan istana dengan seonggok raja. Rumah yang guyup dengan tegur sapa dan canda di meja makan.

Sabtu, April 18, 2009

Hidup Adalah Ujian

Sejatinya kehidupan ini adalah ujian alias cobaan, sehingga akan diketahui kelak siapa orang yang paling baik amal perbuatannya. (QS. Al-Mulk: 2) Dengan demikian, seluruh yang terkandung dalam hidup ini adalah ujian. Jadi, senang-sedih, bahagia-sakit, kenyang-lapar, haus-kembung, kaya-miskin, cantik-buruk dan lain sebagainya tidak lebih dari ujian. Dan sebagaimana ujian pada umumnya, hasil dari ujian ini adalah yang menentukan siapa yang lulus dan siapa yang gagal. Pertanyaannya adalah lulus dari mana? Standar kelulusnya apa?

Hidup adalah perjalanan pulang. Kembali ke asal. Ke sumber kehidupan. Kembali kepada kesempurnaan, ke yang Maha Sempurna. Sangat wajar jika manusia di dunia ini diibaratkan sebagai musafir, singgah sebentar kemudian berlalu kembali. Urep mung mampir ngumbeh, kata orang jawa. Hidup ini sekedar persinggahan untuk minum. Karena sekedar mampir minum, seyogyanyalah kita minum sekedarnya saja, sekedar cukup menghantarkan perjalanan kita untuk pulang. Kiranya tersedia di sana berbagai macam minuman, seperti air putih, susu, madu dan arak, hendaklah kita memilih yang menyehatkan dan membuat kita teetap berjalan tegak. Kita bebas memilih, namun setiap pilihan kita memberi konsekwensi tersendiri bagi kita. Masing-masing bertanggungjawab dan memikul sendri apa yang diakibatkan oleh pilihannya tersebut.

Kehidupan adalah ujian. Seorang anak Sekolah Dasar (SD) mendapatkan soal sesuai dengan kemampuannya. Begitu juga siswa Sekolah Menengah Pertama (SLTP) ataupun Sekolah Menengah Atas (SMA) ataupun tingkat perguruan tinggi. Semua mendapat soal ujian sesuai tingkatatnnya. Tidak mungkin seorang anak SD mendapatkan soal ujian yang seharusnya untuk SMA, atau sebaliknya siswa SMA mendapatkan soal anak SD. Tuhan menguji umatnya sesuai dengan kadar kemampuan masig-masing. Semakin tingi tingkat kehidupan seseorang, maka semakin tinggi tanggungjwaab dia. Semakin tingi tanggung jawab, semakin tinggi ujian yang Tuhan berikan. Semakin tinggi suatu pohon tumbuh semakin kencang angin menerpanya. Kurang lebih seperti itu kata pepatah.

Orang akan diuji dengan apa yang mereka miliki. Ketika seseorang memiliki ilmu, maka dia akan diuji dengan ilmu tersebut. sejauh mana ilmu itu bermanfaat. Ketika seseorang mempunyai kedudukan di lingkungan sosial, dia akan diuji dengan sejauh mana kedudukannya itu mampu memberikan kesejahteraan bagi orang lain. Ketika seseorang mempunyai harta maka dia kan diuji, sejauh mana dia mendistribusikan hartanya kepada orang lain? Sejauh mana harta tersebut bisa mensejahterakan diri, keluarga, orang-orang yang membutuhkan. Begitu juga sebaliknya ketika seseorang tidak mempunyai kekayaan dan hidup dalam kekurangan, kehidupan seperti ini juga adalah ujian, sejauh mana dia berusaha mencara rizki Tuhan, sejauh mana dia berusaha dan berjuang merubah nasib, secara personal maupun sosial, dan sejauh mana dia mampu menerima keadaan itu dengan tawakal.

Manusia akan diuji dengan apa yang dimilki, termasuk juga dengan perkataannya. Diam (tidak berkata-kata) adalah hikmah, namun sedikit orang yang melakukannya. Begitu kata Nabi Muhammad SAW. Banyak orang yang lebih suka berkata-kata ketimbang diam. Selain apa yang seseorang perbuat, apa yang ia katakan juga merupakan ujian baginya. Tanggung jawab orang yang berilmu adalah adalah menyampaikan ilmunya. Dan tanggungjawab umt manuisa semua adalah untuk saling menasihati dalam hal kebenaran dan kesabaran (Al-‘Ashr: 3). Menasehti. Berhati-hatilah dengan laku ini. Salah satu perbuatan yang Allah kecam adalah seseorang yang mengatakan sesuatu, padahal dia tidak melakukannya. Kebencian Allah sangat besar kepada golongan ini (QS. Ash-shaff: 2-3).

Orang yang menasihati orang lain, maka sebenarnya nasihat itu akan kembali kepada dia. Ketika seseorang menasihati orang lain untuk berbuat baik, maka setelah itu dia kan mendapat ujian bagaimana dia harus berbuat baik. Ketika seseorang menasihati orang lain, jangan marah!, maka setelah itu Allah akan memberikan satu kejadian yang akan menguji dia apakah dia akan marah atau tidak dalam mengahadapi hal tersebut. bisa jadi setelah seseorang menasihati orang lain untuk berderma, kemudian Allah mengirim peminta-minta kepada dia untuk menguji kedermawanannya. Yah demikianlah Allah mendidik dan menguji hamba-Nya, supaya hamba-Nya lulus mendapat derajat khalilullah, sahabat Allah, derajat orang-orang takwa yang lulus dengan predikat sangat memuaskan. Wallahu a’lam bi shawabih.

Tulisan ini disampaiakn pada Pengajian Kelas XI A-1 SMA Muhammadiayah 3 Yogyakarta, 16 April 2009

Kamis, April 16, 2009

Cerita Rahib

Ada dua orang rahib yang sedang berjalan-jalan melalui pinggiran kali. Pada saat kedua rahib tersebut sedang berjalan dan menikmati pemandangan daerah tersebut yang indah, ada seorang wanita yang meminta tolong agar ia dibantu menyeberangi kali. Seketika salah satu rahib tersebut menggendong wanita tersebut dan membawanya ke seberang kali, kemudian rahib tersebut kembali ke tempat semula lalu melanjutkan perjalanannya.

setelah berjalan agak jauh, rahib yang satunya baru sadar bahwa temannya tadi telah menggendong seorang wanita dan membawanya menyeberangi kali. bukankah dia rahib? bukankah itu hal tercela, apalagi bagi seorang rahib? meski demikian dia tidak enak menanyakannya kepada temannya tersebut. Dalam sepanjang perjalanan dia memikirkan kejadian tersebut? ada apa dengan temannya tadi? apakah dia telah lupa terhadap larangan-larangan dalam kerahiban.

Setelah berjalan kucup jauh, keduanya beristirahat untuk makan dan minum. rahib yang sedari tadi memendam pertanyaan tidak kuat juga untuk tidak menanyakan perisitwa yang telah ia lihat tadi. akhirnya dia pun bertanya.

"Wahai kawan, mengapa enggkau tadi menggendong seorang wanita, bukankah hal itu tercela, apa lagi bagi seorang rahib?" tanya sang rahib. Rahib yang menyebrangkan wanita tadi dengan santai menjawab: "saya menggendongnya sudah lewat tadi, dan saya sekarang tidak menggendongnya lagi, tetapi mengapa engkau masih menggenongnya dalam pikiranmu?" Sang Rahib pun terdiam mendengar jawaban teman seperjalanannya itu.

Hikmahnya apa ya? kalau gak tahu and males mikir, tanya aja pada rahibnya.


Minggu, April 12, 2009

e-book

Harga kertas naik, otomatis harga buku juga naik. sejak selesai kuliah ini aku mulai jarang beli buku, maklum kiriman distop, sementara gaji sebulan cuma cukup untuk makan. akhirnya aku hanya dapat pinjam dari beberapa orang teman atau meminta teman yang masih kuliah untuk memnjamkan buku di Perpustakaan universitas. tapi di mana ada keinginan pasti ada jalan.

Dalam era IT seperti sekarang ini, banyak cara yang bisa kita lakukan untuk memperoleh bahan bacaan, salah satunya melalui e-book. nah kalau kita lagi berselancar di dunia maya, kit ajuga kan mendapatkan beberapa situs yang menyediakan layanan ddownload grats buku-buku dalam bentuk pdf, entah itu fiksi maupun non fiksi. salah satunya adalah www.warungfiksi.net.

selain itu, saya juga sernig mendapat kiriman scanbook dari salah seorang teman yang bekerja di salah satu lembaga peneitina yang memang berusaha menyebarkan buku-buku yang berguna. so, kita bisa menjadikan buku-buku tersebut sebagai sumber bacaan.

Jumat, April 10, 2009

Lompatan Spiritual

Dalam Islam, ad satu pola yang telah diatur untuk menuju kepada sang pencipta. pola-pola itu yang sering disebut sebagai syariah. barang siapa mengikuti pola-pola tersebut dengan benar, maka dia akan sampai kepada-Nya. pola-pola itu itu tergambar dalam rukun Islam yang lima.

Pola-pola itu ibarat anak-anak tangga yang harus kita daki satu per satu untuk mencapai puncak tujuan. Semakin banyak anak tangga tangga yang kita tapaki semakin dekat jarak kita dengannya. Pola-poa tersebut menuntun kita menuju Yang Maha Agung dengan step by step atau selangkah demi selangkah.

Namun diluar itu, ada orang yang tanpa melalui proses tahapan tersebut dia bertemu Tuhan, atau dalam bahsa lain masuk surga. sebagaimana yang digambarkan oleh rasulullah tentang seorang pelacur yang oleh Allah dimasukkan surga lantaran dia memberi minum seekor anjing di suatu padang pasir yang kering dan tandus. orang yang seperti ini adalah orang yang telah mengalami suatu lompatan. orang yang mengalami suatu lompatan spritual adalah mana kala dia tidak lagi berikir tentang dirinya an sich, tetapi lebih mengutamakan yang lain. seperti pelacur tadi yang memberikan minum kepada anjing, padahal dia juga sangat membutuhkannya, dan hanya itulah air yang ada.
Lompatan seperti ii juga dialami oleh para sahabat. ketika perjuangan menyebarkan Islam pada masa nabi membutuhkan harta benda atau biaya, maka Abu Bakar mberkata "Amillah seluruh hartaku untuk perjuangan dijalan Allah". kemudian Umar berkata, "ambillah separo hartaku", dan Usman berkata, ambillah sepertiga hartaku. sementara Ali yang hidup miskin berkata "karena aku fakir dan tidak punya apa-apa, maka aku menyerahkan diriku ini". dari sini lalu Ali RA dijuluki murtadlha atau yang diridhlai.
Lompatan spritual ini terjadi ketika seseorang telah benar-benar menyerahkan dirinya kepada Alla SWT dan hanya bersandar kepadanya. orang-orang ini adalah mereka yang telah menemukan satu momentum quantum, telah berhasil melewati masa kritis dalam dirinya.
Disarikan dari obrolan di jogjagingan di Padepokan Syekh Siti Jenar.

Selasa, April 07, 2009

Lomba Cerpen

Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, bekerjasama dengan Paguyuban Sastra Rabu Malam (PaSar MaLam) “Lomba Penulisan Cerita Pendek (Cerpen).” Lomba ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan 97 tahun usia Bumiputera ini terbuka untuk umum, terutama para pecinta sastra.

Sebagai asuransi tertua dan terbesar di Indonesia, Bumiputera dikenal peduli terhadap pengembangan kreativitas masyarakat yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan lomba penulisan setiap tahunnya, termasuk menyelenggarakan Lomba Kreativitas Ilmiah Guru dan Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia. Sedangkan PaSar MaLam dikenal dengan kegiatannya seperti Sastra Reboan yang digulirkan secara rutin setiap hari Rabu akhir bulan di Warung Apresiasi (Wapres) Bulungan, Jakarta Selatan
Topik : “Sosial, Human Interest”

Persyaratan Peserta :

1. Masyarakat umum, warga negara Indonesia.
2. Peserta boleh menggunakan nama samaran (namun nama asli tetap dicantumkan di daftar riwayat hidup).
3. Melampirkan daftar riwayat hidup, (termasuk alamat lengkap, nomor telepon, dan e-mail).
4. Lomba ini tertutup bagi pegawai tetap (organik) AJB Bumiputera 1912.

Ketentuan Lomba :

1. Cerpen harus memiliki nilai manfaat bagi pengembangan
pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang asuransi;
2. Cerpen tidak mengandung SARA.
3. Bentuk tulisan dengan gaya bahasa yang cair, kreatif, dan
tidak dalam bentuk makalah ilmiah.
4. Setiap karya wajib menyebutkan kata “asuransi” dan “AJB
Bumiputera 1912″ sedikitnya satu kali.
5. Panjang cerpen maksimum 15.000 karakter, disajikan dalam teks
Times New Romans, 1,5 spasi, dengan font 12.
6. Cerpen harus asli, bukan saduran atau terjemahan;
7. Cerpen belum pernah/tidak sedang diikutkan dalam lomba
penulisan lainnya dan belum pernah dipublikasikan di media
apapun;
8. Cerpen ditunggu paling lambat tanggal 30 Juni 2009 pukul
24:00 (untuk email) dan berdasarkan cap pos untuk pengiriman
melalui pos.
9. Cerpen yang menjadi pemenang akan dimuat di majalah
“bumiputeranews” (hadiah sudah termasuk honorarium pemuatan);
10. Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat dan tidak diadakan
surat menyurat.
11. Pengumuman pemenang lomba penulisan akan dilakukan pada
bulan Agustus 2009 di website AJB Bumiputera 1912 di
http://www.bumiputera.com/, website PaSar MaLam di
http://www.reboan.com/ dan website panitia di
http://www.bumiputeramenulis.com/
12. Penyerahan hadiah dilaksanakan pada akhir Agustus 2009, yang
tempat dan waktunya akan diberitahukan kepada para pemenang.

Tata Cara Pengiriman Cerpen :

1. Peserta lomba dapat menulis lebih dari satu cerpen;
2. Cerpen dikirim melalui email ke komunikasi@bumiputera.com
atau bila dalam bentuk hardcopy melalui pos ke alamat:
Departemen Komunikasi Perusahaan, AJB Bumiputera 1912, Wisma
Bumiputera Lantai 19, Jl. Jend. Sudirman Kav 75, Jakarta 12910

Untuk informasi lebih lanjut hubungi Bumiputera :
Telp. 021-5224565;
Faks. 021-5224566
Email : komunikasi@bumiputera.com

Hadiah :

1. Juara I : Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah) dan Piagam
Penghargaan.
2. Juara II : Rp. 4.000.000,- (Empat juta rupiah) dan Piagam
Penghargaan.
3. Juara III : Rp. 3.000.000,- (Tiga juta rupiah) dan Piagam
Penghargaan.
4. Juara Harapan sebanyak 5 orang masing-masing sebesar Rp.
1.000.000,- (Satu juta rupiah).
5. Pajak hadiah ditanggung oleh pemenang

Diambil dari www.penulislepas.com

Lomba Karya Tulis Pemuda

LOMBA KARYA TULIS PEMUDA TINGKAT NASIONAL

dan PENGHARGAAN UNTUK PENULIS ARTIKEL KEPEMUDAAN

Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI bekerja sama dengan Forum
Lingkar Pena menyelenggarakan Lomba Karya Tulis dan Penghargaan untuk
Penulis Artikel Kepemudaan.

Persyaratan Lomba Karya Tulis:
1. Naskah berbentuk “esai” dengan tema “Kepemimpinan Pemuda”.
Peserta dapat memilih salah satu dari sub-sub tema berikut):

a. Pemuda di Kursi Kepresidenan Indonesia
b. Pemimpin Muda Idaman.
c. Menjadi Pemimpin di Era Krisis Global.
d. Mencari Wadah Pencetak Pemimpin Bangsa.
e. Menjadi Pemimpin Lokal Berpikiran Global.
f. Jika Perempuan Menjadi Pemimpin Indonesia.
g. Budaya Baca Calon Pemimpin Bangsa.

2. Lomba dibagi dalam 3 kategori: pelajar, mahasiswa, dan umum.
3. Lomba terbuka untuk semua WNI berusia 15-35 tahun.
4. Esai tidak bertentangan dengan SARA dan tidak mengandung unsur
pornografi.
5. Naskah merupakan karya asli, bukan terjemahan, atau saduran.
6. Naskah belum pernah dipublikasikan di media massa cetak/elektronik
dan tidak sedang diikutkan dalam lomba sejenis.
7. Naskah ditulis dengan Bahasa Indonesia yang baik, diketik di kertas
A4, font Times New Roman, 6-12 halaman, spasi ganda.
8. Mencantumkan kategori di sudut kiri amplop pengiriman naskah.
9. Nama penulis harus diletakkan pada halaman terpisah dengan lembar naskah
10. Naskah dikirim rangkap 3 (tiga).

Persyaratan Penghargaan Penulis:
1. Artikel telah dimuat di media massa cetak antara bulan Oktober 2008-
April 2009 yang bertema Kepemudaan.
2. Melampirkan artikel (atau fotokopinya) yang telah dimuat sebanyak
tiga rangkap.
3. Lomba terbuka untuk umum (tanpa batasan usia)
4. Artikel tidak bertentangan dengan SARA dan tidak mengandung unsur
pornografi.
5. Mencantumkan “Penghargaan Penulis” di sudut kiri amplop.

Persyaratan Teknis :
1. Pengiriman naskah disertai dengan fotokopi identitas diri
(KTP/SIM/Kartu Pelajar/Paspor dan biodata singkat: nama, alamat lengkap,
nomor telepon/handphone, e-mail). Untuk pengiriman email,
identitas diri dapat discan (dengan resolusi secukupnya).
2. Pengiriman naskah lomba esai atau penghargaan penulis dikirim ke:

Panitia Lomba Karya Tulis Tingkat Nasional dan Penghargaan Penulis
Jl. Rasamala Raya No 20 Depok Timur 16418
Naskah lomba juga dapat dikirim melalui email: lomba.menpora@ gmail.com

(identitas diri dapat discan).

3. Naskah ditunggu selambat-lambatnya tanggal 5 Mei 2009

HADIAH setiap kategori dan Penghargaan Penulis:
Juara I: Rp2.500.000, -
Juara II: Rp2.000.000, -
Juara III: Rp1.500.000,
3 pemenang hiburan @ Rp500.000,-

* Pengumuman pemenang dapat dilihat di http://www.forumlin /gkarpena. net
dan http://forumlingkar /pena.multiply. com pada 1 Juni 2009.

Acara ini diselenggarakan oleh :
Deputi Pengembangan Kepemimpinan Pemuda Kementerian Pemuda dan
Olahraga bekerja sama dengan Forum Lingkar Pena

Didukung oleh: ANNIDA & Lingkar Pena Publishing House

Keterangan lebih lanjut hubungi
Maryati (021) 573 8158, HP: 085813144822
Koko 0813 67675459
Denny 0899 9910037

Diambil dari http://penulislepas.com

Minggu, April 05, 2009

Teather Demokrasi

Dimuat di Majalah Isra PUSHAM UII Edisi Maret Maret 2009

Pemilihan umum (Pemilu) legislatif tinggal menunggu hitungan hari lagi. Satu moment besar tersebut akan di gelar pada tanggal 9 April 2009. Meski demikian, sudah sejak jauh hari masyarakat telah dicokki dengan kampanye para calon, baik legis latif maupun eksekutif, sejak 8 bulan yang lalu. Hal ini karena peraturan terbaru yang memperbolehkan para peserta pemilu untuk mengkampanyekan dirinya 9 bulan sebelum masa pemilihan. Para partisipan tentu saja tidak ingin kehilangan momentum ini. Garis star pun dibuat, kampanye dimulai.

Kampanya pada dasarnya adalah satu kegiatan para peserta pemilihan, yaitu calon legislatif maupun eksekutif, untuk mengenalkan dirinya, termasuk visi dan misinya, kepada para calon pemilih. Hal ini dilakukan agar mereka mendapatkan suara terbanyak yang dan meloloskan mereka ke tampuk kekuasaan. Dalam mengenalkan dirinya, para kontestan ini pun kemudian berlomba-lomba agar mereka mendapatkan simpati dari para calon pemilih. Berbagai macam cara dilakukan. Kunjungn atau silaturrahmi ke tokoh-tokoh masyarakat, kunjungan ke para konstituen di daerah-daerah, mengadakan pengobatan gratis, pengajian masal, bazar sembako, memasang foto dipinggir-pinggir jalan, di media masa cetak maupun elektronik.

Teror wajah
Pasca reformasi, bangsa Indonesia seakann larut dalam ephuria kebebasan, termasuk juga dalam bidang politik. Hal ini Nampak dari banyaknya partai kontestan pada saat setiap Pemilu. Pada pemilu 2009 ini sebagany 44 partai dinyatakan lolos verivikasi dan berhak untuk mengikuti pesta demokrasi ini. Dengan demikian, atribut partai yang terpajang di pinggir jalan pun sama banyaknya dengan partai yang ada. Bisa dibayangkan, jika satu partai membuat dan memasang 5.000 atribut partai (bendera, spanduk, poster) di suatu daerah atau kota tertentu, berapa banyak atribut partai yang terpajang di suatu daerah atau kota. Belum lagi jika masing-masing partai setidaknya mempunyai 3 orang calon anggota legislative yang masing-masing membuat 5.000 gambar dirinya, berapa banyak atribut yang memenuhi tata ruang lingkunagn kita?

Ruang-ruang dalam tata kota/daerah negeri ini telah penuh sesak oleh simbol-simbol partai, atribut-atribut partai dan wajah-wajah para calon anggota legislatif-eksekutif. Kemanapun orang pergi dan berpaling, dia akan menemui hal-hal yang sama, atribut partai, wajah para kontestan pemilu. Jika diamati dari gambar wajah-wajah para calon anggota legislative yang terpampang di sepanjang jalan raya hingga ke lorong-lorong gang sempit dan pelosok desa-desa, pastilah akan ditemukan satu kesamaan. Semuanya menampakkan wajah yang sumringah, semangat, mempesona dan berwibawa. Gambar-gambar itu seakan mengatakan “inilah saya, calon anggota legislatif yang layak untuk dipilih”.

Kesamaan yang lain adalah, poster-poster tersebut hanya menampakkan dua hal, wajah dan nomor. Gambar-gambar tersebut tidak pernah ada yang menampkkan vifi dan misi para calon legislative. Gambar-gambar inilah yang sekian bulan mengisi ruang publik (public sphere) negeri ini. Masyarakat berbulan-bulan disuguhi oleh atribut partai teror wajah-wajah calon yang konon mewakili mereka.

Politik Imagologi

Seiring perkembangan teknologi informasi yang didikung oleh iklim kebebasan berekspresi, kampanye para partai politik dan para calon legislatif dan eksekutif kontestan Pemilu 2009 tidak sebatas menggunakan media poster yang dipajang di pinggir jalan dan juga di media cetak, tetapi juga merambah pada dunia digital virtual. Kampanye partai-partai politik pun mulai menggunakan media elektronik, baik audio, visual maupun audio-visual. Namun yang kedua inilah yang nampaknya dilihat mempunyai ekses yang lebih banyak sehingga dia lebih banyak pula dipilih.

Efektitifitas iklan sebagai media kampanye untuk meraih simpati para pemilih memang masih menjadi perdebatan dikalangan analisis media dan juga politik. Namun, dengan melihat realitas bahwa media elektronik (khususnya televisi) telah begitu mereaja lela hingga masuk pada ruang-ruang privat, baik di kalangan masyarakat urban maupun pedesaan, menunjukkan peluang besar untuk menarik simpati pemilih dan mendulang suara yang banyak. Partai politik melihat peluang ini dan kemudian menyambutnya. Biaya besar pun digelontorkan untuk memproduksi iklan yang menarik. Semakin besar uang digelontorkan, semakin sering partai politik kontestan pemilu tampil ditelevisi yang disaksikan oleh masyarakat negeri ini dari Merauke hingga Sabang. Iklan kampanye partai politik kemudian tidak ubahnya seperti iklan produk komersial.

Dunia politik, ketika dia telah bersinggungan dengan dunia Iklan maka sebenarnya dia telah masuk kepada dunia, yang oleh Yasraf Amir Piliang sebagai politik imagologi atau politik citra, yaitu penggunaan berbagai citra sebagai bagian dari aktivitas atau strategi politik, atau dalam pengertian lain mempolitisasi citra untuk satu kepentingan tertentu (Yasraf; 205). Kepentingan di sini adalah untuk memperoleh suara terbanyak sehingga dia bisa menjadi legislatif ataupun eksekutif. Dengan demikian politik pun mengikuti prinsip-prinsip dalam iklan yang bekerja untuk popularitas.

Dalam dunia informasi, iklan merupakan media untuk memasarkan produk kepada masyarakat umum. Dalam penyampaian tawaran melalui iklan, produsen menghadirkan produknya dengan prinsip, yang dihadirkan adalah keunggulan-keunggulan produk tersebut dan menyembunyikan keburuakan-keburukan. Dengan demikian sifat iklan adalah menunjukkan sekaligus menyembunyikan. Iklan adalah sesuatu yang ilusif dan manipiulatif. Sebagai contoh adalah group band yang mengiklankan salah satu produk rokok, namun sebenarnya mereka sendiri tidak merokok. Politik dalam bingkai citra iklan berarti dia menampakkan satu sisi ilusif dan manipultaif. Dia hanya menampakkan citra kebaikan, bukan kebaikan itu sendiri.

Teater Demokrasi
Salah satu aspek dari iklan adalah sifatnya yang persuasif. Keberhasilan iklan adalah sangat ditentukan dari kemampuan setiap orang untuk menjadi subjek, yaitu orang yang merasa bagian dari ide-ide yang ditawarkan oleh sebuah porduk. Iklan rokok berusaha menjadikan seseorang manjadi bagian dari dirinya yang jantan, pemberani. Iklan produk whitening menjadikan kaum wanita sebagai sasaran pemasaran produk, sehingga mereka dijadikan seolah-olah menjadi subjek dari produk tersebut yang merasa diri berkulit putih, langsing, bersinar. Iklan memanggil subjeknya secara simpatik. Pada kontek politik, hal ini sangat ditentukan oleh pihak mana yang membuat iklan. Apabila pembuat iklan adalah partai politik penguasa, maka yang ditampakkan adalah keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai pada masa pemerintahaannya, meskipun berhasilan-keberhasilan tersebut adalah keberhasilan semu. Dalam hal ini iklan politik atau kampanye, menggambarkan wajah-wajah yang cerah, ceria, dan penuh senyum dengan segala kemudahan hidup yang diperolah berkat kepemimpinan partai pemerintah. Ujung dari iklan ini dapat dipastikan, pemerintah saat ini telah berhasil, maka dia harus diteruskan.

Berbeda dengan partai politik yang berkuasa, partai politik oposan akan memberikan gambaran-gambaran yang menjunjukkan kehidupan rakyat yang sengsara oleh karena kegagalan pemerintahan saat ini. Dalam iklan kampanyenya, bisa dipastikan, partai politik ini membeberkan kesalahan, kejelekan dan kegagalan partai politik penguasa dengan menampilkan wajah-wajah yang memelas, penuh beban dan derita. Citra yang ditampilkan adalah bahwa “pemerintah saat ini telah gagal, jangan pilih mereka. Pilihlah kami, karena kami adalah orang-orang yang memperjuangkan kepentingan rakyat”. Akhirnya selalu sama dengan iklan produk kecap, “kamilah kecap nomor satu”.

Hal tersebut di atas bisa terjadi karena iklan adalah satu penampilan yang diproduksi dengan skenario tertentu. Scenario tersebut ditentukan oleh pemesan. Partai politik tersebutlah yang mempunyai cerita. Iklan politik in sebenarnya hanyalah bagian dari scenario yang diproduksi oleh politisi. Dia hanya berada pada satu sudut panggung pementasan besar yang bertajuk peseta demokrasi. Selayaknya teater, setiap orang yang di atas panggung memerankan bagiannya masing-masing. Untuk mendukung perannya, para pemain harus di-make up dan menyembunyikan keasliannya. Kata-katanya diatur sedemikian rupa. Tema-tema yang diusung teater-teater ini antara lain kemiskinan, pengangguran, korupsi.

Dalam dunia para pemain teater, kehidupan mereka dibagi menjadi dua, yaitu di panggung dan di luar panggung. Kehidupan di luara panggung akan sangat berbeda dengan kehidupan di panggung. Dengan demikan teater ini hanyalah kamuflase, ilusi dan kebohongan. Di panggung, para politisi menjukkan diri bahwa mereka adalah para pahlawan pembela rakyat, yag mampu mengentaskan rakyat dari kesengsaraan hidup. Namun pada kenyataannya, mereka pula yang menyebabkan kesengsaraan tersebut. Dalam kampanyenya, para politisi berjanji merubah kemiskinan menjadi kemakmuran. Dia menawarkan mimpi-mimpi kepada masyarakat, tentang kesejahteraan, pengobatan gratis, pendidikan gratis, namun setelah terpilih mereka lupa dengan janji-janji tersebut.

Di mana wong cilik dalam pentas teater demokrasi tersebut? Mereka terbagi dua, ada yang ditarik ke panggung lalu dirias sedimkian rupa sehingga Nampak bahwa meraka benar-benar miskin, kemudian mereka dijadikan sebagai komoditi pilitiknya. Yang lainnya di luar panggung, menjadi penonton. Namun keduanya sama, yaitu sebagai objek. Hal ini terbukti bahwa wong cilik tidak pernah benar-benar menjadi agenda dalam setiap tindakan para politisi, kecuali saat para politisi tersebut membutuhkan wong cilik untuk mendulang perolahan suara. Di luar tersebut, tindakan para politisi tidak didasarkan pertimbangan nasib wong cilik, tetapi atas pertimbangan pasar atau kapital. Kebijakan-kebijakan yang diambil sejauh mana mereka memperoleh untung, tidak peduli rakyat yang buntung. Menaik-turunkan harga bukan atas pertimbangan kepenitngan wong cilik, tetapi atas kepentingan pasar dan, sekali lagi, citra. Alih-alih melaksanakan dan memenuhi janji-janjinya, mereka malah memperkaya dirinya. Hal ini tidak terlepas dari pencitraan mereka melalu iklan dan cost pencaonan yang telah memakan biaya banyak

Saat ini wong cilik hanya menjadi komoditas. Tidak ada yang benar-benar memperjuangkannya. Kalau saat ini partai oposisi menganggap diri sebagai partai yang peduli terhadap wong cilik, namun saat mereka berkuasa mereka juga melupakan wong cilik. Mereka hidup dalam kondisi yang serba sederhana, berkekurangan, terpinggirkan, terabaikan. Sangat kontras dengan sekelompok orang tertentu yang jumlahnya sangat terbatas yang menikmati kehidupan serba ada, mewah, dan berlebihan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Ironisnya, mereka inilah yang katanya memperjuangkan nasib wong cilik. Wong cilik selalu menjadi korban.

Peran Partai Islam
Sengaja, penulis hanya berbicara sedikit tentang partai Islam di sini, karena ternyata partai Islam tidak berbeda dengan partai-partai lainnya. Ada 8 partai Islam, baik yang secara eksplisit dia menggunakan dasar Islam maupun partai berbasis masa Islam, yang turut dalam Pemilu kali ini. Namun, jika berkaca dari sejarah, partai Islam kurung memiliki peran yang signifikan. Hal ini tampak dari perolahan suara parta-partai Islam. Dari delapan partai tersebut, dua partai (PMB dan PKNU), merupakan partai baru yang merupakan perpecahan dari partai sebelumnya. Sementara perpecahan di tubuh PKB sendiri sampai saat ini tidak mencapai titik temu. Hal ini menunjukkan bahwa partai-partai Islam telah terjerumus juga pada pragmatisme politik yang berorientasi pada kekuasaan semata. Fakta lain adalah, beberapa politisi yang tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan para politisi dari parta Islam.

Hal lain yang menjadikan partai Islam kurang dilirik oleh masyarakat Indinesia yang mayoritas muslim adalah karena elitisme partai Islam. Sebagaimana partai lain, komitmen partai Islam kepada wong cilik juga rendah. Partai-partai Islam juga hanya menjual janji-janji pepesan kosong yang kadang dibumbui oleh jargon-jargon agama.

Saat ini rakyat tidak lagi membutuhkan janji-janji pepesan kosong, tetapi langkah kongkrit dari para politisi tersebut dalam menyelesaikan problem kebangsaan ini. Rakyat tidak lagi butuh jargon-jargon agama, tetapi yang mereka butuhkan adalah pekerjaan, harga sembako yang terjangkau, sehingga mereka bisa makan dan beribadah. Bukankah kemiskinan mendekatkan pada kekufuran? Rakyat tidak lagi butuh tontonan teater dengan tema dan para pemain yang tidak pernah itu-itu saja, berganti. Yang mereka butuhkan adalah kedaulatan, di mana rakyat berperan sekaligus menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan kebijakan dan perubahan sosial. Komitmen partai politiklah saat ini yang dubutuhkan. Bukan lagi janji. Untuk kontrak politik antara pemilih dan yang dipilih dibutuhkan.

Dalam era pemilihan langsung ini, masyarakat haruslah cerdas dalam memilih. Jangan sampai masyarakat hanya terjebak pada jargon-jargon agama atau primordialisme. Ketika Ibrahim AS dijanjikan oleh Allah sebagai pemimipin (imam), Ibrahim bertanya, “bagaimana dengan keturunanku?” Allah menjawab, “orang-orang yang dzalim tidak layak menjadi pemimpin (meskipun itu keturunan nabi)”. Yang layak dipilih adalah orang-orang yang mempunyai integritas kepribadian. (keimanan, intelektualitas dan akhlakul karimah), bukan karena kekayaan, ketampanan atau keturunan.

Masyarakat yang sudah dewasa dan cerdas, tentu akan merasa bosan jika hanya disodori dengan pentas teater, skenario dan pemain yang sama. Jika tidak mau berbenah, maka para politisi harus siap ditinggalakn oleh para pemilih.

Jumat, April 03, 2009

Selamat Jalan Kawan

aku belum lama mengenalu
aku juga belum akrab dengan mu
tapi kita telah saling tahu
aku tahu kamu
kamu pun tahu aku
pertama aku mengenalmu sat aku menjadi pemateri yang kamu ikuti
setelah itu hubungan kita berjalan biasa
tidak ada yang isitmewa

kita sedikit akrab ketika kita masak bersama
untuk acara bersama
akupun tahu kamu adalah seorang yang giat,
rajin, militan, teguh,
meski sedikit urakan

kita belum lama mengenal
kita belum lama bersama
kita belum lama dalam banyak hal
sehingga kdang sering aku bingung membedakanmu dengan temanmu
belum setahun waktu berselang
belum lama
tapi,

kau telah pergi terlebih dahulu
meninggalkan aku, dan kami semua
meniggalkan satu kenangan dan kesan
bahwa semakin sedkit orang yang semilitan kamu
kamu pergi tanpa pamit
menagih janji sebuah perjjuangan
namun kamu tak pernah kembali
sementara dan selamanya

Allah sangat merindukanmu
sehingga dia menjemputmu segera
meski melalui tragedi kereta pagi tadi

selamat jalan kawan
damailah bersama-Nya
meski jasadmu telah tiada
semangatmu akan tetap tertanam dalam jiwa-jiwa kami
selamat jalan, Muhammad Alim Ulama.