SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Sabtu, Desember 06, 2008

Cahaya Di Atas Cahaya

Dalam Al-Quran Surat An-Nur ayat 35 Allah berfirman yang artinya: Allah cahaya langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Dari ayat di atas dapat kita ketahu bahwa Allah SWT mengindentikkkan dirinya dengan Cahaya atau nur Cahaya itu sendiri meliputi langit tujuh lapis serta bumi. Dengan demikian, seluruh alam ini diterangi oleh Cahaya Allah.

Allah bukan hanya Cahaya, tetapi Cahaya di atas cahaya, nurun ‘ala nurin. Atau dalam istilah Imam Al-Ghazali Allah adalah Nurul anwar, Cahayanya cahaya. Hal itu juga berarti bahwa Allah adalah sumber cahaya.
Sebagai sumber cahaya, nurun ‘ala nurin, nurul anwar, Allah memancarkan cahayanya ke seluruh makhluknya, sehingga terciptalah kehidupan di alam ini. Cahaya itu menyatu dalam Rahman Rahim-Nya, kasih sayang-Nya. Rasa kasih san sayang kemudian menjadi satu fitrah manusia, kecenderungan, serta harapan hidup manusia. Sebagaimana Manusia selalu mendamba dan mengharap kasih sayang, demikian pulalah seyogyanya mengaharap pada cahaya Allah. Alangkah naifnya jika ada orang yang tidak pernah terbesit dalam hatinya untuk mengharapakan cahaya Allah, sementara tumbuhan saja akan tumbuh dan condong mengikuti cahaya. Cobalah kita letakkan tanaman dalam satu ruangan, dan berilah dia pencahayaan dari satu arah tertentu, pastilah tanaman tersebut akan tumbuh mengikuti cahaya tersebut.

Sekarang kita mabil satu contoh, lampu. Bagian yang paling terang dari lampu adalah lampu itu sendiri, karena dia adalh sumber cahaya, kemudian sesuatu yang paling dekat dengan dia, kemudian semakin jauh suatu entitas atau benda, maka semakin sedikitlah intensitas cahaya yang mengenainya. Sebaliknnya semakin dekat benda tersebut dengan lampu, sumber cahaya, maka akan semakin tinggi pula intensitas cahaya. Dan orang yang berjalan diterangi oleh cahaya lampu tersebut, dia pasti akan berjalan dengan selamat, tidak berbenturan dan tidak akan tersesat serta celaka.

kita dating dari Allah, dan akan kembali kepada Allah. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Kita tercipta karena pancaran cahay kasih sayang Allah, maka kita juga harus kembali kepadanya. Seseorang yang semakin dekat dengan Allah sebagai sumber cahaya, sumber kehidupan, maka semakin tinggilah cahaya Allah yang mamapu ia serap, semakin tinggi pula kualitas kemanusiaan dia, baik sebagai hamba atau pun sebagai khalifah. Manusia yang memepunyai kulaitas kemanusia yang tinggi, kepribadian yang unggul tidak akan menjalani kehidupan ini dengan sikap optimis, pantang menyerah dan akan berbahagia di dunia dan akhirat. Sementara orang yang jauh dari Allah, dia semakin redup cahayanya. Semakin gelap sisi kehidupannya dan rendah kualitas hidupnya, tentu saja dalam pandangan Allah dan mungkin juga dalam pandangan manusia.

Allah itu suci, qudus. Sesuatu yang suci hanya bisa didekati dengan kesucian. Kesucian itu meliputi kesucian pikiran, kesucian hati dan kesucian perbuatan. Kesucian pikiran adalah dengan cara positif thinking terhadap segala hal, berfikir jernih dan selalu mengaitkan pemikiran kita dengan bismi robbik, dengan nama Tuhan, yng kemudian berujung pada kemaslahatan umat manusia.
Hati yang suci adalah hati yang terlepas dari buruk sangka, hati yang senantiasa menerima keputusan Allah dengan tawakal, yaitu: menyerahkan segala sesuatu kepada Allah setelah kita berusaha dengan sekuat tenaga. Hati yang selalu merasa cukup atau qana’ah dengan pemberiaan Allah. Hati yang ikhlas. Hal ini dapat dilatih dengan senantiasa kita berdzikir, yaitu menyebut, mengingat, dan menghadirkan Allah dalam hati dan kehidupan kita, sehingga perilaku ita juga menjadi perilaku yang suci, perilaku yang memberi manfaat dan kebahagian kepada umat manusia, perilaku yang membahagiakan manusia. Perilaku yang demikian bisa kita peroleh dengan meninggalkan egoisme, sifat tamak, serakah, dengki dan perilaku tercela lainnya yang menjauhkan kita dari Sumber Cahaya, Allah.

Sesuatu benda yang tidak mendapatkan cahaya maka dia berada dalamd kegelapan. Kegelapan dalam al_quran diungkapkan dengan kata dzulm dari kata kerja dzalam yadzlimu. Sementara subjeknya adalah dzalim. Dalam bahasa kita, dzalim berarti perilaku aniaya. Perbuatan dzalim inilah yang menjauhkan kita dari Allah. Perbuatan dzalim sangat bermacam-macam, dan yang terberat adalah syirik.
Dalam Al-Quran Allah menjelaskan: Al-An’am ayat 82. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Saat ayat tersebut turun, sahabat bertanya, ya rasul, bagaimana mungin kami tidak mencampurkan kimanan kami denagn perbiatan dzalim? Rasul menjawab: tidakkah kamu ingat nasihat Lukam Al-Hakim kepada anaknya Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (QS. Luqman: 13) Perbuatan dzalaim lainnya dijelaskan oleh rosulullah dalam hadistnya yaitu, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, tanpa sebab yang dibenarkan syariat baik pembunuhan itu secara langsung ataupun tidak, semisal melalui perantara, atau dengan kebijakan yang menyengsarakan dan berujung pada kematian. Dosa besar atau perbuatan dalamin lainnya yaitu perbuatan sihir, berzina, memakan harta anak yatim, menuduh wanita baik-baik berzina. Begitu juga mengambil hak orang lain. Perbuatan dzalim ini tidak akan pernah menyampaikan manusia kepada Cahaya yang sejati, kehidupan yang secat, kasih sayang Allah, justru sebaliknya, semakin menjauhkan manusia dari-Nya. Terkecuali, manusia tersebut bertobat, menyesali meminta maaf kepada Allah dan orang-orang yang pernah didzaliminya, dan tidak mengulanginya kembali, berbuat baik kepada sesamanya. Adakah diantara kita yang kuat selamanya dalam kegelapan?

Hari-hari ini, di tanah suci, saudara-saudara kita seiman seagama sedang menunaikan panggilan Allah, melaksanakan ibadah haji. Ada yang mengibaratkan mereka selayaknya laron yang terbang mendatangi cahaya. Hanya orang-orang yang berhati suci, pikiran dan perbuatan suci, orang yang ikhlas saja yang mampu mencerap cahaya Allah dan menjadi manusia yang unggul, dan mempunyai integrasi kepribadian. Orang tersebut mampu merenungkan pengalaman Ibrahim dan merefleksikannya dalam kehidupan kesehariannya. Merekalah haji-haji yang mabrur. Semoga saudara-saudara kita termasuk kedalamnya, sehingga ketika kembali ketanah air mampu mengurai problema kehidupan yang ada.

Sementara bagi yang beribadah haji lantaran ingin menigktakan setatus sosialnya, maka tidak ada baginya kecuali kesia-siaan dan murka Allah, na’udzubillah min dzalik.

0 komentar:

Posting Komentar