SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Rabu, Desember 03, 2008

Kenangan Menjadi Mahasiswa

Meski telah berselang beberapa bulan, masa-masa menjadi mahasiswa masih saja terkenang. Masa-masa sibuk dengan tugas makalah, mencari referensi, mencari bahan diskusi biar bisa dianggap sebagai intelek. Masa-masa turun ke jalan, dengan semboyan “keindahaan ada di jalanan”. Ah, semboyan itulah yang menjadikan terik matahari terasai menyegarkan, dan tatapan beribu orang dan kaca media menjadi semakin menggairahkan untuk melompat dan berteriak LAWAN PENINDASAN.

Maaf, aku tidak punya cerita indah saat menjadi mahasiswa, karena aku lebih senang sendirian daripada pacaran, karena aku lebih suka di kamar tiduran daripada kencan, karena aku lebih senang makan di angkringan ketimbang nasi padang, karena aku lebih suka yang biasa daripada yang spesial, karena aku lebih memilih ini dari pada itu, karena kita mempunyai pandangan yang berbeda tentang keindahan.

Aku juga tidak punya prestasi yang membanggakan. Masuk melalui jalur tes regular, sering telat masuk kelas, harus mengulang materi di semester berikutnya, IP yang selalu jeblok di setiap semester dan berujung pada kelulusan dengan predikat IP yang pas-pasan dan masa studi yang pas-pasan pula. Yah mungkin aku memang orang yang pas-pasan. Kuliah pas-pasan alias nanggung. Jadi aktifis pun pas-pasan juga, malah sedikit gagal, karena aku aktivis yang tidak aktif dalam memperjuangkan hak-hak rakyat. Aku hanya reponsif.

Masa mahasiswa bagiku telah berlalu. Tinggal sekarang bagiku untuk mencari hidup yang pas-pasan, karena aku adalah orang yang pas-pasan. Yah hidup yang pas-pasan adalah kalau butuh makan ya pas ada makanan, kalau pas butuh mobil ya tinggal pakai, kalau pas pingin naik haji ya tinggal berangkat. Tapi aku tidak mau sendiri lagi. Aku ingin rakyat dan orang yang pernah berteriak memperjuangkan rakyat juga hidup pas-pasan. Aku hanya ingin hidup-pas-pasan, aku tak mau kaya, karena kalau mantan aktifis kok kaya, nanti orang curiga, darima dia kaya.

Tapi apa bedanya pas-pasan seperti pengertian di atas dengan kaya? Sama saja to? Emang kita tidak boleh kaya, la wong nabi aja nyuruh kita kay kok, biar kita bisa sodakoh? Dan nabi juga tidak menyuruh kita jadi miskin, karena miskin sangat dekat dengan kekafiran. Jadi yang aku pikir yang terpenting bukan pada pas-pasan, kaya atau miskinya, tetapi pada kesederhanaan dan kemerasacukupan atau qona’ah. Jikalaupun kaya adalaha pada abagaiman distribusi kekayaan tersebut. Kesederhanaan dan qona’ah itu tadi ada kalau semua kita lakukan dengan cara yang benar dan baik alias halalan thayiban.

0 komentar:

Posting Komentar