SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Selasa, Agustus 05, 2008

Rausyan fikr

Siapakah orang yang tercerahkan? Dia adalah orang yang sadar “keadan kemanusiaan” (humuan condition) di masanya, seting kesejarahannya dan kemasyarakatannya. Kesadaran di sini berbeda dengan kesadaran seseorang yang pingsan lalu siuman, atau orang yang bangun tidur, kesadaran di sini berarti sifat fefletif akan kondisis sosialnya dan kemudian tergerak untuk melakukan perubahan. “sadara” lebih dari sekedar “tahu” karena, sebagaimana juga dikatakan Hasan Hanafi, sadar akan sesuatu berarti berupaya untuk melakukan perubahan terhadap sesuatu tersebut.

Sebelum lebih jauh kita membicarakan tentang rausyanfikr alangkah baiknya kita mengenal terlebih dahulu sosok Ali Syariati, sang pencetus term tersebut. Berbicara rausyanfikr tidak bias kita melepaskan dari pikiran-pikiran dia.

Ali Syariati lahir pada tahun 23 November 1933 di di Mazinan dekat kota Masyhad, Iran. Ayahnya, Taqi Syariati yang merupakan guru pertama bagi Syariati adalah seorang terkumuka di Masyhad yang mengajar di kota tersebut. Ali Syariati adalah keturunan dari keluaraga ulama, namun dari beberapa pendahulu Syariati mempunyai tradisi pulang kampong setelah selesai menyelesaikan studinya di Masyahad, hanya ayah Ali syariati yang kemudian menetap di kota tersebut, sehingga Syariati menyadari bahwa dia menanggung amanah dari keluarganya. Ayah Syariati sangat berpengaruh bagi perkembangan kepribadian Syariati. Di menulis:

“begitu ibu menyapihku, ayah memeberikan cita kemerdekaan, mobilitas, kesucian, ketekunan, keikhlasan serta kebebasan batin. Dia memeperkenalkan aku pada sahabat-sahabatnya – ialah buku-bukunya; mereka menjadi sahabat-sahabatku yang tetap dan karib sejak tahun-tahun permulaan sekolahku. Aku tumbuh dan dewasa dalam perpustakaannya, yang merupakakn keseluruhan hidupnya dan keluarganya"

Pada tahun 1940 Syariati menempuh pendidikan dasar dan meneruskannya pada Pendidikan Guru pada tahun 1950, sambil ai mengajar di satu desa di Mashyhad. Di sini dia banyak bergaul dengan pemuda yang berasal dari golongan ekonomi lemah. pada masa ini juga ia tergabung pada gerakan Gerakan Penyembah Tuhan Sosialis. Selain itu juga dia menekuni pelajaran bahasa Arab dan Prancis di luar sekolah, sehingga sebelum kuliah ia sudah bias menerjemahkan buka Abu Dzar al-Gifari dari bahasa Arab dan buku tentang doa dari bahasa Prancis.

Pada tahun 1956 Ali Syariati melanjutkan studiny di fakultas sastra di Masyhad. Di sisni ia membaaca banyak karya, baik karya-karya klasik yang oleh kaum konservatif bahkan sudah tidak dibaca lagi dan karya-karya kontemporer dalam bidang sastra, filsafat, sejarah, politik dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Pada tahun 1960 Ali Syariati berkesempatan menempuh doctoral di Prancis. Di sini dia bertemu dengan islamolog Lois Massignon, Sartre. Henri Bergusen dan para filosof lainnya.

Setelah meraih gelar doctor pada tahun 1964 Ali Syariati kembali ke Iran, namun di perbatasan dia ditahan oleh polisi Iran dan dipenjarakan selama enam bulan, tanpa ada sebab yang jelas. Setelah bebas ia mengajar di Uiniversitas Masyahad dan Husainiyah Al-Irsyad, tapi karena kekritisan Syariati terhadap pemerintah menyebebkan dia diberhentikan dari keduanya. Setelah itu ia sealu diawasi leh SAVAk (kepolisisan Iran). Karena tidak bebas maka dia hijrah ke Inggris 1977 namun dua bulan setlah itu, tepatnya pada 19 Juni 1977 Ali Syariati ditemukan tewas di Southamton. Dugaan kuat dia dibunuh oelh SAVAK tentara tentara Syah.

Rausyanfikr
Dalam bukunya Membangun Masa Depan Islam, Syariati melihat bahwa pada masa –masa awal Islam, tidak ada jarak yang memisahkan antara rakyat jelata tau masyarakat awam dengan kaum intelketual, cerdik cendikia tetapi setelah memasuki masa modern, Syariati melihata bahwa ada jurang pemisah antra keduanya. Hal ini salah satunya disebabkan oleh sisitem pendidikan yang menempatkan siswa di atas menara gading, sehingga mereka tidak bisa bersma masyarakat menyelesaikan permasalah masyarakat. Di sini masyarakat ditinggalkan oleh kaum terpelajar yang berakibat masyarakat tidak memperoleh cahaya. Dalam kegelapan itulah kejahatan dan kerusakan terjadi. Di sini Syariati beranggapan harus ada yang bertanggung jawab merubah kondisis tersebut. Mereka itu adalah orang-orang yang tercerahkan atau rausyanfikr.

Siapakah orang yang tercerahkan? Dia adalah orang yang sadar “keadan kemanusiaan” (humuan condition) di masanya, seting kesejarahannya dan kemasyarakatannya. Kesadaran di sini berbeda dengan kesadaran seseorang yang pingsan lalu siuman, atau orang yang bangun tidur, kesadaran di sini berarti sifat fefletif akan kondisis sosialnya dan kemudian tergerak untuk melakukan perubahan. “sadara” lebih dari sekedar “tahu” karena, sebagaimana juga dikatakan Hasan Hanafi, sadar akan sesuatu berarti berupaya untuk melakukan perubahan terhadap sesuatu tersebut.

Rausyn fikr sendiri, menurut Jalaluddin Rakhmat dapat diterjemahkan dalam kata inteltktual yang sebenar-benarnya Dalam bahasa yang lebih jelas dia menjelaskan tentang rausyanfikr yang dimaksud Syariati bahwa intelektual bukan hanya menunjukkan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan tinggi dan memperoleh gelar sarjana, juga bukan sekedar ilmuan yang mendalam upaya penalaran dan penelitian yang dilakukan dalam mengembangkan spesifikasi keilmuannya. Intelektual adalah mereka yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang dapat difahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah.

Sering dijelaskan perbedaan kaum tercerahkan dengan para ilmuwan bahwa ilmuwan melihat realitas apa adanya, sementara rausynfikr melihat realitas dengan ada apanya. Dia akan merasa gelisah melihat ketimpangan-ketimpangan di masyarakatnya, dana kan terjun bersama-sama masyarakat, kaum miskin unutk menyelesaiakn ketimpangan-ketimpanagn tersebut.

Berbicara tentang kesadaran, dalam diri seorang rausyanfikr haruslah terdapat kesadaran Tauhid, kesadaran sejarah, baik sejarah kemanusian dia (sebagai abdi khalifah) maupun sejarah kemasyarakatan dan kebangsaan. Di sisnilah Syariati melihat pentingnya Idiologi. Syariati melihata agama sebagai sebuah idiologi, keyakinan yang dipilih secara sadar. Agama bukan pendudukng status quo, karena sejaka awala kedatangannya para rasul selalu membawa misi pembebas. Sehingga baginya idiologi ini yang akan merubah masyarakat. Dengan demikian rausynfikr harus mempunyai keberpihakan terhadap kaum mustdl’afin atau kaum lemah terpinggirkan.

Orang-orang yang tercerahkan (rausanfikr) itu, kata Syari’ati, mempunyai tanggungjwab yang besar yaitu mencari sebab-sebab yang sesungguhnya dari keterbelakangan masyarakatnya dan menemukan penyebab sebenarnya dari kemandegan dan kebobrokan rakyat dalam lingkungannya Lebih lanjut lagi syariti menjelaskan bahwa rausynfikr bukanlah penerus Galileo, Enstin, dan para ilmuwan-ilmuwan lainnya, tetai rausyanfikr adalah penerus para nabi. Para nabi tidak mewariskan harata dan kekuasaan, tetapi mereka mewariskan hikamah, ilmu, dan iman. Semua itu dijelaskan dalam Al-quran dan merujuk pada satu konsep: ulil albab yang disebut sebanyak 16 kalai dalam Al-Quran.
Sedikit kita melihat ada kesamaan anatara Syariti dan Antonio Gramsci dalam melihat sosok agen perubahan. Gramsci membagi kaum intelktual dalam dua bagian, tradisional dan organik (beras kali). Intelrktual tradisional adalah intlektual yang berada di menara gadaing, sementara intelktual organic adalah intelektual yang ikut berjuang bersama dan melebur dengan rakyat jelata. Sementara intelktual yang meleber dan mendukung para penguaa bisa dikatakan intelktual tradisional.

Rausyanfikr dan Orang-orang yang Tersesat
Ali Syariati melihat dalam kondisi kaum terpelajar di Iran saat itu terbagi menjadi dua, yaitu yang bertahan pada tradisi dan memegang tradisi hingga bisa dikatakan jumud, namun, dan ada yang terbawa arus westernisasi dalam berbagai hal. Namun menurutnya masih ada orang yang berada di atanara keduanya, tidak jumud pada tradisi, juga tidak terbawa arus westerinasi. Meluia-mula ia dianggap sesat, teapi kemudian dia banyak diikuti sehingga menjadi biasa. Lalu muncul lagi orang yang dianggap sesat. Lama-kelmaan dia dianggap biasa, lalu muncul lagi orang yang dianggap sesat. Begitu seterusnya.

Bahan Bacaan
Ali Syariati , Paradigama Kaum terindas, Al Huda 2001
--------, masa depan Islam, Mizan, 1989
--------, Islam Madzahab Pemikiran dan Aksi, Mizan 1992
--------, Idiologi Kaum Intelktual, Mizan 1993
--------, Peran Cendikiawan Muslim, Shalahuddin Press. 1985
Ekky malaky, Ali Syariati , Filosof Etika dan Arsisitek Iran Modern. Teraju 2004

0 komentar:

Posting Komentar