SCRIPTA MANENT VERBA VOLANT

(yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin)

Rumahku Surgaku

Rumah bukan hanya tempat berteduh dari sengat matahari dan derasnya hujan, tetapi ia juga tempat bertumbuh rasa kasih sayang, tempat kembali bersama kehangatan keluarga.

Allah Maha Pemurah

Burung yang keluar dari sangkarnya dengan perut kosong, akan kembali di sore hari dengan perut kenyang. Sungguh Allah Maha Pemuerah kepada semua makhluk-Nya.

Di Atas Langit Masih Ada Langit

Langit hanyalah batas dari ketidakmampuan pandangan mata kita, namun akanl dan iman kita akan selalu mengatakan bahwa masih ada langit di atas langit yang kita lihat.

Jalan Hidup

Jalan hidup tak selamanya datar. kadang ia menaik-turun, berliku dan terjal. Hanya pribadi yang kuatlah yang mampu menempuh jalan itu.

Lebah

Ia hanya makan dari sesuatu yang bersih dan bergizi sehingga ia menghasilkan sesuatu yang bersih dan bergizi pula. ia tak pernah merusak saat mencari makan. ia ada untuk bermanfaat.

Selasa, Agustus 19, 2008

Tentang Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dalam proses peralihan ini, kenangan akan masa kanak-kanak yang identik dengan masa bermain-main akan saling bergantian dengan keinginan untuk menjadi orang dewasa. Masa-masa ini adalah masa krisi identitas. Dia bukan lagi anak-anak, tetapi juga belum dewasa. Di sinilah kemudian masa remaja bisa dikatakan sebagai masa pencarian identitas atau jati diri.

Dalam proses pencarian jati diri ini, remaja akan senantiasa melakukan hal-hal yang menunjukkan dirinya bukan lagi anak-anak, dan mereka biasanaya akan marah jika ada orang yang menganggapnya masih anak-anak. Remaja akan cenderung berbuat caper alias cari perhatian dari lingkunagnnya. Namun seringkali perbuatan caper-nya ini berlebihan dan melewati batas. Alih-alih untuk menunjukkan siapa dirinya, remaja sering terjerumus kepada kenakalan remaja (juvenile delinquency). Beberepa contoh yang bisa diambil adalah kasus geng motor, kasus geng Nero, tawuran antar pelajar, miras, narkoba dan prilaku free sex. Beberapa hal yang menjadi penyebab kenakalan remaja adalah kurangnya perhatian dari orang tua, pengaruh media, lingkungan dan dangkalnya pengetahuan agama

Kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya menjadikan seorang anak berkembang tanpa kontrol. Hal ini akan lebih parah lagi apabila anak tersebut berasal dari kalangan broken home. Dalam Islam, orang tua sebagai pendidik pertama dan utama. Untuk itu dia tidak boleh melepas begitu saja pendidikan anak kepada lembaga pendidikan formal. Selain itu, pengaruh lingkungan dan media massa juga sangat besar dalam hal kenakalan remaja ini. Informasi yang bebas, bisa diakses setiap saat kapan saja dandi mana saja melalu internet maupun televisi dan media-media lainnya menjadi kiblat bagi pencarian identitas remaja ini. Ketidakselektifan dalam memilih informasi inilah yang membawa remaja pada perbuatan-perbuatan destruktif tersebut.
Lingkungan pergaulan juga akan menetukan seperti apa perbuatan remaja antinya. Dalam bergaul, remaja biasanya akan mencari apa yang menjadi idola merka. Mereka akan bergabung dengan teman-teman sebayanya yang memiliki karakteristik yang sama. Kemudian para remaja ini biasanya memebentuk satu komunitas. Satu komunitas dengan komunitas yang lain akan memiliki karakteristik yang berbeda. Untuk menjadi bagian dari satu komunitas, maka seorang remaja harus bersikap dan berpenampilan sama dengan anggota komunitasnya. Jika tidak maka dia tidak akan diakui. Kesalah dalam memilih komunitas inilah yang membawa remaja dalam kenakalan remaja.

Hal lain yang menjadi penyebab kenakalan remaja adalah dangkalnya pemahaman tentang agama. agama adalah tuntunan bagi umat manusia. Ia berisikan ajran untuk berbuat sebagaimana yang Sang Pencipta kehendaki. Siapa yang memahami agamanya, niscaya dia akan selamat dunia dan akhirat.

Sebagaiman diketahui, bahwa manusia lahir dengan fitrhanya. Salah satu fitrah manusia adalah fitrah ketuhanan dan keberagamaan. Dalam diri manusia terdapat satu potensi keagamaan yang sering disebut sebaga rasa keagamaan, yaitu suatu dorongan dalam jiwa yang membentuk rasa percaya kepada sesuatu Dzat Pencipta, rasa tunduk, serta dorongan taat atas aturan-Nya. Sama halnya dengan potensi-potensi lainnya yang ada dalam diri manusia, potensi keberagamaan manusia bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, dan juga bisa hilang tertutupi. Berkembang dan tidaknya rasa agama tersebut bergantung bagaimana seseorang itu menggalinya, yaitu melalui pendidikan.

Rasa keberagamaan seseorang akan berbeda dari masa ke masa, seiring dengan pertumbuhan orang tersebut. Pada masa remaja, pertumbuhan rasa keberagamaan seiring dengan masa pertumbahan, yaitu masa transisi dari keberagamaan anak-anak yang cenderung bersifat kongkrit dan imitatif serta dooktriner menuju kedewasaaan rasa keagamaan yang mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab serta menjadikan agama sebagai dasar filsafat hidup.

Peralihan dari masa kanak-kana kepada masa remaja dan kemudian ke masa dewasa ini seringkali tidak diiringi dengan pemahaman keagamaan yang sesuai, yaitu pemahaman yang sama dengan apa yang diperoleh ketika masih anak-anak. Hal ini yang kemudian memunculkan rasa ragu terhadap agama yang dipeluknya (religious doubt). Religious doubt ini biasanya diekspresikan melalui beberapa prilaku yaitu skeptis terhadap bentuk-bentuk keagamaan, meninggalkan tuugas-tugas keagamaan dan mengkonfrontasikan anata pengetahuan dan agama. adapaun yang menjadi p[eneybab dari religious doubt adalah rasa agama masa kanak-kanak yang terbentuk melalu proses “tanpa tanya”, otoritas orangtuan, tidak adanya referensi atau pembanding, usia remaja yang sudah memasuki tahap fantasi dan kognitif abstraktif.

Melihat hal terbut di atas, tentu kita tidak menginginkan generasi muslim kita menjadi lost generation karena jauh dari nilai-nilai agamanya. Kita juga tidak ingin mereka menjadi generasi yang justru akan memperparah kerusakan bangsa ini, karena subbanu al-yaum rijalu al-ghad, pemuda sekrang adalh pemimpin di maas datang. Untuk menangulangi hal tersebut, maka perlu kiranya kita segera menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan jasmani dan rohani remaja ke arah yang lebih baik, memberikan informasi yang konstruktif, membimbinganya dan memberikan pemahaman keagamaan sesuai dengan pertumbuhan kejiwaan mereka serta apa yang mereka butuhkan sejak dini, karena hal itu adalah benteng terbaik bagi remaja. Selain itu, para remaja juga harus diberikan bekal pengetahuan dan keterampilan memimpin (kepemimpinan) sejak dini, agar ia mengetahu tanggungjawabnya sebagai abdi (hamba) dan juga sebaga khalifah Allah di muka bumi.

Minggu, Agustus 10, 2008

Manusia Integralis

Pada tulisan sebelumnya saya telah mengeksplorasi pemikiran Armahedi tentang integrasi ilmu. Pada tulisan ini sedikit akan dibahas tentang integrasi kepribadian atau sosok manusia integralis menurut Armahedi Mahzar.

Setiap madzhab pemikiran pastilah mempunyai satu gambaran tentang manusia yang diinginkan, yaitu sosok manusia yang ideal. Nietzsche mempunyai konsep Ubermensch untuk menunjuk sosok manusia ideal,dan Ali Syariati dengan rausyanfikr-nya. Selain itu istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan sosok manusia ideal adalah istilah Insan Kamil. Sosok-sosok inilah, menurut mereka, adalah orang-orang yang dapat membawa perubahan yang lebih baik bagi satu masyarakat, dan merekalah yang berhak untuk memimpin masyarakat tersebut, karena mereka adalah orang-orang sempurna.

Melihat bahwa setiap pemikir tidak lepas dari pembahasan tentang manusia, dan manusia unggul khusunya, membuktikan signifikansi hal ini dalam setiap pemikiran. Hal ini dikarenakan manusia adalah subjek yang berperan penting dalam alam ini. Bahkan bisa dikatakan bahwa keberlangsungan alam ini berada ditangan manusia, baik kemakmuran dan kelestarian maupun kerusakannya. Alam ini akan lestari dan makmur jika penghuninya adalah manusia-manusia yang mempunyai berakhlak mulia, sementara jika manusia-manusia di dalamnya adalah manusia-manusia serakah, individualis, maka mereka hanya akan mempercepat kahancuran alam ini. Kebaikan atau pun keburukan keduanya bersumber dari diri manusia, sementara kepribadian manusia ini dibentuk melalui pendidikan.

Sebagaimana pemikir lainnya, Armahedi Mahzar juga tidak lupa untuk mengkaji tentang manusia dan merumuskan konsepsi manusia ideal. Meskipun tidak terlalu banyak dia berbicara tentang hal ini, namun penulis kira cukup untuk menjelaskan pandangan Armahedi tentang sosok manusia ideal tersebut.

Seperti halnya perjalanan intelektualnya menemukan filsafat integralisme, konsepsi manusia ideal ini juga Armahedi peroleh dari sebuah penelusuran panjang ketika dia membahas tentang struktur pemikiran Barat modern. Hal ini dikarenakan manusia sempurna adalah misteri dan juga menjadi mitos, untuk itu metode analisis strukturalisme Levi Staruss digunakan.

Dalam penyelususran ini Armahedi menemukan struktur individualita modern yang terdiri dari moralita, intelektualita, sensibilita. Moralita adalah aspek individu yang selalu berhubungan dengan salah satu segi alam cita yang bernama etika. Dengan demikan moralita berkaitan dengan prilaku atau ranah psikomotorik dalam diri manusia. Sementara intelektualita adalah kesanggupan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara sadar, dan sensibilita berkait dengan perasaan dan kejiwaan manusia.

Sebagaimana sifat strukturalisme yang menghendaki adanya posisi biner dari struktur yang ada, maka harus dicari pula struktur biner dari ketiga hal tersebut. Tiga hal yang menempati posisi biner tersebut adalah fisikalita, vegetativita dan instinktualita. Jika intelektualita berkaitan dengan cara fakir yang kesadaran manusia, maka instinktualita adalah cara fikir yang tidak berkesadaran, sebagaimana terdapat pada hewan. Jika moralita adalah aspek perilaku yang berkesadaran, maka fisik adalah aspek yang tidak berkesadaran. Demikian juga dengan sensibilita yang merupakan aspek kejiwaan yang berkesadaran, maka vegetativita adalah unsur manusia yang tidak berkeadaran yang menjaga keseimbangan antara instingtualita dan fisikalita.

Dari sini kemudian Armahedi mencari struktur-struktur tersebut dalam Islam. Sebagaimana sifatnya yang wasathan, struktur-struktur tersebut juga harus bisa menjadi penengah dari kedua struktur tersebut, yaitu struktur yang berkesadaran dan struktur yang tidak berkesadaran. Lalu Armahedi mangajukan tiga struktur yang ada dalam Islam, yaitu islam, ihsan dan iman. Iman adalah integrasi antara pengetahuan dogmatasi tentang yang Ghaib dan pengetauhan intleketual. Dengan demikian ia menengahi dari pengetahuan akali dan hewani.

Jika Iman menengahi antara akali dan hewani maka ihsan menegahi antara sensibilita dan vegetativita atau kalbi-nabatai. Sementara islam menjadi penengah antara fisikalita dan moralita, sehinga prilaku manusia menunjukkan akhlakul karimah. Dengan demikian akan didapatkan prisma manusia sempurna, manusia integralis sebagaimana terlihat dalam table dibawah ini.
prisma Pribadi Muslim

Kamis, Agustus 07, 2008

Rasa Kehilangan


Rasa kehilangan hanya akan ada jika kita pernah merasa memilikinya. Lalau apa yang kita iliki sebenarnya? Manusia lahir di dunia ini hanyalah sebagatng kar, dalam keadaan bugil, tanpa sehelai kainpun yang membalutnya. Kita lahir dalam keadaan tidak punya apa-apa. Dan kita lahir dalam keadaan tak berdaya. Hanya tangis yang dapat terdengar. Yah tangisan akibat kekagetan yang bayi sat dia keluar dari rahim sang bunda. Kaget karena alam rahim yang penuh kasih sayang dan kehangatan berganti dengan alam dunia yang sangat berbeda.

Ketika kita lahir dalam keadaan miskin, fakir, lalu kita kemudin hidup dengan berbalut pakaian nan indah, berjamu dengan makanan yang lezat, dari mana kita mendapatkannya? Jika kita lahir dalam keadaan tidak berdaya, lalu kemudian kita bisa ini bisa itu, tahu ini tahu itu, dari mana semuanya datang?

Memang benar kita mendapatkannya dari usaha kita, dari kerja kita dari kita belara mengeja A,B,C,D, . . .dst. namun pertanyaan selanjutnya berhakkah kita mengklaim bahwa itu adalah milik kita? Dan pertanyaan yang harus dijawab terkebih dahulu adalah, kita sendiri sebenarnya milik siapa? Mungkin ada yang menjawab, bapak dan ibu saya. Bukankah merka hanya melahirkan kita? Apakah dengan melahirkan berarti dia juga memiliki kita sepenuhnya?

Ketika Allah menciptakan alam ini, maka alam dan isinya ini adalah milikinya. Dengan demikian kita pada nhakikatmnya juga adalah milik sang pencipta. Begitu juga alam dan seluruh isinya ini? Lalau apa yang kita miliki sebenarnya juga adalah milik Allah, bahkan diri kita sendiri juga adalah milik Allah. Kita ketia mengaku bahwa semua adalah milik Allah, maka tidak ada yang bisa kita banggakan. Tidak ada yang kita sebut sebagai milik kita. Ketika kita tidak memiliki apa-apa lalau bagaimana kita akan merasa memiliki? Ketika kita tidak pernah merasa memiliki bagaimana kita akan merasa kehilangan?

Selasa, Agustus 05, 2008

Rausyan fikr

Siapakah orang yang tercerahkan? Dia adalah orang yang sadar “keadan kemanusiaan” (humuan condition) di masanya, seting kesejarahannya dan kemasyarakatannya. Kesadaran di sini berbeda dengan kesadaran seseorang yang pingsan lalu siuman, atau orang yang bangun tidur, kesadaran di sini berarti sifat fefletif akan kondisis sosialnya dan kemudian tergerak untuk melakukan perubahan. “sadara” lebih dari sekedar “tahu” karena, sebagaimana juga dikatakan Hasan Hanafi, sadar akan sesuatu berarti berupaya untuk melakukan perubahan terhadap sesuatu tersebut.

Sebelum lebih jauh kita membicarakan tentang rausyanfikr alangkah baiknya kita mengenal terlebih dahulu sosok Ali Syariati, sang pencetus term tersebut. Berbicara rausyanfikr tidak bias kita melepaskan dari pikiran-pikiran dia.

Ali Syariati lahir pada tahun 23 November 1933 di di Mazinan dekat kota Masyhad, Iran. Ayahnya, Taqi Syariati yang merupakan guru pertama bagi Syariati adalah seorang terkumuka di Masyhad yang mengajar di kota tersebut. Ali Syariati adalah keturunan dari keluaraga ulama, namun dari beberapa pendahulu Syariati mempunyai tradisi pulang kampong setelah selesai menyelesaikan studinya di Masyahad, hanya ayah Ali syariati yang kemudian menetap di kota tersebut, sehingga Syariati menyadari bahwa dia menanggung amanah dari keluarganya. Ayah Syariati sangat berpengaruh bagi perkembangan kepribadian Syariati. Di menulis:

“begitu ibu menyapihku, ayah memeberikan cita kemerdekaan, mobilitas, kesucian, ketekunan, keikhlasan serta kebebasan batin. Dia memeperkenalkan aku pada sahabat-sahabatnya – ialah buku-bukunya; mereka menjadi sahabat-sahabatku yang tetap dan karib sejak tahun-tahun permulaan sekolahku. Aku tumbuh dan dewasa dalam perpustakaannya, yang merupakakn keseluruhan hidupnya dan keluarganya"

Pada tahun 1940 Syariati menempuh pendidikan dasar dan meneruskannya pada Pendidikan Guru pada tahun 1950, sambil ai mengajar di satu desa di Mashyhad. Di sini dia banyak bergaul dengan pemuda yang berasal dari golongan ekonomi lemah. pada masa ini juga ia tergabung pada gerakan Gerakan Penyembah Tuhan Sosialis. Selain itu juga dia menekuni pelajaran bahasa Arab dan Prancis di luar sekolah, sehingga sebelum kuliah ia sudah bias menerjemahkan buka Abu Dzar al-Gifari dari bahasa Arab dan buku tentang doa dari bahasa Prancis.

Pada tahun 1956 Ali Syariati melanjutkan studiny di fakultas sastra di Masyhad. Di sisni ia membaaca banyak karya, baik karya-karya klasik yang oleh kaum konservatif bahkan sudah tidak dibaca lagi dan karya-karya kontemporer dalam bidang sastra, filsafat, sejarah, politik dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Pada tahun 1960 Ali Syariati berkesempatan menempuh doctoral di Prancis. Di sini dia bertemu dengan islamolog Lois Massignon, Sartre. Henri Bergusen dan para filosof lainnya.

Setelah meraih gelar doctor pada tahun 1964 Ali Syariati kembali ke Iran, namun di perbatasan dia ditahan oleh polisi Iran dan dipenjarakan selama enam bulan, tanpa ada sebab yang jelas. Setelah bebas ia mengajar di Uiniversitas Masyahad dan Husainiyah Al-Irsyad, tapi karena kekritisan Syariati terhadap pemerintah menyebebkan dia diberhentikan dari keduanya. Setelah itu ia sealu diawasi leh SAVAk (kepolisisan Iran). Karena tidak bebas maka dia hijrah ke Inggris 1977 namun dua bulan setlah itu, tepatnya pada 19 Juni 1977 Ali Syariati ditemukan tewas di Southamton. Dugaan kuat dia dibunuh oelh SAVAK tentara tentara Syah.

Rausyanfikr
Dalam bukunya Membangun Masa Depan Islam, Syariati melihat bahwa pada masa –masa awal Islam, tidak ada jarak yang memisahkan antara rakyat jelata tau masyarakat awam dengan kaum intelketual, cerdik cendikia tetapi setelah memasuki masa modern, Syariati melihata bahwa ada jurang pemisah antra keduanya. Hal ini salah satunya disebabkan oleh sisitem pendidikan yang menempatkan siswa di atas menara gading, sehingga mereka tidak bisa bersma masyarakat menyelesaikan permasalah masyarakat. Di sini masyarakat ditinggalkan oleh kaum terpelajar yang berakibat masyarakat tidak memperoleh cahaya. Dalam kegelapan itulah kejahatan dan kerusakan terjadi. Di sini Syariati beranggapan harus ada yang bertanggung jawab merubah kondisis tersebut. Mereka itu adalah orang-orang yang tercerahkan atau rausyanfikr.

Siapakah orang yang tercerahkan? Dia adalah orang yang sadar “keadan kemanusiaan” (humuan condition) di masanya, seting kesejarahannya dan kemasyarakatannya. Kesadaran di sini berbeda dengan kesadaran seseorang yang pingsan lalu siuman, atau orang yang bangun tidur, kesadaran di sini berarti sifat fefletif akan kondisis sosialnya dan kemudian tergerak untuk melakukan perubahan. “sadara” lebih dari sekedar “tahu” karena, sebagaimana juga dikatakan Hasan Hanafi, sadar akan sesuatu berarti berupaya untuk melakukan perubahan terhadap sesuatu tersebut.

Rausyn fikr sendiri, menurut Jalaluddin Rakhmat dapat diterjemahkan dalam kata inteltktual yang sebenar-benarnya Dalam bahasa yang lebih jelas dia menjelaskan tentang rausyanfikr yang dimaksud Syariati bahwa intelektual bukan hanya menunjukkan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan tinggi dan memperoleh gelar sarjana, juga bukan sekedar ilmuan yang mendalam upaya penalaran dan penelitian yang dilakukan dalam mengembangkan spesifikasi keilmuannya. Intelektual adalah mereka yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang dapat difahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah.

Sering dijelaskan perbedaan kaum tercerahkan dengan para ilmuwan bahwa ilmuwan melihat realitas apa adanya, sementara rausynfikr melihat realitas dengan ada apanya. Dia akan merasa gelisah melihat ketimpangan-ketimpangan di masyarakatnya, dana kan terjun bersama-sama masyarakat, kaum miskin unutk menyelesaiakn ketimpangan-ketimpanagn tersebut.

Berbicara tentang kesadaran, dalam diri seorang rausyanfikr haruslah terdapat kesadaran Tauhid, kesadaran sejarah, baik sejarah kemanusian dia (sebagai abdi khalifah) maupun sejarah kemasyarakatan dan kebangsaan. Di sisnilah Syariati melihat pentingnya Idiologi. Syariati melihata agama sebagai sebuah idiologi, keyakinan yang dipilih secara sadar. Agama bukan pendudukng status quo, karena sejaka awala kedatangannya para rasul selalu membawa misi pembebas. Sehingga baginya idiologi ini yang akan merubah masyarakat. Dengan demikian rausynfikr harus mempunyai keberpihakan terhadap kaum mustdl’afin atau kaum lemah terpinggirkan.

Orang-orang yang tercerahkan (rausanfikr) itu, kata Syari’ati, mempunyai tanggungjwab yang besar yaitu mencari sebab-sebab yang sesungguhnya dari keterbelakangan masyarakatnya dan menemukan penyebab sebenarnya dari kemandegan dan kebobrokan rakyat dalam lingkungannya Lebih lanjut lagi syariti menjelaskan bahwa rausynfikr bukanlah penerus Galileo, Enstin, dan para ilmuwan-ilmuwan lainnya, tetai rausyanfikr adalah penerus para nabi. Para nabi tidak mewariskan harata dan kekuasaan, tetapi mereka mewariskan hikamah, ilmu, dan iman. Semua itu dijelaskan dalam Al-quran dan merujuk pada satu konsep: ulil albab yang disebut sebanyak 16 kalai dalam Al-Quran.
Sedikit kita melihat ada kesamaan anatara Syariti dan Antonio Gramsci dalam melihat sosok agen perubahan. Gramsci membagi kaum intelktual dalam dua bagian, tradisional dan organik (beras kali). Intelrktual tradisional adalah intlektual yang berada di menara gadaing, sementara intelktual organic adalah intelektual yang ikut berjuang bersama dan melebur dengan rakyat jelata. Sementara intelktual yang meleber dan mendukung para penguaa bisa dikatakan intelktual tradisional.

Rausyanfikr dan Orang-orang yang Tersesat
Ali Syariati melihat dalam kondisi kaum terpelajar di Iran saat itu terbagi menjadi dua, yaitu yang bertahan pada tradisi dan memegang tradisi hingga bisa dikatakan jumud, namun, dan ada yang terbawa arus westernisasi dalam berbagai hal. Namun menurutnya masih ada orang yang berada di atanara keduanya, tidak jumud pada tradisi, juga tidak terbawa arus westerinasi. Meluia-mula ia dianggap sesat, teapi kemudian dia banyak diikuti sehingga menjadi biasa. Lalu muncul lagi orang yang dianggap sesat. Lama-kelmaan dia dianggap biasa, lalu muncul lagi orang yang dianggap sesat. Begitu seterusnya.

Bahan Bacaan
Ali Syariati , Paradigama Kaum terindas, Al Huda 2001
--------, masa depan Islam, Mizan, 1989
--------, Islam Madzahab Pemikiran dan Aksi, Mizan 1992
--------, Idiologi Kaum Intelktual, Mizan 1993
--------, Peran Cendikiawan Muslim, Shalahuddin Press. 1985
Ekky malaky, Ali Syariati , Filosof Etika dan Arsisitek Iran Modern. Teraju 2004

Konsep Manusia dalam Al-Quran

Perjalanan mengenal dan menuju Tuhan adalah suatu proses panjang kehidupan manusia, yang pada hakikatnya adalah proses pencarian diri. Dia tidak akan bisa memahami di luar dirinya dengan baik sebelum dia mengenal dirinya sendiri. Bahkan ada ungkapn yang sangat mashur di kalangan sufi “Barang siapa mengenal dirinya, maka dia telah mengenal Allah”.

Ungkapan diatas dapat ditafsirkan dengan berbagai macam tafsiran, apa yang dimaksud dengan mengenal diri dari tersebut. Bisa jadi jawabannya akan berbeda, karena manusia memang makhluk yang unik. Dia adalah misteri yang hingga saat ini belum terpecahkan oleh dirinya sendiri. Namun secara sederhana perkataan tersebut dapat ditafsirkan bahwa dalam hidupnya, manusia harus bisa menjawab pertanyaan: dari mana asal dia?, untuk apa dia ada?, dan hendak kemana sebenarnya dia.? Dalam tradisi jawa ada disebut sangkan paraning dumadhi atau awal dan akhir kejadian seseorang.

Untuk mengetahui apa dan siapa manusia sebenarnya, dapat kita korek dari berbagai sumber, seperti medis, biologis psikologis, dan sosiologis. Selain itu ada sumber yang autentik pula yang dapat memberikan gambaran tentang siapa manusia, yaitu Al-Quran. Sebagaimana janji Allah bahwa Dia tidak menciptakan sesuatu yang sia-sia, dan Dia tidak menciptakan sesuatu selain agar makhluknya bisa mengerti dan memahami, apa dibalik penciptaan tersebut. Dalam satu riwayat yang mashur disetir oleh Ibn Arobi dikatakan bahwa “Aku adalah khazanah mutiara yang tersembunyi, Aku ingin diketahui, maka dari itu aku menciptakan makhluk (agar dia mengetahui-Ku). Layaknya seorang seorang saintis yang menciptakan suatu teknologi, maka dialah yang paling tahu ciptaanya, dan pastilah dia akan membuat buku panduan tentang hasil temuannya tersebut. Begitu juga Allah memeberikan panduan tentang ciptaan-Nya agar dia berjalan sebagaimana mestinya. Dan panduan tersebut adalah Al-Quran. Dia memeberikan informasi yang lengkap tentang penciptaan manusia, kedudukan manusia, peran manusia dan gambaran tentang masa depan manusia.

Penciptaan Manusia
Dalam Al-Quran dijelaskan bahwa bahwa manusia sebenarnya mengalami evolusi. Evolusi di sini berbeda dengan teori evolusi darwinisme. Ada yang menafsirkan bahwa evolusi di sini merupakan tahapan-tahapan kehidupan dia, dari alam ruh, alam rahim, alam dunia dan barzakh dan alam akhirat. Dalam alam ruh ini manusia telah disumpah untuk bersaksi bahwa Allah adalah Tuhannya. Hal ini berarti secara fitrah manusia cenderung untuk mengakui akan keberadan Tuhan.(QS. 7: 172-173), sehingga tidak ada alasan untuk ingkar padanya.

Selanjutnya Allah menciptakann Adam AS dari tanah, diantaranya dajelaskan dalam QS. 15: 26, 28, 33, serta QS. 6:2. yang kemudian ditiupkan ruh Allah ke dalamnya (QS. 15:28, 38:72, 32:9). Dengan demikian, dalam diri manusia terdapat sifat-sifat ketuhanan. Setelah menciptakan Adama, Allah menciptakan Hawa dari jiwa yang satu, yaitu Adam.

Setelah penciptaan Adam dan Hawa, kejadian manusia selanjutnya dari nutfah. Di sisi lain dijelaskan pula dari sari pati tanaman. Hal ini tidak bertentangan, karena pada dasrnya nutfah itu sendiri merupakan saripati tanaman.

Al-Insan dan Al-Basyar
Kedua kata di atas sama-sama digunakan dalam Al-Quran untuk menunjuk makhluk yang bernama manusia, hanya saja penggunaan keduanya dalam kontek yangbeda. Kata al-insan digunakan dalam Al-Quran untuk menunjukan manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi. Makhluk yang mempunyai ilmu ((QS. 4:6) dapat melihat (QS. 20:10) memepunyai fuad atau fikiran yang dengannya ia bisa berfikir rasional (QS. 7:179).
Sementara al-basyar digunakan dalam al-Quran untuk menujuk manusia sebagai makhluk lahirian atau bilogis yang berhubungan seksual, makan dan minum, keluar masuk pasar dan aktifitas lahiriah lainnya.

Peran Manusia
Manusia diciptakan oleh Allah pada dasarnya adalah untuk beribadah kepada Allah (QS. ), menyerahkan secara totalitas seluruh hidupnya hanya untuk Allah. Pada posisi ini manusia adalah sebagai hamba Allah atau abdi. Seorang abdi hanya akan tunduk dan takut sekaligus mencintai pada Tuhannya. Manusia sebagai abdi merupakan suatu hubungan vertical antara ia dan Tuhannya (hablu min Allah), di mana dia memepertanggungjawab-kan sumpah primordialnya.

Di sisi lain, manusia adalah khalifah Allah yang merupakan “tangan panjang” Tuhan di muka bumi ini yang bertugas memakmurkan bumi. (QS. 2:30) dan mengangkat derajat sesamanya (QS. 6:165), serta untuk menjaga dan mentransformasikan nilai-nilai tauhid (QS. 35:39). Dengan demikian ini merupakan peran horizontal (hablu min an-nas)

Adanya banyak istilah untuk manusia bukan berarti sebagai suatu dualitas, melainkan tetap pada satu kesatuan pribadi, integrasi kepribadian. Sebagai sebaik-baik ciptaan (QS. 95:4). Meskipun demikian dia dapat lebih hina dari binatang ternak, yaitu ketika merka tidak menggunakan hati pikiran dia intuk memahami, mata untuk melihat, dan telinga untuk mendengar (QS. 7:179).

Mereka dalam ayat tersebut adalah orang yang tidak pernah memikirkan tentang nasib orang lain, karena dirinya telah tertutupi oleh nafsu dan tamak terhadap harta, jabatan dan lawan jenis. Mereka enggan untuk memberi nafkah pada anak yatim, dan meskipun mereka shalat sesungguhnya lalai dalam shalatnya. (QS.107:1-7) ibadahnya hanya karena riya dan untuk meningkatkan prestise dan status sosialnya saja. Penyakit sosial yang paling akut adalah ketika seseorang tidak peduli kepada sesamanya.

Orang-orang tersebut adalah orang yang tidak pernah memikirkan orang lain, sehingga dia menebang hutan seenaknya saja, sehingga bencana banjir, angin putingbeliung terjadi di mana-mana. Orang seperti ini jika menjadi pemimpin maka ia akan zalim, tidak adil dan tidak pernah berpihak pada rakyat, manipulasi data dan berpura-pura tidak melihat bahwa kemiskinan masih ada di mana-mana dan semakin meningkat jumlahnya. Mereka akan dipintai pertanggungjawabannya dan mereka akan dikembalikan pada seburuk-buruknya tempat (QS. 95:5)

Menarik kita renungkan bahwa di negeri mayoritas muslim ini masyarakatnya hidup jauh di bawah garis kemiskinan, sementara di sisi lain ada orang-orang muslim yang sangat kaya raya dan menguasai perusahan-perusahan besar di negeri ini. Jikalaupun ada alokasi dana untuk kaum miskin, sudah dipangkas terlenih dahulu.

Mungkin perlu kita mengambil hikmah dari keberadaan Adam di surga, yaitu untuk memerikan gambaran kehidupan ideal. Mari kita bangun kembali serpihan surga yang terlempar ke bumi bernama Indonesia ini dengan mengenali diri kita dari informasi dari Sang Pencipta. waallu a'alam bisshawab

Syariat Mekah dan Syariat Madinah

Pasca reformasi berkembang kembali wacana untuk menerapakan syariat Islam di Indonesia. Bahkan beberapa malam yang lalu ada perdebatan antara Partai Bulan Bintang dan JIL juga PKB tentang penerpan syariat Islam di Indonesia.

Jika umat Islam Indonesia ditanya tentang Islam pasti mereka mengatakan bahwa Islam adalah agama terbaik, shalihu fi kulli zaman wa makan, rahmatan lil’alamin. Tetapi ketika berbicara tentang syariat Islam, mengapa banyak yang menolak atau bahkan sampai pada tingkatan fobia?

Menurut Cak Nun, ini karena umat Islam kurang bisa memahami sejarahnya sendiri. Menurutnya lagi, jika ditelusuri lebih jauh, sebagaimana pembabakan kehidupan dan perjuangan nabi yang terbagi pada periode mekah dan madinah, demikian pula syariat, ada syariat Mekah dan ada Syariat Madinah.

Syariat Mekah adalah syariat yang berbicara tentang tauhid, janji dan ancaman-acaman. Sementara syariat madinah adalah berbicara tentang menanam. Menurut Cak Nun, ketika warga menyambat Rasul dengan lantunan thla’al badru ‘alaina rasul menjawab ‘alaikum bi ghiratsah. Menanamlah kamu! Perintah menanam adalah satu pesan intrinsik untuk ketahanan dan kedaulatan pangan. Selain kedaulatan pangan, syariat madinah berbicara tentang keadilan atau supremasi hukum.

Ditambahakan oleh Syek Mustofa, pimpinan Thariqat Naqsabandiyah, bahwa syariat pada hakikatnya adalah cinta. Bagaiman rosul SAW dengean kelembutannya menyuapi seorang Yahudi miskin, peminta-minta yang selalu mengejek dan menjelek-jelekannya sehingga di penghujung hidaup beliau. Sehingga ketika cinta tumbuh subur di hati semua manusia, siapa yang akan medzalimi orang lain? Siapa yang akan tega melihat orang lain mati kelaparan? Jika ada yang mencuri karena dia kelaparan, maka yang dihukum adalah orang yang kaya yang dicuri tersebut, karena dia telah membiarakan saudaranya kelaparan. Itulah syariat. Kedaulatan pangan, keadalian dan cinta.

Ma'iyah

Ma’iyah secara kebahasaan berarti kebersamaan. Kata itu memang sangat tepat digunakan untuk acara satu ini. Acara ma’iyah. Acara ini adalah acara yang diselenggarakan oleh Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun bersama Kyai Kanjeng. Kebersamaan memeang sangat kental terasa di forum yang banyak di gelar di berbagai tempat di Nusantar secara bergiliran ini. Untuk di jonmbang namanya adalah Gambang Syafaat, untuk di Jakarta adalah Keunduri cinta. Sementara di Jogja forum ii bernama Mocopat Syafaat. Sangat lokaly

Forum Mocopat Syafaat diadakan setiap tanggal 17 malam 18 di Kasihan Bantul. Kadang forum ini disebut pengajian, cuman sering juga Cak Nun mengatakan ini bukan forum pengajian, karena sering yang datang jadi pembicara juga orang non Islam, atau pernah juga ateis baik dari dalam maupun luar negeri. Forum ni adalah majlis ilmu, karena di sana kita belajar apa saja. Dan dari siapa saja. Siapapun boleh berbicara di sana. Mungkin inilah pendidikan yang demokratis, pendidikan poluler dan partisipatif.

Forum ini adalah majlis dzikir, di mana kalimah-kalimah thayibah dilantunkan. Sajak-sajak cinta dibacakan. Mengalun, menggema memenuhi relung hati. Namun tak jarang forum ini menjadi forum umpatan di mana setiap orang berteriak, mengumpat, mengeluarkan kegundahan masing-masing. Lalu suasana syahdu, semua bermohon ampun, berdoa dan bershalawat. Mendedangkan syair-syair cinta. Sehingga yang ada kemudian adalah kebersamaan dalam cinta. Itulah maiyah.

Mafia Peradilan di Negeri Maling

'Hai orang-orang beriman, jadilah kalian orang yang menegakkan keadilan dan menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap diri kalian sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allahlah yang lebih patut (engkau takuti) daripada keduanya.'' (QS An-Nisaa`: 135).

Kasus korupsi, kolusi dan nepotisme alias KKN konon katanya telah membudaya bahkan mendarah daging pada diri bangsa ini. Namun pemerintah tidak patah hati dan patah semangat untuk tetap memberangus kasus korupsi dengan menangkap para koruptor, meski yang tertangkap baru koruptor kelas teri atau malah rebon. Cara lain adalah dengan membentuk lembaga-lembaga yang khusus menangani kasus-kasus korupsi. Ada Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jampisus dan Mahkamah Agung sendiri. Satu saat mungkin perlu juga membuat tim pemburu koruptor seperi tim pemburu hantu. Namun, semakin banyak lembaga yang dibentuk, KKN semakin menggila.

Belum lama ini dan masih hangat-hangatnya kita disodori realitas yang mengecutkan hati. Mahkamah Agung, sebagai lembaga terhormat, sehingga ia disebut “agung”, ternyata dengan sendirinya telah menodai kehormatannya. Lembaga yang semestinya memberikan naungan keadilan kepada rakyat justru kini menjadi pasar obral jual beli hukum. Di mana ada kasus, ada terdakwa, ada jaksa dan makelar yaitu penghubung antara jaksa dan terdakwa. Dalam banyak hal, terdakwalah yang terlebih dahulu menawar hukum dari jaksa. Dan sedikit jaksa yang menawarkan dagangannya kepada terdakwa, karena bisa jadi dia akan terjerat pasal pemerasan. Aktifitas tersebut lebih lazim disebut sebagai mafia peradilan.Kasus jual beli hukum bukan sekali dua kali terjadi. Dan ironisnya hal ini terjadi pasca reformasi, dimana hakim mempunyai independensi karena terlepas dari tekanan pemerintah otoriter.

Menjamurnya mafia peradilan bisa dimaklumi karena hal tersebut terjadi di negeri maling. Para koruptor tidak lain adalah orang yang mencuri (maling) uang rakyat. Ketika dia terpergok oleh aparat, tak sungkan maling tersebut merogoh koceknya untuk menyuap aparat. Toh itu tidak seberapa jika dibanding dengan hasil curiannya. Sementara sang hakim sendiri berangapan bahwa dia cukup aman dibawah payung lembaga kehakiman. Ditambah lagi kemampuan dia untuk memutar balikan fakta dan menafsirkan pasal-pasal yang ada dalam undang-undang.
Adanya mafia peradilan ini adalah bukti bobroknya bangsa ini dan tidak adanya integritas moral dalam diri seorang hakim. Bagaimana kita berkoar-koar dengan jargon negara hukum, sementar keadilan tidak pernah ada. Bahakn orang yang seharusnya menjadi penegak hukum itulah yang justru menjadi broker dan penyakit masyarakat. Jika ditarik lebih jauh lagi, hakim yang seperti ini sudah sejak awal tidak ada i’tikad baik untuk menegakkan hukum. Orientasi menjadi hakim tidak lain adalah materi. Hal ini yang pernaha disingguk oleh Emha Ainin Najdib sebagai nasionalisme uang. Semua berlomba-lomba untuk mengumpulkan uang, tidak peduli dari mana saja uang itu berasal.

Berlaku AdilSetidaknya ada dua prinsip yang ada dalam Al-Quran, yaitu tauhid dan keadilan. Dua prinsip ini yang harus dipegang teguh oleh seorang muslim. Al-Quran sangat menganjurkan umat manusia untuk berlaku adil, meskipun itu terhadap sanak kerabatnya, atau bahkan orang tuanya sendiri. Dalam surat Annisa ayat 135 Allah memerintahkan ''Hai orang-orang beriman, jadilah kalian orang yang menegakkan keadilan dan menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap diri kalian sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allahlah yang lebih patut (engkau takuti) daripada keduanya.'' (QS An-Nisaa` [4]: 135).

Ayat di atas sangat jelas bahwa kita harus berlaku adil kepada siapapun, entah dia orang tua kita, kerabat kita, miskin ataupun kaya. Hubungan darah bukanlah penyebab kita berlaku tidak adil. Rasa kasihan terhadap orang miskin juga tidak menghalangi kita untuk menegakkan keadilan. Begitu juga kekayaan seseorang tidak mencegah kita untuk berlaku diskriminatif, dengan harapan dapat imbalan dari orang tersebut, karena disebutkan dalam ayat tersebut, Allah lebih kaya dari mereka.
Perlu kiranya kita mebuka kembali lembaran kehidupan nabi dan meneladaninya. Rasulullah telah memberikan teladan secara lisan dan perbuatan. Beliau pernah bersabda, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, pastilah saya akan memotong tangannya. Dalam satu kasus, Rasulullah SAW pernah memenangkan Bilil bin Rabah saat Bilal berselisih dengan Abu Dzar al-Ghifari, padahal Bilal adalah seorang budak, sementara Abu Dzar adalah orang ningrat. Dalam satu waktu, rasulullah juga pernah memenangkan orang yahudi. Hal ini membuktikan bahwa semua orang di depan hukum adalah sama. Tidak ada yang lebih terhormat. Tidak ada yang kebal hukum. Dengan demikian tidak akan ada diskriminasi.

Dalam menangani kasus, seorang hakim harus selalu ingat bahwa keududukan dia sebagai hakim seringkali memutuskan hal yang itu berkaitan dengan kehidupan banyak orang. Dan setiap keputusan tersebut akan dimintai pertanggungjawaban di mata Allah dan Manusia. Jangan sampai keputusannya itu menguntungkan segelintir orang dan merugikan banyak orang. Untuk itulah Rasulullah menyinggung teang perilaku hakim dalam haitsnya “, “hakim itu ada tiga macam, satu di surga, dan dua di neraka. Adapun yang di surga, yaitu orang yang mengetahui kebenaran dan dia memutuskan berdasarkan kebenaran tersebut. Sedangkan yang di neraka, adalah orang yang mengetahui kebenaran, namun dia sewenang-wenang dalam memutuskan. Dan orang yang mengadili dengan kebodohan, maka dia juga di neraka.'' (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Memberantas Mafia peradilan Indonesia sebagai negara hukum hanya akan menjadi isapan jempol belaka, jika hukum tidak ditegakkan. Dan tidak akan terjadi penegakan hukum jika mafia peradilan masih saja bersarang di lembaga peradilan. Untuk itu hal pertama yang harus dilakukan adalah memberishkan para mafia peradilan tersebut dari MA. Hal ini dapat dilakukan dengan mengganti orang-orang yang tidak memiliki integritas moral sebagai seorang hakim dengan orang-orang baru yang bersih dan bersedia mengikat konrak engan rakyat untuk menegakkan hkum. Bagi yang tidak memiliki komitmen terhadap supremasi hokum, bukan hanya sekedar memindahkantugaskan, tetapi menonaktifkan dia dari aktifitas peradilan. Selain itu, di internal lembaga peradilan sendiri harus ada penguatan sistem pengawasan internal.
Selain itu, bisa juga dengan cara semakin memperketat pengawasan terhadap lembaga peradilan oleh KPK dan lembaga-lembaga yudikatif lainnya

Ilmu dalam Perspektif Integralisme

Pembicaraan tentang ilmu, dalam kajian filsafat sering disebut sebagai kajian epistemologi, yaitu bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Epistemologi seseorang tidak bisa lepas dari pandangan dia tentang ontologi. Dengan demikian, epistemologi di sini tentu tidak bisa lepas dari pandangan tentang kesatuan wujud sebagaimana dijelaskan di atas. namun sebelum berbicara tentang integrasi ilmu, akan dibicarakan terlebih dahulu tentang perspektif yang kita gunakan, yaitu integralisme.

Asal Mula Integralisme
Pada tahun 1970-an para pemuda Amerika berbondong-bondong memasuki daerah-daerah pedalaman. Hal ini terjadi karena krisis eksistensi diri yang disebabkan oleh serangan gaya hidup modern. Mereka meninggalkan kehidupan mewah mereka dan bergabung dengan suku-suku pedalaman. Mereka tinggal di pedalaman bersama komune-komune pedalaman tersebut.

Sekilas memang terasa aneh, karena secara ekonomi mereka telah menempati pada posisi yang mapan, tidak kekurangn harta benda yang bisa menjamin kelangsungan hidup mereka. Namun orang akan mengerti dan memahami fenomena tersebut setelah mengetahui apa sebenarnya yang mereka inginkan.

Kehidupan modern yang terlalu mengunggulkan akal dan menjadikannya raja membuat pemuda-pemuda ini terasa kering dan terasing, bahakan dengan diri mereka sendiri. Mereka melihat ada satu bagain kehidupan ini yang hilang, sehingga kehidupan mereka terasa parsial. Dan sesuatu yang hilang tersebut mereka temukan di masyarakat pedalaman, masyrakat tradisional. Yang mereka cari adalah spiriualitas yang membawa kesejukan dalam kehidupan mereka. Spiritualitas inilah yang hilang dalam kehidupan Barat modern, diakibtakan oleh pandangan saintifik positifistik.

Setelah bermukim beberapa lama di pedalaman bersama suku-suku Indian tersebut, para pemuda ini ternyata tidak hanya sekedar menemukan spiritualitas, dimensi yang hilang dalam kehidupan Barat modern, tetapi dengan spiritualitas ini pula mereka justru menemukan suatu pandangan yang lebih menyeluruh terhadap realitas. Di sini mereka mendapatkan kesadaran akan kemenyeluruhan atau sering disebut holon yang kemudian dikenal dengan holisme. Mereka kemudian membuat gerakan yang mereka sebut gerakan pasca-modernisasi. Berbeda dengan gerakan mereka sebelumnya yang meninggalkan modernitas dan masuk ke pedalaman, gerakan mereka kali ini justru mensintesakan yang tradisional dengan yang modern.

Secara aksiologi, holisme dibangun oleh para pecinta lingkungn. Secara epistemologis dibangun oleh para psikolog yang memasukan pengalaman mistik sebagai salah satu cara memperoleh pengetahuan. Sementara pada ranah ontologi dibangun oleh fisikawan Fritjof Capra yang mengatakan bahwa ada kesejajaran antara partikel material dengan kesadarn mistis Timur.

Setelah mengamati pandangan holisme tersebut, Armahedi Mahzar, seorang iteknosof dan pengajar di ITB, menyimpulkan bahwa sebenarnya umat Islam tidak perlu untuk meninggalkan dunia mereka dan beralih mencari dunia lain di pedalaman sebagaimana yang telah dilakukan oleh pemuda-pemuda Barat, karena Islam sendiri telah memiliki konsep kesatupaduan. Konsepsi kesatupaduan dalam Islam telah banyak ditafsirkan oleh pemikir di kalangan muslim sendiri, seperti Ibn Arabi dan Mulla Shadra. Namun sebagai filsafat tradisional Islam, kedua filsafat tersebut dan filsafat Islam tradisional lainnya tidak cukup untuk menampung perkembangan keilmuan saat ini. Dari sinilah kemudian lahir filsafat integralisme atau al-himah al-wahdatiyah.

Integralisme adalah filsafat yang konsep sentralnya adalah integralitas, yaitu keseluruhan bagian-bagian yang bersatu padu berdasarkan suatu struktur tertentu. Dengan kata lain, integralisme merupkan wawasan kemenyeluruhan dalam memandang segala sesuatu: baik sain dan teknologi dan seni, maupun budaya dan agama. Integralisme melihat semua itu sebagai satu kesatupaduan yang tak bisa dipecah ataupun dipisahkan dari kesepaduan realitas.

Berbeda dengan integrasi pada pandangan holisme, integralisme menyarankan dua integrasi yang internal dan yang eksternal. Integrasi internal adalah upaya menyelarasikan tubuh kita dengan ruh kita melalui rantai instink, inteligensi dan intuisi. Sedangkan integrasi eksternal adalah menghubungkan diri kita dengan Tuhan melalui lingkungan hidup, alam semesta dan alam gaib.

Dari sini nampak jelas bahwa basis keilmuan Armahedi serta pandangan dia tentang kesatupaduan menempatkan dia pada sayap kanan dalam pemikiran kaum posmodernisme. Istilah integralisme sendiri sebenarnya telah dipakai oleh Sri Aurobindo (1872-1950), yang terkenal dengan integral yoganya. Selain itu, istilah ini juga dipakai oleh Ken Wilber, seorang filosof yang menggabungkkan antara sains modern dan spiritualitas tradisional, sehingga Armahedi sering menyebut filsafatnya sebagai Integralisme Islam. Dikatakatan integralisme Islam karena Armahedi menambahkan deminsi-dimensi keislaman pada integralisme universal Wilber.

Armahedi juga menyebut filsafatnya sebagai pos-strukturalisme timur. Menurutnya ada dua alasan mengapa integralsime disebut sebagai Pos-struktrukturalisme Timur ,

karena lahirnya di Indonesia yang di Asia yang menurut orang Barat ada di Timur. Saya sebut pos-strukturalisme karena integralisme memang bermula dari strukturalisme yang diterapkan untuk filsafat Eropa, bukan mitologi Indian seperti yang diterapkan oleh Levi-Strauss, lalu dilampaui dalam suatu filsafat Integralisme. … Alasan kedua: integralisme universal yang dikembangkan Ken Wilber, sebagai posmodernisme konstruktif melampaui postrukturalisme, sebagian besar berdasarkan filsafat India: Budhisme dan Vedantisme.

Dengan demikian, kemunculan filsafat integralisme ini merupakan kelanjutan sekaligus sintesis dari filsafat tradisional Islam dan filsfat Barat moder.

Integrasi Ilmu
Pembicaraan tentang ilmu, dalam kajian filsafat sering disebut sebagai kajian epistemologi, yaitu bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Epistemologi seseorang tidak bisa lepas dari pandangan dia tentang ontologi. Dengan demikian, epistemologi di sini tentu tidak bisa lepas dari pandangan tentang kesatuan wujud sebagaimana dijelaskan di atas. Konsepsi wujud yang mengakomodir dunia metafisik di atas menjadi pondasi bagi terbangunnya sebuah epistemologi, karena sebagai muslim yang mempunyai kepercayaan penuh pada dunia metafisik, maka seorang ilmuwan muslim harus menyusun atau memiliki sebuah epistemologi yang cocok dengan kepercayaan yang dianutnya.

Berbicara tentang ilmu, maka ada beberapa hal yang harus dibahas, yaitu sumber, objek, struktur dan konteks ilmu. Keempat hal ini akan menjadi satu kesatuan yang utuh.

1. Sumber Ilmu

Sebagai seorang muslim, Armahedi meyakini bahwa dalam Islam sumber semua ilmu adalah satu, yaitu Allah SWT. Yang Maha Esa, Kepercayaan seorang muslim akan Allah sebagai Tuhan Yang maha Esa mempunyai implikasi yang sangat luas. Keyakian yang menandaskan akan ke-esa-an Tuhan dalam Islam disebut dengan tauhid.

Menurut Musa Asy’arie, tauhid yang seakar dengan angka satu, wahidah, tidak merujuk pada pada makna angka satu saja, tetapi lebih dari itu, juga berkaitan dengan problem subtansial tunggal dan proses. Subtansi tunggal artinya dia tidak terbagi-bagi. Ia menjadi sumber realitas yang ada. Lebih jauh lagi dia mengatakan bahwa tauhid ini bukanlah satu kepercayaan yang dinyatakan dalam pengakuan saja, akan tetapi merupakan suatu pandangan hidup yang selalu diwujudkan dalam realitas kehidupan muslim.

Allah sebagai sumber segala ilmu dapat dilihat dari bagaimana Allah mengenalkan diri-Nya sebagai `Aliim atau Yang Maha Mengetahui, bahkan Allah sendiri adalah ilmu itu sendiri.

2. Objek dan Praksis Ilmu
Dalam melihat objek ilmu, Armahedi melakukan pengamatan terhadap ayat-ayat Al-Quran. Menururtnya, meski Al-Quran menyebut ilmu dalam kontek yang berda, namun objeknya dijelaskan secara gamblang, yaitu “al-Quran” dan “al-Bayan”. Hal ini terdapat dalam firman Allah SWT sebagai surat Ar-rahman 1-4:
Artinya: (Tuhan) yang Maha pemurah. Yang Telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara. (QS. Ar-Rahman 1-4).


Al-Quran yang dimaksud oleh Armahedi bukan al-Quran sebagaimana artian firman Allah SWT yang telah terkodifikasikan, tetapi al-Quran dalam artian yang lebih luas yang merujuk pada makna asalnya, yaitu bacaan. Bacaan dalam arti lebih luas lagi adalah pengumpulan atanda-tanda atau “ayat”. Untuk memahami ayat ini dibutuhkan alat, yaitu bahasa atau al-bayan.

Terkait dengan “ayat”, Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya dalam surat Fushshilat :53. Artinya: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?.

Dalam ayat Quran suci di atas jelas Allah SWT menegaskan bahw ayat-ayat itu adalah cakrawala (afaq) dan di dalam diri-diri (anfus) manusia. Selanjutnya ayat ini menjelaskan bahwa ayat-ayat tersebut diciptakan agar manusia memahami kebenaran (al-Haq) yaitu Yang Maha Pencipta, Allah SWT dan firman-Nya Al-Quran. Dengan demikian di sini ada tiga entitas yang berbeda yang merupakan obyek limu pengetahuan.

Pertama adalah al-afaq atau cakrawala. Hal ini berkaitan dengan objek material yang berada di eksternal diri manusia yaitu gejala-gejala alam. Menurut Mulyadhi Kartanegara, objek-objek material inilah yang memungkinkan munculnya ilmu-ilmu alam, seperti fisika, biologi dan kimia.

Kedua adalah anfus atau sesuatu yang berada dalam diri manusia. Pada bagian ini terkait dengan ilmu-ilmu kemanusia atau humaniora, seperti pskiologi, sosiologi dan antropologi. Ketiga adalah al-Haq atau Allah dan Al-Quran. Pada sisi ini akan melahirkan ilmu-ilmu keagamaan seperti fiqih, teologi, dan tashawuf.

Pembagian objek ilmu Armahedi ini sama dengan pembagian yang dilakukan oleh Ibn Shina. Sebagaimana dikutip oleh Mulyadhi Kartanegara, Ibnu Shina membagi objek ilmu dalam tiga hal, yaitu entitas-entitas yang bergerak dan berkaitan dengan materi spesies partikular, entitas-entitas yang terpisah dari materi spesies partikular dalam pemahaman kognitif, tetapi tidak dalam dunia nyata, dan entitas-entitas yang terpisah dari gerak dan materi baik di dunia nyata maupun dalam pemahaman kognitif.

Sementara pada ranah praksis ilmu, Allah dalam firman-Nya menegaskan ada tiga macam alat manusia yang memungkinkan manusia memanusiakan dirinya melalui ilmunya; yaitu pendengaran, penglihatan, dan penghayatan. Hal ini tercermin dalam firman Allah dalam Al-Quran surat as-Sajadah : 9 yang artinya: “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”

Dari sini dapat dilihat potensi-potensi manusia yang merupakan alat untuk memeperoleh pengetahuan. Pertama: as-sama` atau pendengaran yang berarti terkait dengan kemampuan verbal. Sementara kemampuan verbal sendiri sangat erat hubungannya dengan kemampuan rasional. Dengan demikian as-sama’ juga berarti kemampuan manusia untuk berfikir rasional. Bahasa lain yang digunakan untuk kata ini adalah al-‘aql atau akal.

Kedua: al-bashar atau penglihatan. Hal ini terkait dengan fungsi mata, yang berarti pengamatan terhadap entitas material. Sementara ketiga: al-fuad atau hati, merupakan kemampuan manusia mengetahui sesutu yang inmaterial. Ada kemungkinan bahwa ilmul yaqin sebenarnya puncak dari pemahaman verbal, ‘ainul uaqin sebenarnya puncak dari pemahaman visual dan haqqul yaqin sebagai puncak dari pemahaman aktual atau penghayatan ilmu.
Jika dirangkum menjadi satu maka dapat dilihat seperti ini. Objek ilmu pertama adalah afaq atau cakrawala yang berarti gejala-gejala alam. Hal ini bersesuain dengan al-bashara (penglihatan). Dengan demikian alat untuk mencerap pengetahuan tentang gejala-gejala alam adalah al-abshara, Karena objek pertama ini adalah alam, maka kebenarannya adalah kebenaran yang berkaitan dengan hal-hal fisik dan material semata, sebuah kebenaran yang dapat dipahami dan dikuasai dengan menggunakan metode empiris.

Objek kedua ilmu penegtahuan adalah anfus yang berkaitan ilmu-ilmu humaniora. Hal ini bersesuaian dengan al-sama’ atau kemampuan verbal yang juga berkait dengan kemampuan rasional. Maka sama’ ini merupakan alat unutk memahami keilmuan humaniora. Dan metode yang digunakan adalah rasional demonstratif.

Sementara objek ilmu yang ketiga adalah al-haq. Untuk memahami yang al-Haq tadi adalah dengan hati atau fuad, karena di sanalah ruh ilahiah berada. Metode yang digunakan adalah metode intuitif, atau dzauqiyah. Metode ini sering berkaitan dengan pengalaman mistik seseorang. Metode ini dilakukan dengan jalan perenungan atau kontemplasi secara intens mendalam. Dengan kontemplasi jiwa mansia makin dibersihkan dan berhasil naik ke sumber kenyataan, dengan semuanya diemanasikan dari-Nya.

3. Struktur dan Konteks Ilmu
Struktur ilmu dalam Islam dapat diketahui dalam firman Allah SWT QS. An-Nisa 113 yang artinya: “… Allah Telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.

Berdasarkan ayat ini jelas terdapat hirarki al-Kitab, al-Hikmah dan al-‘Ilmu yang merupakan kesatupaduan atau integralitas ilmu. Jadi dalam Islam ilmu mempunyai landasan al-Hikmah, sedangkan al-Hikmat harus berlandasakan al-Kitab sebagai kumpulan wahyu sabda Ilahi pada para rasul-rasul-Nya.

Ilmu yang dimaksud oleh Armahedi dalam konteks ini adalah sains, sehingga sains harus berlandaskan pada al-Hikmat atau paradigma keilmuan, dan al-hikmah harus berlandaskan pada nilai-nilai Al-Quran.

Pada konteks keilmuan Barat saat ini, Armahedi melihat ada suatu dikotomi yang kemudian berujung pada prinsip ilmu bebas nilai. Hal ini menurutnya bertentangan dengan paradigma kelimuan dalam Islam. Karena dalam Islam terdapat kesatupaduan ilmu, etika dan agama. Dalam hal ini Armahedi merujuk pada QS. Luqman : 20. “Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.

Urutan Penyebutan al-‘ilmu, al-huda dan al-kitab menyarankan adanya hirarki ilmu – etika - religi. Dengan demikian tidak ada penggunaan iilmu yang menyimpang dari etika dan agama, karena semua itu sesengguhnya adalah sebagai upaya untuk mensyukuri nikmat Allah SWT.

Dengan menggunakan metode analisis strukturalisme Levi Strauss, Armahedi mencoba untuk melihat paradigma keilmuan modern. Di sini Armahedi menemukan struktur-struk keimuan modern. Struktur pertama terdiri dari ilmu pengetahuan-seni-teknologi. Dan yang kedua adalah filsafat-misti-etik. Mistik menjadi fondasi bagi seni. Filsafat menjadi fondasi bagi ilmu pengetahuan, sementara teknologi harus berlandaskan pada etika.

Setelah menelusuri paradigma keilmuan barat tersebut, Armahedi melihat masih adanya perpisahan antara kelimuan tersebut, bahkan kadang sering bertentangan satu sama lainnya. Terlebih lagi paradigma tersebut masih bersifat skular. Untuk itu dia malakaukan penelusuran dalam paradigma keilmuan Islam dan menemukan struktur tauhid-tasawuf-fiqih. Karena Islam menekankan keseimbangan antara yang lahir dan batin, individu dan kolektif, maka struktur ini menjadi penengah antar ilmu pengetahuan-seni-teknologi dan filsafat-mistik-etika. Ketiga struktur ini harus menjadi satu kesatuan yang utuh dan seimbang.

Kaki Ilmu pengetahuan-tauhid-filsafat menyangkut pikiran-pikiran manusia. Seni-tasawuf-mistik berkaitan dengan perasaan. Sementara tekonologi-fiqh-etika berkaitan dengan tingkah laku manusia. Jika diperhatikan dengan seksama, kaki struktur di atas menyangkut fungsi-fungsi “kognitif”, “afektif” dan “konatif” (psikomotorik-penulis) dari kesadaran manusia. Atau dalam bahasa lain fikr, dzikr dan ‘amal.

Dalam pandangan integralisme, realitas pastilah mempanyai kelima struktur wujud sebagaimana dijelaskan di atas, yaitu sumber, nilai, informasi, energi dan materi. Begitu juga dengan ilmu yang juga mempunyai ontologinya sendiri. Ilmu juga harus mempunyai kelimanya. Dengan demikian akan didapatkan satu struktur keilmuan Islam sebagai berikut:


Struktur Keilmuan Islam

Kategori Integral Disiplin Keilmuan
Sumber Ilmu-ilmu Al-Quran
Nilai Ilmu-ilmu keagamaan
Informasi Ilmu-ilmu kebudayaan
Energi Ilmu-ilmu terapan
Materi Ilmu-ilmu kealaman

Dengan demikian Al-Quran menjadi sumber dan ruh bagi keilmuan-keilmuan yang lainnya. Dia menjadi sumber karena dalam Al-Quran terdapat prinsip-prinsip keilmuan sosial, budaya, alam dan terapan yang akan bermanfaat dalam kehidupan manusia

Berjalan Menuju Cahaya Mengorek Filsafat Cahaya (Hikmah Isyraqiyah) Suhrawardi

SuhrawardiAllah adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah ibarat miskat. Dalam miskat itu ada pelita. Pelita dalam kaca. Laca itu laksana kaca berkilau. Dinyalakan dengan minyak pohon yang diberkati. Pohon zaitun yang bukan di timur dan di barat. Yang minyaknya hamper-hampir menyala dengan sendirinya, walaupun tiada api menyentuhnya. Cahaay di atas cahaya. Allah menuntun kepada cahaya-Nya siapa saja yang Ia kehendaki. Dan Allah membuat perumpamaanbagi manusia. Sesungguhnya Allah maha mengetahui segalanya. (An-Nur: 35)

Pasca meninggalnya Ibnu Rusd, ada yang beranggapan bahwa filsafat islam juga telah tenggelam ditelan bumi. Untuk kasus tertu memang bisa dikatakan demikian, tetapi di wilayah Islam yang lain, justru filsafat Islam sedang tumbuh dengan begitu suburnya. Filsafat ini berkembang dengan formulasi yang berbeda dengan pemikiran filosof-filosof sebelumnya seperti Ibn Shina dan Ibn Rusd. Perkembangn filsafat ini tidak terlepas dari peran seorang teosof Suhrawardi.

Filosof yang bernama Syek Shihabuddin Abul Futuh Yahya Suhrawardi atau yang lebih dikenal dengan Suhrawardi al-maktul ini merupakan peletak fondasi sintesis antarafilsafat dan tasawuf. Suhrawardi mengklasifikasikan para pencari Tuhan ke dalam tigagolongan, yaitu: pertama: orang yang mencari Tuhan sebgai suatu kebenaran hanyadengan menggunakan pikiran saja saja. Dalam hal ini yang dimaksud oleh suhrawardi adalah para filofof rasionalis diskursif.

Kedua: adalah orang yang mencari kebenaran (Tuhan) hanya dengan menggunkan pengalaman mistiknya dan tidak mampu mengungkapkan pengalamannya itu secara dikursif. Ketiga: adalah orang yang mencari kebenaran selain dengan pengalaman mistis juga dia mampu mengungkapkan pengalamannya itu secara diskursif. Yang ketiga inilah yang diinginkan oleh Suhrawardi dalam filfasat cahayanya atau yang lebih dekenal dengan filsafat illuminasi atau hikamh isyraqiyah. Penggunaan namatersebut dikarenakan dalam filsafatnya ini Suhrawardi menggunakan metafora cahaya. Baginya segala sesuatu terdiri dari cahaya dan kegelapan. Apabila cahaya datang, maka kegelapan akan sirna. Dan yang membedakan satu benda dengan yang lainnya sebenarnya berada pada intensitas cahaya benda tersebut.

Ada empat tingkatan penyerapan cahaya dalam filsafat isyraqi, pertma: Tahapan penyucian jiwa, kedua: penyaksiaan dan penerimaan cahaya Ilahi. Ketiga: penggunan struktur limu yang benar. Keempat: penyusunan dari tingkatan pertama hingga ketiga secara filosofis. Tugas manusia dalah bagaimana dia mencerap cahaya Ilahi, sehingga intensitas cahaya dia semakin tinggi, semakin mendekat pada sumber cahaya.

Memantulkan Cahaya
Carut marut permasalahan kebangsaan saat ini, jika kita menggunakan perspektif cahaya,adalah karena kita semakin jauh dari sumber cahaya, dengan demikian kita mengalamisuatu kegelapan. Meminjam istilah Emha Ainun Najib atau Cak Nun, bumi kita saat inisedang terjadi gerhana, karena bumi menutupi bulan sehingga bulan tidak mampumemantulkan cahaya matahari sehingga bumi menjadi gelap. Matahari adalah nilai-nilai Tuhan, dan bulan adalah para rosul, cerdik cendikia, ulama yang memantulkan nilai-nilai Ilahi. Dengan demikian setelah mencerap cahay ilahi, kita harus memantulkannya, sehingga semesta juga menjadi terang oleh cahaya ilahi.

Menjadi Insan Ulil Al-Bab di Era Moder

Pada satu sisi, era modern memberikan sumbangan yang besar bagi peradaban manusia, khusnya di bidang ilmu pengetahuan, namun ternyata dia juga meninggalkan jejak-jejak hitam peradaban, sehingga era ini kemudian dievaluasi, dikritik dan direkonstuksi.

Era modern merupakan kelanjutan dari renaisan, satu titik awal kebangkitan barat. Di mana logika Cartesian sangat mendominasi. Rasio menjadi raja pada masa ini, dan ilmu pengetahuan menjadi tuhan baru bagi masyarakat modern. Pda masa ini manusia membebaskan dirinya dari belenggu mitologi, namun senyatanya terjebak pada penuhanan ilmu pengetahuan. Kehidupan menjadi sangat profane, karena konsepsi “penyelamatan” kini terletak pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak ada lagi konsep “Penyelamatan” diri atas dasar spiritual pendekatan diri pada Tuhan, atau penyelamatan pad Kritus dalam tradisi kristiani.

Manusia modern hidup bergantung pada teknolgi. Teknologi menawari berbagai hal untuk pemuasan kehidupan. Dia menciptakan pencitraan akan kehidupan ideal, kehidupan fantastis yang dimuai dengan mimpi-mimpi materialisme. Dengan demikian kehidupan manusia modern berorientasi pada materi, sehingga setiap aktivitas yang mereka jalankan tidak lain untuk mencari kepuasan materi.

Mesin-mesin produksipun diciptakan untuk memenuhi hasrat manusia ini. Berbagai produk ditawarkan, sehingga manusia jatuh pada kehidupan yang semua. Di satu sisi, orang-orang yang berada pada lini produksi ini seakan telah berubah menjadi robot. Ia terjebak pada kehidupan yang mekanis, menjai robot pada mesin raksaasi system ekonomi global. Orang-orang ini kemudian masuk pada suatu keterasingan, keterasingan dari diri masyarakat, terasing dari Tuhan dan terasing dari diri mereka sendiri. Keterrasingandari masyarakat disebabkan karena kesibukan mereka, sehingga tidak sempat untuk bersosialisasi, sementara keterasingan dari Tuhan karena manusia modern telah hanyut dalam pandangan materialisme. Sedangkan mereka juga asing pada hakikat diri meraka sendiri sebagai manusia.

Ketrasingan dari masyarakat memebawa dia pada sikap egoisme. Keterasingan dari Tuhan membawa merka pada kekeringan spiritual, ada juga yang kemudian mencari ketengan namun terjebak pada pseudo religius, keberagamaan dan kebertuhanan yang palsu. Selain itu orang juga akan sering terkena depresi. Keterasingan pada diri sendiri akan membawa pada manusia pada missorientasi hidup sebagaimana dikemukakan tadi.
Insan ulul albab adalah gambaran sosok ideal yang diinformasikan dalam Al-Quran. Sosok yang mengerti akan maqomnya sebagai manusia, karena mereka telah meraih hikmah. Dengan demikian ulil albab akan mampu mengarungi kehidupan ini. Sebagai satu karakter dan spirit, ulil albab harus bisa membumi, memberikan warna pada kehidupan masyarakatnya.

Pada era modern (postmodern?) ini, diperlukan kerja keras untuk membumikan karakter ulil albab. Selain itu tanggungjawab yang diemban semakin berat, beriring dengan tantangan-tantangan yang ada, agar kita tidak terbawa oleh arus modernisme tersebut.